Seperti halnya belajar, perilaku disiplin juga dipengaruhi banyak faktor-faktor yang memberi motivasi kepada individu untuk berperilaku disiplin, di bawah ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kedisiplinan, antara lain :
a. Faktor Intern
Faktor intern atau istilahnya faktor endogen ialah faktor yang dibawa oleh individu sejak dalam kandungan hingga lahir,[1] jadi merupakan faktor dari dalam diri individu. Faktor ini meliputi :
1) Faktor Pembawaan
Faktor pembawaan memiliki peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Mengenai faktor pembawaan ini banyak sekali ahli-ahli yang mengemukakan pendapatnya antara lain :[2]
a) John Locke dari Inggris (1632 – 1704) berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini sebagai kertas kosong, John locke berkeyakinan bahwa anak dilahirkan tidak dengan pembawaan.
b) JJ. Rousseau dari Perancis (1712 – 1778) berpendapat bahwa semuanya baik waktu baru datang dari sang pencipta, tetapi semua menjadi buruk di tangan manusia.
c) Arthur Khopenhaur dari Jerman (1788 – 1860) berpendapat bahwa anak dilahirkan dengan pembawaan baik dan buruk.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anak pada waktu dilahirkan membawa pembawaan dan pembawaan itu meliputi pembawaan baik dan buruk. Jadi seseorang dilahirkan ke dunia ini sudah memiliki sifat aslinya yang dibawa sejak lahir yang nantinya akan berkembang dengan adanya pengaruh-pengaruh dari luar. Dalam pandangan Islam manusia adalah makhluk yang lahir dalam keadaan suci (fitrah).
Hal ini mneunjukkan bahwa sifat-sfait pembawaan yang dibawa seseorang sejak kecil akan mempengaruhi tingkah laku seeorang itu selanjutnya, termasuk jika berpengaruh terhadap diri pribadi seseorang selanjutnya, termasuk juga berpengaruh terhadap perilaku kedisiplinan.
2) Faktor Pola Pikir
Pola pikir seseorang atau masyarakat suatu daerah dapat mempengaruhi pada sikap hidup seseorang itu, karena pola pikir atau cara pandang seseorang atau masyarakat suatu daerah yang satu berbeda dengan cara pandang seseorang masyarakat suatu daerah yang lainnya. Contohnya saja orang jawa mempunyai prinsip “alon-alon waton kelakon” atau “pelan-pelan asal tercapai”. Prinsip ini akan berpengaruh, khususnya dalam menggunakan waktu. Orang yang mempunyai prinsip seperti di atas, apabila dalam mengerjakan suatu pekerjaan, ia akan menggunakan waktu dengan santai, yang penting selesai dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukannya, walaupun dalam jangka yang lama.
Lain lagi orang yang mengikuti prinsip orang-orang barat, yaitu prinsip “time is money”. Orang yang berprinsip seperti ini, biasanya akan lebih memanfaatkan waktu sebaik dan seefisien mungkin. Pelajar akan menggunakan waktu dengan sebaik mungkin untuk belajar, pengusaha juga akan memanfaatkan waktu seefisien mungkin untuk bekerja. Jadi pola pikir atau cara pandang seseorang atau masyarakat suatu daerah mempengaruhi tingkat kedisiplinan seseorang itu sendiri.
