Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan perilaku ada lima macam, diantaranya yaitu :
a. Lingkungan Keluarga
Pertamakali yang dikenal seorang anak adalah lingkungan keluarga yaitu tempat yang pertama kali anak menerima pendidikan dari orang tuanya, kepribadian orang tua, sikap hidup dan cara hidup merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung dengan sendirinya akan masuk ke dalam pembentukan perilaku anak.[1]
Suasana keluarga sangat penting bagi perkembangan perilaku anak. Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang harmonis dan agamis dalam arti orang tua memberikan curahan kasih sayang, perhatian serta bimbingan dalam kehidupan berkeluarga, maka perkembangan perilaku anak tersebut cenderung positif. Dan sebaliknya, anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang broken home, kurang harmonis, orang tua bersikap keras terhadap anaknya atau tidak memperhatikan nilai-nilai agama dalam keluarga, maka cenderung akan mengalami perilaku yang menyimpang.[2]
a. Lingkungan Sekolah
Tempat pendidikan yang kedua kalinya setelah keluarga yaitu sekolah. Di sekolah anak akan dibina, dididik, diasuh, dibimbing oleh seorang guru. Guru adalah wakil dari orang tua yang berkewajiban mengajarkan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan sekaligus menanamkan nilai-nilai moral dalam rangka pembentukan perilaku ihsan dalam pergaulan dengan anak.[3]
Setelah masuk sekolah anak mulai bergaul dengan teman sebayanya dan menjadi anggota dari kelompoknya. Pada saat itulah ia mengalihkan perhatiannya untuk mengembangkan sifatnya atau perilaku yang cocok atau dikagumi teman-temannya walaupun mungkin tidak sesuai dengan harapan orang tuanya. Melalui bergaul dengan teman-temannya anak belajar menilai dirinya sendiri dan kedudukannya dalam kelompok.[4]
b. Lingkungan Masyarakat
Manusia dalam kehidupannya selalu mengadakan hubungan dengan sesama orang lain. Oleh sebab itu lingkungan masyarakat juga membentuk akhlak baik dalam hal positif maupun negatif.
Selain itu, setiap lingkungan masyarakat (ras, bangsa, suku) memiliki tradisi, adat atau kebudayaan yang khas. Tradisi atau kebudayaan suatu masyarakat memberikan cara berfikir maupun bersosialisasi dengan orang lain. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan antara masyarakat modern yang budayanya relatif maju dengan masyarakat primitif yang budayanya relatif masih sederhana.[5]
[1]Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematika, FIP. IKIP. Yogyakarta, 1987, hlm. 33.
[2]Ibid, hlm. 120.
[3]Zakiah Darajjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1976, hlm. 127.
[4]Ibid, hlm. 128.
[5]Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2000, hlm. 128-129.
a. Lingkungan Keluarga
Pertamakali yang dikenal seorang anak adalah lingkungan keluarga yaitu tempat yang pertama kali anak menerima pendidikan dari orang tuanya, kepribadian orang tua, sikap hidup dan cara hidup merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung dengan sendirinya akan masuk ke dalam pembentukan perilaku anak.[1]
Suasana keluarga sangat penting bagi perkembangan perilaku anak. Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang harmonis dan agamis dalam arti orang tua memberikan curahan kasih sayang, perhatian serta bimbingan dalam kehidupan berkeluarga, maka perkembangan perilaku anak tersebut cenderung positif. Dan sebaliknya, anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang broken home, kurang harmonis, orang tua bersikap keras terhadap anaknya atau tidak memperhatikan nilai-nilai agama dalam keluarga, maka cenderung akan mengalami perilaku yang menyimpang.[2]
a. Lingkungan Sekolah
Tempat pendidikan yang kedua kalinya setelah keluarga yaitu sekolah. Di sekolah anak akan dibina, dididik, diasuh, dibimbing oleh seorang guru. Guru adalah wakil dari orang tua yang berkewajiban mengajarkan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan sekaligus menanamkan nilai-nilai moral dalam rangka pembentukan perilaku ihsan dalam pergaulan dengan anak.[3]
Setelah masuk sekolah anak mulai bergaul dengan teman sebayanya dan menjadi anggota dari kelompoknya. Pada saat itulah ia mengalihkan perhatiannya untuk mengembangkan sifatnya atau perilaku yang cocok atau dikagumi teman-temannya walaupun mungkin tidak sesuai dengan harapan orang tuanya. Melalui bergaul dengan teman-temannya anak belajar menilai dirinya sendiri dan kedudukannya dalam kelompok.[4]
b. Lingkungan Masyarakat
Manusia dalam kehidupannya selalu mengadakan hubungan dengan sesama orang lain. Oleh sebab itu lingkungan masyarakat juga membentuk akhlak baik dalam hal positif maupun negatif.
Selain itu, setiap lingkungan masyarakat (ras, bangsa, suku) memiliki tradisi, adat atau kebudayaan yang khas. Tradisi atau kebudayaan suatu masyarakat memberikan cara berfikir maupun bersosialisasi dengan orang lain. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan antara masyarakat modern yang budayanya relatif maju dengan masyarakat primitif yang budayanya relatif masih sederhana.[5]
[1]Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematika, FIP. IKIP. Yogyakarta, 1987, hlm. 33.
[2]Ibid, hlm. 120.
[3]Zakiah Darajjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1976, hlm. 127.
[4]Ibid, hlm. 128.
[5]Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2000, hlm. 128-129.