A. Latar Belakang
Berbicara evolusi agama ada baiknya bila lebih dahulu diberi pengertian tentang evolusi itu sendiri. Dalam Kamus Inggris Indonesia, evolusi berasal dari kata evolution yang artinya perkembangan.[1] Dalam Kamus Belanda Indonesia, Epolutie berarti (gerak berputar; gerak yang sulit; pertumbuhan atau perkembangan pelahan-lahan; evolusi; perubahan haluan atau arah).[2] Dalam Kamus populer kata evolusi diartikan sebagai kemajuan (perkembangan) secara berangsur-angsur (bertingkat-tingkat, sedikit demi sedikit).[3]
Memperhatikan arti kata evolusi diatas, maka yang dimaksud evolusi agama dalam tulisan ini adalah perkembangan asal usul atau asal mula agama. Kata agama itu sendiri menurut Zainal Arifin Abbas berasal dari dua suku kata yaitu suku A dan suku GAMA. Yang pertama bermakna “tidak” dan yang kedua bermakna “kacau”. [4] Dalam hubungannya dengan kata agama Harun Nasution mengemukakan:
Dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din ( ) dari bahasa Arab dan kata religi dari bahasa Eropa. Agama berasal dari kata sanskret. Satu pendapat mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turun temurun. Agama memang mempunyai sifat yang demikian. Ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa agama berati teks atau kitab suci. Dan agama-agama memang mempunyai kitab-kitab suci. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa gam berarti tuntunan. Memang agama mengandung ajaran-ajaran yang menjadi tuntunan hidup bagi penganutnya.[5]
Ketika para sarjana mencoba merumuskan teori-teori tentang asal mula terjadinya agama, ilmu pengetahuan yang disebut Antropologi belum ada, yang baru ada adalah etnografi, lukisan tentang suku-suku bangsa sederhana yang kemudian menjadi etnologi, yaitu ilmu tentang bangsa-bangsa (sederhana). Di antara para ahli yang berpendapat tentang asal mula agama itu sebagaimana dikemukakan Koentjaraningrat adalah ahli sejarah C. de Brosses (1769), ahli filsafat August Comte (1850), ahli filologi F.Max Muller (1880) dan lainnya. Kemudian barulah muncul teori-teori dari para ahli Antropologi seperti E.B. Tylor (1880), R.R.Marett (1909), J.G.Frazer (1890), E.Durkheim (1912) dan W.Schmidt (1921). [6]
Sarjana yang dianggap pertama kali mengemukakan pendapat bahwa asal mula dari agama adalah animisme (paham tentang jiwa atau roh) ialah sarjana Antropologi Inggris E. B. Tylor dalam bukunya “Primitive Culture”, Researches Into the Development of Mythology, Philosophy, Religion, Language, Art and Custom (1873). Ia berpendapat asal mula agama adalah kepercayaan manusia tentang adanya jiwa. Mengapa manusia sederhana itu menyadari tentang adanya jiwa atau roh, dikarenakan yang nampak dan dialaminya sebagai berikut:
- Peristwa hidup dan mati
Bahwa adanya hidup karena adanya gerak, dan gerak itu terjadi karena adanya jiwa. Selama jiwa itu ada dalam tubuh maka nampak tubuh itu bergerak, apabila jiwa itu lepas dari tubuh berarti mati dan tubuh tidak bergerak lagi.