3) Faktor Motivasi
Motive berasal dari kata bahasa latin “movere” yang kemudian menjadi “motion” merupakan daya dorong, daya gerak atau penyebab seseorang untuk melakukan berbagai kegiatan dan dengan tujuan-tujuan tertentu. Hal ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Atkinson, et.al, halaman 314, “Motivasi refres to the factors that energize and direct behavior”. (motivasi mengacu pada faktor-faktor yang menggerakkan dan mengarahkan tingkah laku). Keberhasilan dalam kegiatan belajar, bukan hanya ditentukan oleh faktor intelektual, tetapi juga faktor-faktor non-intelektual, termasuk salah satunya adalah motivasi.[3]
Mc. Donald mengatakan bahwa, motivation is a energy change within person characterized by affective arousal and anticipation goal reactions. Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. dalam aktivitas belajar motivasi mempunyai peranan yang strategis dan sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.[4]
Motivasi seseorang dapat bersumber dari dalam diri seseorang atau intrisik yang dikenal sebagai motivasi internal, dan dari luar seseorang atau ekstrinsik, yang dikenal sebagai motivasi eksternal. Yang dimaksud dengan motivasi intrisik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik, yaitu motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.[5]
Sebagai ilustrasi misalnya, seorang anak membaca sebuah buku, karena ia ingin mengetahui kisah seorang tokoh, bukan karena tugas sekolah. Contoh lain adalah seorang anak termotivasi untuk belajar semata-mata untuk menguasai niali-nilai yang terkandung dalam bahan pelajaran, bukan karena keinginan lain seperti ingin mendapat pujian, nilai yang tinggi atau hadiah. Dalam hal ini motivasi intrisik telah mengarah pada timbulnya motivasi berprestasi. Jadi penguatan terhadap motivasi intrisik ini perlu diperhatikan oleh para pendidik, baik itu guru, maupun orang tua. Sebab disiplin merupakan kunci keberhasilan belajar.[6]
Contoh motivasi ekstrinsik adalah orang berbuat sesuatu karena dorongan dari luar seperti adanya hadiah dan menghindari hukuman. Motivasi ini banyak dilakukan di sekolah dan di masyarakat. Hadiah dan hukuman sering digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar. Jika anak belajar dengan hasil memuaskan, maka ia memperoleh hadiah dari guru atau orang tua, sebaliknya jika hasilnya tidak baik, maka ia akan memperoleh peringatan atau hukuman.[7]
Jadi, diharapkan dengan adanya motivasi yang kuat dalam diri tiap-tiap individu, baik itu motivasi instrisik maupun motivasi ekstrinsik, akan dapat meningkatkan kedisiplinan, terutama kedisiplinan dalam belajar.
b. Faktor Ekstern
Yaitu faktor dari luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi sikap disiplin, faktor ini meliputi :
1) Latihan/ Pembiasaan
Perilaku disiplin dengan adanya latihan atau pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pembiasaan atau latihan, lama kelamaan akan tertanam jiwa disiplin yang kuat dalam diri individu, yang nantinya akan terbentuk dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari.
Latihan disiplin bagi seorang individu dapat dimulai di rumah, dari hal terkecil, misalnya : merapikan tempat tidur, menaruh sepatu dan pakaian kotor pada tempatnya, merapikan buku dan hal yang lainnya, sehingga dengan pembiasaan tersebut anak sedikit demi sedikit akan belajar bagaimana cara hidup disiplin yang nantinya disiplin ini, akan berkembang dalam lingkup yang lebih luas, misalnya lingkup sekolah sampai lingkup masyarakat. Jadi dengan adanya pembiasaan disiplin di dalam diri kita, maka akan tercermin dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akan memupuk rasa tanggung jawab yang besar dalam melakukan sesuatu.
2) Faktor Lingkungan
Lingkungan dalam pengertian umum, artinya di sekitar kita. Lingkungan sering sebagai faktor luar, lain dengan pembawaan yang sering disebut sebagai faktor dalam. Lingkungan sering pula disebut dengan milleu dan envioronment.[8] Lingkungan ini mengitari manusia sejak manusia dilahirkan sampai dengan meninggalnya. Antara lingkungan dan manusia ada pengaruh yang timbal balik, artinya lingkungan mempengaruhi manusia, dan sebaliknya, manusia juga mempengaruhi lingkungan sekitarnya.
