1.
Pengertian Perhatian Keagamaan Orangtua
Perhatian
dalam bahasa Inggris disebut Attention[1],
juga dapat diartikan hala memperhatikan, apa yang diperhatikan, minat.[2]
Ada
juga beberapa tokoh yang mengemukakan definisi perhatian diantaranya:
a.
Wasty Soemanto
Dia
mengatakan bahwa perhatian adalah cara menggerakkan bentuk umum cara bergaulnya
jiwa dengan bahan-bahan dalam medan
tingkah laku.[3]
b.
Sumadi Suryabrata
Ia
mengemukakan definisi perhatian dengan dua arti, yang pertama, perhatian adalah
pemusatan psikis tertuju kepada suatu objek, yang kedua, perhatian adalah
banyaknya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas yang dilakukan.[4]
c.
Kartini Kartono
Menurutnya
perhatian ialah “Merupakan reaksi umum dari organisme dan kesadaran, yang
menyebabkan bertambahnya aktivitas, daya konsentrasi dan pembatan kesadaran terhadap satu obyek.[5]
d.
Slameto
Perhatian
adalah kegiatan yang dilakukan seseorang hubungannya dengan pemilihan
rangsangan yang datang dari lingkungannya.[6]
e.
Abu Ahmadi
Ia
mengemukakan definisi perhatian sebagai keaktifan jiwa yang diarahkan kepada
suatu obyek, baik di dalam maupun diluar dirinya.[7]
Sedangkan
menurut Jalaluddin Rahmat, perhatian merupakan proses mental ketika stimuli
atau rangkaian stimuli menonjol pada saat stimuli lainnya melemah.[8]
Dari
beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perhatian adalah usaha
yang dilakukan secara sadar dengan sengaja dan penuh konsentrasi yang ditujukan
pada satu atau sekumpulan objek.
Setelah
diketahui definisi perhatian, selanjutnya perlu diketahui pula pengertian
keagamaan. Keagamaan adalah sifat-sifat yang terdapat dalam agama, segala
sesuatu mengenai agama.[9]
Menurut
Raymond, Religious is more than less
conscious dependency or commitment is evident in one’s personality, experience,
belief, an thinking and motivates one’s devotional practice and moral
behaviour.[10]
Yang artinya, agama adalah renungan lebih ketergantungan yang sadar pada Tuhan
dan sesuatu yang bersifat transcendent. Ketergantungan atau komitmen ini tampak
jelas dalam pribadi seseorang, pengalaman, kepercayaan dan pemikiran, dan
mendorong seseorang untuk melakukan kepasrahan dan tingkah laku moral dan
aktivitas lain.
Sedangkan
orangtua yang penulis maksud disini ialah Bapak dan Ibu dari seluruh siswa Mts.
NU 04 Muallimin Weleri.
Jadi
yang dimaksud perhatian keagamaan orangtua adalah usaha yang dilakukan oleh
bapak ibu secara sadar dengan sengaja dan penuh konsentrasi yang ditujukan
kepada hal-hal yang berkaitan dengan ajaran agama Islam yang dilakukan oleh
anaknya, dalam hal ini adalah siswa MTs. NU 04 Muallimin Weleri.
2.
Macam-macam Perhatian
Para
ahli membagi perhatian menjadi beberapa macam, diantaranya:
a.
Menurut Wasty Soemanto
1)
Menurut cara kerjanya, dibagi
menjadi dua macam:
a)
Perhatian Spontan, yaitu perhatian
yang tidak disengaja atau tidak sekehendak subjek
b)
Perhatian Reflektif, yaitu perhatian
yang disengaja atau sekehendak subjek
2)
Menurut Intensitasnya
a)
Perhatian intensif, yaitu perhatian
yang banyak dikuatkan oleh banyaknya rangsang atau beberapa keadaan yang
menyertai aktivitas atau pengalaman batin
b)
Perhatian Tidak Intensif, yaitu
perhatian yang kurang diperkuat oleh rangsang atau beberapa keadaan yang
menyertai aktivitas atau pengalaman batin
3)
Perhatian Menurut Luasnya
a)
Perhatian Terpusat, yaitu perhatian
yang tertuju kepada lingkup objek yang sangat terbatas
b)
Perhatian Terpencar, yaitu perhatian
yang pada suatu saat tertuju kepada lingkup yang luas atau tertuju kepada
bermacam-macam objek.[11]
b.