- Peristiwa mimpi
Bahwa ketika manusia itu tidur atau pingsan ia mengalami mimpi di mana tubuh itu diam dan masih ada gerak (nafas), tetapi ia tidak sadar karena sebagian dari jiwanya terlepas dan gentayangan ke tempat lain, sehingga jiwa yang terlepas itu bertemu dengan jiwa yang lain, baik jiwa manusia yang masih hidup atau yang sudah mati, mungkin juga dengan jiwa makhluk yang lain. Kemudian setelah jiwa itu kembali ke dalam tubuh maka ia menjadi sadar, ingat dan bergerak kembali.[7]
Dalam konteksnya dengan pendapat E. B. Tylor di atas yang pembahasan utamanya mengenai animisme, maka yang paling merupakan hal yang pokok adalah pada jiwa (soul) di mana orang-orang primitif sangat di pengaruhi oleh dua hal yaitu pertama apakah yang menyebabkan manusia hidup dan mati, demikian juga yang menyebabkan manusia tidak sadar bangun atau terjaga, sakit dan mati. Kedua, apa yang muncul pada orang sedang tidur atau mimpi. Dari sini kemudian dia menyimpulkan adanya dua hal yang ada pada manusia yaitu kehidupannya dan bayangannya.[8]
Sebagai fenomena religius, animisme tampaknya bersifat universal, terdapat dalam semua agama, bukan pada orang-orang primitif saja, meskipun penggunaan populer dari istilah itu sering dikaitkan dengan agama-agama “primitif” atau masyarakat kesukuan. Animisme dapat kita definisikan sebagai kepercayaan pada makhluk-makhluk adikodrati yang dipersonalisasikan. Manifestasinya adalah dari Roh yang Mahatinggi hingga pada roh halus yang tak terhitung banyaknya, roh leluhur, roh dalam obyek-obyek alam.[9]
Jika dikaji teori E. B. Tylor, bahwa pada intinya ia menganggap asal mula dari agama adalah animisme (paham tentang jiwa atau roh). Alasannya: (1) Di dunia ini tidak ada benda yang tidak berjiwa; (2) Yang terpenting adalah jiwa dan bukan benda (materi) karena tanpa jiwa maka semuanya akan mati; (3) Matahari, bulan, bintang bergerak dan bercahaya karena mempunyai jiwa. Itulah sebabnya ia menganggap animisme adalah paham, semua benda mempunyai roh. Yang menjadi masalah mengapa ia berteori seperti itu dan apakah latar belakangnya? Sedangkan dalam berbagai kepustakaan tidak sedikit para sarjana yang menentang teorinya dan dari sini pulalah menariknya teori E.B Tylor dikaji dengan harapan dapat memperkaya khasanah kepustakaan fakultas ushuluddin pada jurusan Perbandingan Agama.
Atas dasar itulah mendorong penulis untuk mengangkat tema ini dengan judul “EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT EDWARD BURNET TYLOR ”
B. Pokok Masalah
Pokok masalah merupakan penjabaran dari tema sentral masalah menjadi beberapa sub masalah yang spesifik, yang dirumuskan berupa kalimat tanya.[10] Adapun yang menjadi pokok masalah sebagai berikut:
- Bagaimana teori E.B.Tylor tentang evolusi agama ?
- Bagaimana kritik terhadap teori E.B.Tylor?
C. Tujuan penulisan
- Untuk mengetahui teori E. B. Tylor tentang evolusi agama
- Untuk mengetahui kritik terhadap teori E. B. Tylor.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian di Perpustakaan Ushuluddin, sepanjang pengetahuan penulis ada dua skripsi yang judulnya hampir mirip dengan judul skripsi ini. Kedua skripsi yang di maksud dikemukakan di bawah ini:
- Skripsi yang berjudul “Evolusi Konsep Tentang Tuhan Dalam Al-Qur'an (Analisis Semantik Terhadap Kata Illah Dan Rabb Dalam Al-Qur'an)” disusun oleh Muhammad Nasih (4198010). Di antara kesimpulan skripsi tersebut yang ada hubungannya dengan judul di atas yaitu orang-orang dari aliran evolusi dalam teorinya tentang asal-usul agama mengambil kesimpulan bahwa kepercayaan tentang adnya Tuhan yang Maha Tinggi bukanlah bentuk yang tertua, tatapi berasal dari elemen-elemen lain, seperti animisme, dinamisme (pra-animisme), totemisme, fetishisme dan sebagainya. Di kalangan ahli-ahli pikir muslim teori evolusi ini tidaklah aneh. Dalam hubungan ini dikatakan bahwa Muhammad Abduh (1849-1905) dialah yang dikatakan orang yang pertama-tama mempergunakan teori evolusionisme dalam analisisnya tentang wahyu dan risalah (kerasulan). Dikatakan juga bahwa Ameer Ali dalam bukunya The Spirit of Islam (1922) dan Muhammad Iqbal The Recontruction of Religious Thought in Islam (1944) jelas terpengaruh oleh teori evolusi ini.
- Skripsi yang berjudul “Konsep Tuhan Dalam Agama Islam Dan Kristen (Telaah Filsafat Perenial)” disusun oleh Suratmin (4198046). Penulis skripsi tersebut dalam temuannya menjelaskan konsep Tuhan dalam agama Islam bila dilihat dari pemahaman yang luas dan obyektif tenyata konsep ketuhanannya benar-benar bersifat monoteisme murni. Hal ini ditunjukkan misalnya dalam al-Qur'an surat al-Ikhlas yang pada intinya bahwa Tuhan itu Esa. Kepercayaan atau keyakinan seperti ini bukan hanya terdapat dalam teori atau kitab suci al-Qur'an melainkan tercernin pula dalam praktek kehidupan beragama sehari-hari. Sementara dalam konsep Kristen meskipun di satu sisi ia menganggap konsep ketuhanannya bersifat monoteisme namun di sisi lain telah terjadi sebuah pembagian tiga unsur menjadi satu dan satu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari yang tiga itu yang kemudian terkenal dengan istilah tri tunggal. Jika konsep ketuhanan Kristen dikaji secara obyektif nampaknya konsep ketuhanannya tidak lagi bersifat monoteisme murni.