Sebagai faktor eksternal, lingkungan terdiri atas dua macam yakni faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial. Lingkungan sosial anak dalam sekolah adalah guru, staf administrasi dan teman-teman sekelas. Selanjutnya yang termasuk lingkungan sosial anak dalam masyarakat adalah tetangga, teman-teman sepermainan disekitar perkampungan anak tersebut. Kondisi masyarakat di lingkungan kumuh dan anak-anak penganggur, misalnya akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar anak. Sedangkan yang termasuk lingkungan non sosial adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal dan letaknya, alat-belajar. Keadaan cuaca dan waktu belajar. Faktor ini turut menentukan tingkat keberhasilan belajar.[9]
Tetapi lingkungan disini cakupannya adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Keluarga, dimana anak di asuh dan dibesarkan, akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Misalnya keadaan ekonomi rumah tangga, tingkat kemampuan orang tua merawat dan mendidik, serta tingkat pendidikan orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan pendidikan anak, khususnya tingkat kedisiplinan dalam belajar.[10]
Di dalam keluarga, seorang anak banyak menghabiskan waktunya. Disinilah tempat pendidikan yang pertama bagi anak, maka sudah seyogyanya sebagai orang tua harus dapat menanamkan dan melatih sang anak untuk terbiasa hidup disiplin. Karena nilai-nilai disiplin dapat ditanamkan sejak dini oleh orang tua kepada anak-anaknya dalam lingkungan keluarga. Dan seorang anak juga harus dapat memanfaatkan dan membagi waktu dengan sebaik-baiknya, kapan waktu istirahat dan kapan waktu untuk belajar. Bila perlu orang tua harus dapat mengawasi dan membimbing anak saat belajar.
Lingkungan sekolah merupakan tempat pendidikan kedua bagi anak setelah lingkungan keluarga. Bentuk kedisiplinan di lingkungan sekolah misalnya, dalam hal mentaati peraturan sekolah, apabila pihak sekolah tidak mentaati peraturan itu sendiri maka disiplin akan sulit diterapkan. Contohnya tata tertib mengenai “ketepatan datang ke sekolah”. Apabila peraturan ini dilanggar oleh pihak sekolah sendiri, maka sudah dipastikan anak didikpun akan berperilaku yang sama, yaitu tidak disiplin, karena seorang pendidik yang seharusnya sebagai suri tauladan tidak memberikan contoh kepada anak didiknya.
Masih berpijak pada hal di atas, contoh lain misalnya guru sering terlambat dan sering pula tidak masuk kelas tanpa alasan, kalaupun mengajar hanya beberapa kali pertemuan saja. Maka hal ini akan mempengaruhi proses belajar mengajar dan dapat dipastikan anak didikpun akan mengikuti kebiasaan sang guru. Hal tersebut juga dapat berpengaruh pada kedisiplinan belajar.
Masyarakat adalah lingkungan tempat tinggal atau lingkungan sekitar anak. Mereka juga termasuk teman-teman anak tapi di luar sekolah. Di samping itu, kondisi orang-orang di desa atau kota tempat anak tinggal juga turut mempengaruhi aktivitas belajar. Anak kota umumnya lebih bersikap aktif bila dibandingkan dengan anak desa yang bersikap lebih lamban. Hal ini akan berpengaruh pada kedisiplinan dalam belajar.[11]
Pengaruh yang diterima anak dari lingkungan sekitarnya, dapat berupa pengaruh baik dan dapat pula pengaruh buruk, kelompok atau masyarakat dapat mempengaruhi kedisiplinan. Contohnya seseorang akan bisa disiplin apabila ia menjadi bagian dari suatu kelompok yang mempunyai sikap disiplin, begitu juga sebaliknya. Karena kelompok atau masyarakat yang dimasuki seorang anak akan mempengaruhi tingkat perkembangan jiwanya, termasuk sikap kedisiplinan.
Situasi lingkungan sosial yang dapat menganggu kegiatan belajar anak, seperti pengaruh negatif dari pergaulan, situasi masyarakat yang kurang memadai, permainan elektronik play station yang kesemuanya dapat mempengaruhi kedisiplinan belajar.[12]
[1]Bimo Walgito, Pengantar Pikologi Umum, Andi Ofset, Yogyakarta, hlm. 37.
[2]Sudomo Hadi, et.al, Dasar Kependidikan, Depdikbud, Surakarta, 1990, hlm. 60.
[3]Abd. Rohman Abror, Psikologi Pendidikan, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta, 1993, hlm. 114.
[4]Syaiful Bahri Djamaroh, Psikologi Belajar, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 114.
[5]Ibid, hlm. 115-116.
[6]Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hlm. 90-91.
[7]Ibid, hlm. 91-92.
[8]Sudomo Hadi, et.al, Dasar Kependidikan, Depdikbud, Surakarta, 1990, hlm. 60.
[9]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995, hlm. 137-138.
[10]M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm. 59.
[11]Ibid, hlm. 131.