Menurut Sumadi Suryabarata:
1)
Atas dasa intensitasnya, yaitu
banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas atau pengalaman
batin, maka dibedakan menjadi:
Ø
Perhatian Intensif
Ø
Perhatian tidak intensif
2)
Atas dasar cara timbulnya
Ø
Perhatian spontan (perhatian tak
sekehendak, perhatian tak disengaja)
Ø
Perhatian sekehendak (perhatian disengaja,
perhatian reflektif)
3)
Atas dasar luasnya objek yang
dikenai perhatian
Ø
Perhatian yang terpencar
(distributif)
Ø
Perhatian terpusat (konsentratif).[12]
c.
Menurut Ahmadi, ada lima macam perhatian,
yaitu:
1)
Perhatian spontan dan disengaja
2)
Perhatian statis dan dinamis
3)
Perhatian konsentratif dan
distributif
4)
Perhatian sempit dan luas
5)
Perhatian fiktif dan fluktuatif.[13]
3.
Perhatian Orangtua dalam Pendidikan Keagamaan Anak
Lingkungan
keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga
inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan dan bimbingan, juga dikatakan
lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di
dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak
adalah dalam lingkungan keluarga.
Tugas
utama dari keluarga bagi pendidikan anak adalah sebagai peletak dasar bagi
akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar
diambil dari kedua orangtuanya
dan dari anggota keluarga yang lain.[14]
Pendidikan
dalam keluarga terdapatnya dua pemegang peran utama dalam interaksi edukatif,
yaitu orangtua dengan anak. Dalam interaksi ini kedua belah pihak mempunyai
peran masing-masing orangtua berperan sebagai pendidik dengan mengasuh,
membimbing, memberi teladan, dan pembelajaran kepada anak. Sang anak sebagai
peserta didik, melakukan kegiatan belajar dengan cara berpikir menghayati dan
berbuat di dalam dan terhadap dunia kehidupannya.[15]
Pendidikan
dalam kehidupan keluarga adalah kewajiban dan tanggungjawab orangtua yang pada dasarnya merupakan ibadah
dalam arti luas untuk membina dan mengembangkan kemampuan serta kepribadian
anak sebagai generasi penerus keluarga sehingga siap dan mampu menunaikan tugas
hidupnya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah SWT.[16]
Hal
serupa juga dikatakan oleh Hasbullah bahwasanya kewajiban orangtua
tidak hanya sekedar memelihara eksistensi anak untuk menjadikannya kelak
sebagai seorang pribadi, tetapi juga memberikan pendidikan anak sebagai individu yang tumbuh dan
berkembang.[17]
Untuk
mewujudkan hal tersebut, maka dibutuhkan adanya perhatian orangtua terhadap pendidikan keagamaan anak,
yakni mencurahkan, memperhatikan, dan senantiasa mengikuti perkembangan anak
dalam pembinaan aqidah, moral serta ibadah atau hal-hal yang berkaitan dengan
ajaran agama Islam, disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan
jasmani dan daya hasil ilmiahnya.
Sebagaimana
pendapat Hasan Langgulung yang menyatakan bahwa pendidikan agama dan spiritual
termasuk bidang-bidang pendidikan yang harus mendapatkan perhatian penuh oleh
keluarga terhadap anak-anaknya. Pendidikan agama dalam spiritual ini berarti
membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada
peda anak melalui bimbingan agama yang sehat dan mengamalkan ajaran-ajaran
agama dan upacara-upacaranya. Begitu juga membekalkan anak dengan
pengetahuan-pengetahuan agama dan kebudayaan Islam yang sesuai dengan umurnya
dalam bidang aqidah, ibadah, mu’amalah, dan sejarah. Juga mengajarkan kepada
anak cara-cara yang betul untuk menunaikan syiar-syiar dan kewajiban-kewajiban
agama, dan menolongnya mengembangkan sikap agama yang betul dan selalu
mengawasinya dalam segala perbuatan dan perkataan.[18]
Meskipun
anak sudah dititipkan pada pihak sekolahkan, namun tanggung jawab tidak
sepenuhnya di pihak sekolah, orangtua
juga harus tetap menunjukkan kepeduliannya terhad perkembangan keimanan dan amal ibadah anak.