Adapun beberapa kepustakaan yang ada relevansinya dengan judul di atas dapat dikemukakan di bawah ini:
- Buku yang berjudul Antropologi Agama Bagian I disusun oleh H. Hilman Hadi Kusuma. Buku ini mengungkapkan tentang teori asal mula agama, agama budaya Indonesia, aliran kebatinan dan kepercayaan dalam pendekatan antropologi. Pengarang buku tersebut mengungkapkan teori E.B. Tylor bahwa menurut manusia yang masih sederhana telah menyadari tentang adanya jiwa atau (roh) yang bersemayam dalam tubuh yang menyebabkan manusia itu hidup dan ada jiwa yang sudah lepas dari tubuh (sudah mati). Apabila tubuh sudah mati, karena tubuh sudah membusuk, tubuh sudah hancur tidak utuh lagi, tubuh sudah dikubur ke dalam tanah, tubuh sudah dibakar menjadi abu, maka jiwanya tidak ada lagi. Jiwa yang sudah lepas dari tubuh itu gentayangan tanpa wujud di alam sekitar, jiwa-jiwa inilah yang dikatakan roh-roh halus atau spirit yang disebut jin atau hantu dan sebagainya.[11]
- Buku yang berjudul Metode Penelitian Agama Perspektif Ilmu Perbandingan Agama oleh H. Dadang Kahmad. Dalam karyanya, penulis buku ini di samping mengulas berbagai metode penelitian perbandingan agama juga sedikit banyak mengulas tentang asal mula agama. Dalam temuannya, penulis buku ini mengetengahkan bahwa pada tingkat selanjutnya dalam evolusi agama manusia percaya gerak alam ini disebabkan yang berada di belakang peristiwa dan gejala alam itu. Sungai-sungai yang mengalir, gunung yang meletus, angin topan yang menderu, pergerakan matahari, bulan dan tumbuh-tumbuhan semuanya disebabkan oleh jiwa alam ini. Kemudian jiwa alam tersebut dipersonifikasikan, dianggap sebagai makhluk-makhluk suatu pribadi, dan mempunyai kemauan dan pikiran. Makhluk halus yang ada di belakang gerak alam seperti itu disebut dewa-dewa alam. Tingkat kedua inilah disebut politeisme (poli berarti banyak dan theos berarti Tuhan) dan tingkat sebelumnya adalah manisme atau pemujaan terhadap roh nenek moyang.[12] Tingkat ketiga atau terakhir dari evolusi agama menurut E.B.Tylor, yaitu bersamaan dengan timbulnya susunan kenegaraan di dalam masyarakat manusia, serta timbulnya kepercayaan bahwa alam dewa-dewa itu juga hidup dalam susunan kenegaraan yang serupa dengan susunan kenegaraan manusia. Pada kehidupan para dewa pun dikenal susunan pangkat dewa-dewa, dimulai dari dewa yang tertinggi, yaitu raja dewa sampai kepada dewa yang terendah.
- Fenomenologi Agama oleh Syamsuddin Abdullah, dkk
- Metodologi Ilmu Perbandingan Agama oleh Romdon.
- Perkembangan Pikiran terhadap Agama oleh Zainal Arifin Abbas.
- Pengantar Ilmu Antropologi oleh Koentjaraningrat.
- Ilmu Perbandingan Agama oleh Adeng Muchtar Ghazali.
- Primitive Culture”, Researches Into the Development of Mythology, Philosophy, Religion, Language, Art and Custom oleh E. B. Tylor.
E. Metode Penulisan
Metode penulisan adalah cara yang dipakai dalam mengumpulkan data.[13] Maka dalam hal ini penulis menggunakan metode sebagai berikut :
1. Metode pengumpulan data
Menurut Sumardi Suryabrata, kualitas data ditentukan oleh kualitas alat pengambil data atau alat pengukurnya.[14] Berpijak dari keterangan tersebut, penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa teknik dokumentasi atau studi dokumenter yaitu dengan meneliti sejumlah kepustakaan (library research), kemudian memilah-rnilahnya berdasarkan otoritas atau kualitas keunggulan pengarangnya.
2. Metode pengolahan data
Mengolah data berarti menimbang, menyaring, mengatur dan mengklasifikasikan.[15] Maka dalam konteksnya dengan judul skripsi di atas, terhadap data-data yang bersifat dokumenter atau library research diperiksa kembali atau diteliti satu persatu, kemudian data-data tersebut diberi tanda atau kode, mana yang termasuk data primer dan mana yang sekundernya. Teknik tersebut di maksudkan untuk menghasilkan data yang cukup reliabel dan valid.