[12]Halen, Bimbingan dan Konseling, Ciputat Pers, Jakarta, hlm. 132.
a. Faktor Intern
Faktor intern atau istilahnya faktor endogen ialah faktor yang dibawa oleh individu sejak dalam kandungan hingga lahir,[1] jadi merupakan faktor dari dalam diri individu. Faktor ini meliputi :
1) Faktor Pembawaan
Faktor pembawaan memiliki peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Mengenai faktor pembawaan ini banyak sekali ahli-ahli yang mengemukakan pendapatnya antara lain :[2]
a) John Locke dari Inggris (1632 – 1704) berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini sebagai kertas kosong, John locke berkeyakinan bahwa anak dilahirkan tidak dengan pembawaan.
b) JJ. Rousseau dari Perancis (1712 – 1778) berpendapat bahwa semuanya baik waktu baru datang dari sang pencipta, tetapi semua menjadi buruk di tangan manusia.
c) Arthur Khopenhaur dari Jerman (1788 – 1860) berpendapat bahwa anak dilahirkan dengan pembawaan baik dan buruk.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anak pada waktu dilahirkan membawa pembawaan dan pembawaan itu meliputi pembawaan baik dan buruk. Jadi seseorang dilahirkan ke dunia ini sudah memiliki sifat aslinya yang dibawa sejak lahir yang nantinya akan berkembang dengan adanya pengaruh-pengaruh dari luar. Dalam pandangan Islam manusia adalah makhluk yang lahir dalam keadaan suci (fitrah).
Hal ini mneunjukkan bahwa sifat-sfait pembawaan yang dibawa seseorang sejak kecil akan mempengaruhi tingkah laku seeorang itu selanjutnya, termasuk jika berpengaruh terhadap diri pribadi seseorang selanjutnya, termasuk juga berpengaruh terhadap perilaku kedisiplinan.
2) Faktor Pola Pikir
Pola pikir seseorang atau masyarakat suatu daerah dapat mempengaruhi pada sikap hidup seseorang itu, karena pola pikir atau cara pandang seseorang atau masyarakat suatu daerah yang satu berbeda dengan cara pandang seseorang masyarakat suatu daerah yang lainnya. Contohnya saja orang jawa mempunyai prinsip “alon-alon waton kelakon” atau “pelan-pelan asal tercapai”. Prinsip ini akan berpengaruh, khususnya dalam menggunakan waktu. Orang yang mempunyai prinsip seperti di atas, apabila dalam mengerjakan suatu pekerjaan, ia akan menggunakan waktu dengan santai, yang penting selesai dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukannya, walaupun dalam jangka yang lama.
Lain lagi orang yang mengikuti prinsip orang-orang barat, yaitu prinsip “time is money”. Orang yang berprinsip seperti ini, biasanya akan lebih memanfaatkan waktu sebaik dan seefisien mungkin. Pelajar akan menggunakan waktu dengan sebaik mungkin untuk belajar, pengusaha juga akan memanfaatkan waktu seefisien mungkin untuk bekerja. Jadi pola pikir atau cara pandang seseorang atau masyarakat suatu daerah mempengaruhi tingkat kedisiplinan seseorang itu sendiri.