Kepedulian itu dapat ditunjukkan dalam bentuk pertanyaan, diskusi atau
memperhatikan sikap dan perilakunya. Dengan demikian, keraguan atau kemungkinan
untuk terjadinya kecemasan pada anak dalam menghadapi hal-hal baru atau berbeda
dengan apa yang terbiasa dialaminya di dalam keluarga, segera dapat
dihilangkan.
Orangtua
memang sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak, lebih-lebih pada pendidikan
keagamaan, yang mana setiap orangtua
menjadi cerminan bagi anak dalam bersikap dan berprilaku. Maka, peran orangtua disini sangat
besar dalam membimbing dan mengarahkan anak kepada hal-hal yang berkaitan
dengan ajaran Islam yang diredhai Allah SWT, agar terlepas dari api neraka atau
dalam mencapai kenikmatan surgawi, sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا
أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا
مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ
مَا يُؤْمَرُونَ (التحريم: 6) [19]
“Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu, panjangnya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. al-Tahrim: 6)
Sebagai seorang pendidik, orangtua harus
memperhatikan anak didiknya dalam meraih prestasi, baik di rumah ataupun
disekolahan. Yakni dengan memperhatikan semua aspek yang berkaitan dengan
belajar siswa, diantaranya adalah peralatan belajar siswa, kenyamanan belajar, serta perubahan prestasinya, disamping memperhatikan
seluruh gerak
gerik atau tindak-tanduknya.
Perhatian orangtua sebagai
pendidik dikatakan sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak, karena orangtua merupakan orang
yang terdekat dalam pertama kali dikenal oleh anak, juga orang pertama yang memberikan perhatian serta
kasih sayang. Ketika anak lahir, dia dalam keadaan fitrah, tanpa pengetahuan
apapun dan tidak mampu berbuat apa-apa. Sehingga perhatian dan kasih sayang orangtualah yang bisa membantu anak menjadi tumbuh dan
berkembang sesuai yang diajarkan orangtua
tersebut kepadanya. Dalam hal ini Rasulullah Saw memberikan isyarat, sebagai
berikut:
عن
أبى هريرة إنه كان يقول، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ما من مولود يولد الا على
الفطرة فأبواه يهودانه وينصرانه ويمجسانه [20]
“Dari
Abu Hurairah sesungguhnya beliau berkata, Rasulullah Saw bersabda: tiada anak
yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak itu
sebagai Yahudi, Nasrani dan Majusi”
Dalam pendidikan keagamaan
(agama Islam), ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan oleh orangtua, yaitu:
1)
Aspek Aqidah (Tauhid)
2)
Aspek Ibadah
3)
Aspek Akhlak
[1] John, M. Echols dan Hasan Sadzali,
[2] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
3, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002), cet. 2, hlm. 857
[3] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1990), hlm. 32
[4] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1995), hlm. 14
[5] Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung: Mandar Maju,
1991), hlm. 111
[6] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1995), hlm. 105
[7] Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka cipta, 1998),
hlm. 145
[8] Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 1992), hlm. 52
[9] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1982), hlm. 19
[10] Raymond F. Pallution, Invitation to the Psychology of Religious,
(Allyn and Bacon, Massachiessets, 1996), hlm. 12
[11] Wasty Soemanto, op.cit., hlm. 32-33
[12] Sumadi Suryabrata, op.cit., hlm. 14-15
[13] Abu Ahmadi, op.cit., hlm. 148-149
[14] Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.
38
[15] Jalaludin Rakhmat, Muchtar Ganda Atmaja, Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern,
(Bangdung: Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 23
[16] Ibid, hlm. 24
[17] Hasbullah, op.cit., hlm. 40
[18] Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986), hlm. 371
[19] Departemen Agama RI, al- Qur'an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan
Penyelenggara penerjemah al-Qur'an), hlm. 951
[20] Shahih Bukhari, (Bandung:
Dahlan), hlm. 458