3. Metode analisis data
Analisis data adalah proses menyusun data agar data tersebut dapat ditafsirkan.[16] Da1am hal ini penulis menggunakan analisis data kualitatif. Yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka secara langsung.[17] Sebagai pendekatannya, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.[18] Dengan demikian penulis akan menggambarkan teori E. B. Tylor tentang evolusi agama primitif. Oleh karena titik berat kajian bersifat menganalisis isi buku maka dapat dikatakan menggunakan metode Content Analysis. Di samping itu digunakan pula pendekatan analisis deduktif yaitu berangkat dari pemikiran dan kesimpulan yang bersifat umum menuju kepada yang khusus. Demikian pula akan digunakan pendekatan induktif yaitu berangkat dari hal yang bersifat khusus menuju kepada kesimpulan yang bersifat umum.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing menampakkan titik berat yang berbeda, namun dalam satu kesatuan yang berhubungan.
Bab pertama : bab ini berisi pendahuluan, merupakan gambaran umum secara global namun integral komprehensif dengan memuat: latar belakang; pokok permasalahan; tujuan penulisan; tinjauan pustaka; metode penulisan; dan sistematika penulisan. Dalam bab pertama ini tampak penggambaran isi skripsi secara keseluruhan namun dalam satu kesatuan yang ringkas dan padat guna menjadi pedoman untuk bab II, III, IV dan V.
Bab kedua : berisi tentang teori-teori asal mula agama yang meliputi teori jiwa; teori batas akal; teori krisis dalam hidup individu; teori kekuatan luar biasa; teori sentimen kemasyarakatan dan teori wahyu Tuhan. Dalam hal ini hendak dikemukakan pula tokoh-tokoh yang menolak teori E.B. Tylor.
Bab ketiga berisi : tentang evolusi agama menurut E.B Tylor. Dalam bab ini dikemukakan tentang biografi EB. Tylor dan karya-karyanya; pendapat E.B. Tylor tentang evolusi agama; latar belakang dan alasan E.B. Tylor mengemukakan evolusi agama.
Bab keempat berisi : tentang analisis teori evolusi agama menurut E.B. Tylor dan implikasinya dalam kehidupan beragama. Dalam hal ini dianalisis pendapat E.B. Tylor tentang teori evolusi agama; dan kritik terhadap teori E.B. Tylor
Bab kelima: bertitik tolak pada uraian bab pertama, kedua, ketiga dan analisis pada bab keempat maka sampailah pada kesimpulan, saran-saran dan penutup. Dengan demikian keseluruhan isi skripsi tergambar secara jelas dan padu yang satu sama lainnya merupakan mata rantai yang tak terpisah.
[1] John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, An English-Indonesian Dictionary, PT Gramedia Jakarta, 2000, hlm.221
[2] S. Wojowasito, Kamus Umum Belanda Indonesia, PT Ichtiar baru van hoeve, Jakarta , 1992, hlm.184.
[3] Habeyb, Kamus Populer, Centra, Jakarta, 1978, hlm.113.
[4] Zainal Arifin Abbas, Perkembangan Pikiran Terhadap Agama, jilid I, Pustaka al-Husna, Jakarta , 1984, hlm.39.
[5] Harun Nasution , Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, UI Press, Jakarta, 1985, hlm. 9.
[6] Koentjaranigrat, Pengantar Antropologi, Penerbit Universitas Jakarta , 1966, hlm. 29.
[7] H. Hilman Hadi Kusuma, Antropologi Agama Bagian I (Pendekatan Budaya Terhadap Aliran Kepercayaan, Agama Hindu, Budha, Kong Hu Cu, di Indonesia), PT. Citra Adtya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 29.
[8] Zakiah Daradjat, dkk., Perbandingan Agama I, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 81.
[9] Mariasusai Dhavamony, terj. A. Sudiarja et.al, Fenomenologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1995, hlm. 67.
[10] Didi Atmadilaga, Panduan Skripsi, Tesis, Disertasi, Pionir Jaya, Bandung, 1997, hlm. 87.
[11] H. Hilman Hadi Kusuma, op. cit., hlm. 30.
[12] H. Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama Perspektif Ilmu Perbandingan Agama, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hlm. 39l
[13] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT. Rineka Cipta, Jakarta. 2002, hlm. 194. C.f. Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Telaah Positivistik Rasionalistik, Phenomenologik Realisme Metaphisik, Rake Sarasin, Yogyakarta, 1992, hlm. 15. Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, 1985, hlm. 51.
[14] Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, h1m.84.
[15] Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Alumni Bandung, 1986 hlm. 76.
[16] H. Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama, CV Pustaka Setia, Bandung, 2000, hlm. 102.
[17] Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 134.
[18] Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1993, hlm. 63.