3) Faktor Motivasi
Motive berasal dari kata bahasa latin “movere” yang kemudian menjadi “motion” merupakan daya dorong, daya gerak atau penyebab seseorang untuk melakukan berbagai kegiatan dan dengan tujuan-tujuan tertentu. Hal ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Atkinson, et.al, halaman 314, “Motivasi refres to the factors that energize and direct behavior”. (motivasi mengacu pada faktor-faktor yang menggerakkan dan mengarahkan tingkah laku). Keberhasilan dalam kegiatan belajar, bukan hanya ditentukan oleh faktor intelektual, tetapi juga faktor-faktor non-intelektual, termasuk salah satunya adalah motivasi.[3]
Mc. Donald mengatakan bahwa, motivation is a energy change within person characterized by affective arousal and anticipation goal reactions. Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. dalam aktivitas belajar motivasi mempunyai peranan yang strategis dan sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.[4]
Motivasi seseorang dapat bersumber dari dalam diri seseorang atau intrisik yang dikenal sebagai motivasi internal, dan dari luar seseorang atau ekstrinsik, yang dikenal sebagai motivasi eksternal. Yang dimaksud dengan motivasi intrisik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik, yaitu motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.[5]
Sebagai ilustrasi misalnya, seorang anak membaca sebuah buku, karena ia ingin mengetahui kisah seorang tokoh, bukan karena tugas sekolah. Contoh lain adalah seorang anak termotivasi untuk belajar semata-mata untuk menguasai niali-nilai yang terkandung dalam bahan pelajaran, bukan karena keinginan lain seperti ingin mendapat pujian, nilai yang tinggi atau hadiah. Dalam hal ini motivasi intrisik telah mengarah pada timbulnya motivasi berprestasi. Jadi penguatan terhadap motivasi intrisik ini perlu diperhatikan oleh para pendidik, baik itu guru, maupun orang tua. Sebab disiplin merupakan kunci keberhasilan belajar.[6]
Contoh motivasi ekstrinsik adalah orang berbuat sesuatu karena dorongan dari luar seperti adanya hadiah dan menghindari hukuman. Motivasi ini banyak dilakukan di sekolah dan di masyarakat. Hadiah dan hukuman sering digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar. Jika anak belajar dengan hasil memuaskan, maka ia memperoleh hadiah dari guru atau orang tua, sebaliknya jika hasilnya tidak baik, maka ia akan memperoleh peringatan atau hukuman.[7]
Jadi, diharapkan dengan adanya motivasi yang kuat dalam diri tiap-tiap individu, baik itu motivasi instrisik maupun motivasi ekstrinsik, akan dapat meningkatkan kedisiplinan, terutama kedisiplinan dalam belajar.
b. Faktor Ekstern
Yaitu faktor dari luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi sikap disiplin, faktor ini meliputi :
1) Latihan/ Pembiasaan
Perilaku disiplin dengan adanya latihan atau pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pembiasaan atau latihan, lama kelamaan akan tertanam jiwa disiplin yang kuat dalam diri individu, yang nantinya akan terbentuk dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari.
Latihan disiplin bagi seorang individu dapat dimulai di rumah, dari hal terkecil, misalnya : merapikan tempat tidur, menaruh sepatu dan pakaian kotor pada tempatnya, merapikan buku dan hal yang lainnya, sehingga dengan pembiasaan tersebut anak sedikit demi sedikit akan belajar bagaimana cara hidup disiplin yang nantinya disiplin ini, akan berkembang dalam lingkup yang lebih luas, misalnya lingkup sekolah sampai lingkup masyarakat. Jadi dengan adanya pembiasaan disiplin di dalam diri kita, maka akan tercermin dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akan memupuk rasa tanggung jawab yang besar dalam melakukan sesuatu.
2) Faktor Lingkungan
Lingkungan dalam pengertian umum, artinya di sekitar kita. Lingkungan sering sebagai faktor luar, lain dengan pembawaan yang sering disebut sebagai faktor dalam. Lingkungan sering pula disebut dengan milleu dan envioronment.[8] Lingkungan ini mengitari manusia sejak manusia dilahirkan sampai dengan meninggalnya. Antara lingkungan dan manusia ada pengaruh yang timbal balik, artinya lingkungan mempengaruhi manusia, dan sebaliknya, manusia juga mempengaruhi lingkungan sekitarnya.
Sebagai faktor eksternal, lingkungan terdiri atas dua macam yakni faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial. Lingkungan sosial anak dalam sekolah adalah guru, staf administrasi dan teman-teman sekelas. Selanjutnya yang termasuk lingkungan sosial anak dalam masyarakat adalah tetangga, teman-teman sepermainan disekitar perkampungan anak tersebut. Kondisi masyarakat di lingkungan kumuh dan anak-anak penganggur, misalnya akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar anak. Sedangkan yang termasuk lingkungan non sosial adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal dan letaknya, alat-belajar. Keadaan cuaca dan waktu belajar. Faktor ini turut menentukan tingkat keberhasilan belajar.[9]
Tetapi lingkungan disini cakupannya adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Keluarga, dimana anak di asuh dan dibesarkan, akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Misalnya keadaan ekonomi rumah tangga, tingkat kemampuan orang tua merawat dan mendidik, serta tingkat pendidikan orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan pendidikan anak, khususnya tingkat kedisiplinan dalam belajar.[10]
Di dalam keluarga, seorang anak banyak menghabiskan waktunya. Disinilah tempat pendidikan yang pertama bagi anak, maka sudah seyogyanya sebagai orang tua harus dapat menanamkan dan melatih sang anak untuk terbiasa hidup disiplin. Karena nilai-nilai disiplin dapat ditanamkan sejak dini oleh orang tua kepada anak-anaknya dalam lingkungan keluarga. Dan seorang anak juga harus dapat memanfaatkan dan membagi waktu dengan sebaik-baiknya, kapan waktu istirahat dan kapan waktu untuk belajar. Bila perlu orang tua harus dapat mengawasi dan membimbing anak saat belajar.
Lingkungan sekolah merupakan tempat pendidikan kedua bagi anak setelah lingkungan keluarga. Bentuk kedisiplinan di lingkungan sekolah misalnya, dalam hal mentaati peraturan sekolah, apabila pihak sekolah tidak mentaati peraturan itu sendiri maka disiplin akan sulit diterapkan. Contohnya tata tertib mengenai “ketepatan datang ke sekolah”. Apabila peraturan ini dilanggar oleh pihak sekolah sendiri, maka sudah dipastikan anak didikpun akan berperilaku yang sama, yaitu tidak disiplin, karena seorang pendidik yang seharusnya sebagai suri tauladan tidak memberikan contoh kepada anak didiknya.
Masih berpijak pada hal di atas, contoh lain misalnya guru sering terlambat dan sering pula tidak masuk kelas tanpa alasan, kalaupun mengajar hanya beberapa kali pertemuan saja. Maka hal ini akan mempengaruhi proses belajar mengajar dan dapat dipastikan anak didikpun akan mengikuti kebiasaan sang guru. Hal tersebut juga dapat berpengaruh pada kedisiplinan belajar.
Masyarakat adalah lingkungan tempat tinggal atau lingkungan sekitar anak. Mereka juga termasuk teman-teman anak tapi di luar sekolah. Di samping itu, kondisi orang-orang di desa atau kota tempat anak tinggal juga turut mempengaruhi aktivitas belajar. Anak kota umumnya lebih bersikap aktif bila dibandingkan dengan anak desa yang bersikap lebih lamban. Hal ini akan berpengaruh pada kedisiplinan dalam belajar.[11]
Pengaruh yang diterima anak dari lingkungan sekitarnya, dapat berupa pengaruh baik dan dapat pula pengaruh buruk, kelompok atau masyarakat dapat mempengaruhi kedisiplinan. Contohnya seseorang akan bisa disiplin apabila ia menjadi bagian dari suatu kelompok yang mempunyai sikap disiplin, begitu juga sebaliknya. Karena kelompok atau masyarakat yang dimasuki seorang anak akan mempengaruhi tingkat perkembangan jiwanya, termasuk sikap kedisiplinan.
Situasi lingkungan sosial yang dapat menganggu kegiatan belajar anak, seperti pengaruh negatif dari pergaulan, situasi masyarakat yang kurang memadai, permainan elektronik play station yang kesemuanya dapat mempengaruhi kedisiplinan belajar.[12]
[1]Bimo Walgito, Pengantar Pikologi Umum, Andi Ofset, Yogyakarta, hlm. 37.
[2]Sudomo Hadi, et.al, Dasar Kependidikan, Depdikbud, Surakarta, 1990, hlm. 60.
[3]Abd. Rohman Abror, Psikologi Pendidikan, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta, 1993, hlm. 114.
[4]Syaiful Bahri Djamaroh, Psikologi Belajar, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 114.
[5]Ibid, hlm. 115-116.
[6]Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hlm. 90-91.
[7]Ibid, hlm. 91-92.
[8]Sudomo Hadi, et.al, Dasar Kependidikan, Depdikbud, Surakarta, 1990, hlm. 60.
[9]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995, hlm. 137-138.
[10]M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm. 59.
[11]Ibid, hlm. 131.
[12]Halen, Bimbingan dan Konseling, Ciputat Pers, Jakarta, hlm. 132.