A. Latar
Belakang Masalah
Sekolah merupakan salah satu wadah bagi
anak untuk belajar memperoleh pengetahuan dan mengembangkan berbagai kemampuan
dan keterampilan. Oleh karena itu, pengajaran di sekolah adalah salah satu
usaha yang bersifat sadar, bertujuan, sistematis dan terarah pada perubahan
tingkah laku atau sikap. Perubahan tingkah laku itu dapat terjadi, manakala
melalui proses pengajaran.
Di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 37 ayat (1) ditegaskan bahwa:
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib
memuat: pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani
dan olahraga, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal.[1]
Sedangkan yang dimaksud dengan
pendidikan agama Islam adalah salah satu usaha yang bersifat sadar, bertujuan,
sistematis dan terarah pada perubahan tingkah laku atau sikap yang sejalan
dengan ajaran-ajaran yang terdapat dalam Islam. Sejalan dengan ini, Zakiyah
Daradjat mengatakan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha berupa bimbingan
dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat
memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai way
of life.[2]
Abdul Madjid dan Dian Andayani, dalam
kesimpulannya mengatakan bahwa pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar
yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk
meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.[3]
Jadi, pada dasarnya, pendidikan agama
Islam menginginkan peserta didik yang memiliki fondasi keimanan dan ketakwaan
yang kuat terhadap Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Iman merupakan potensi rohani
yang harus diaktualisasikan dalam bentuk amal saleh, sehingga menghasilkan
prestasi yang disebut takwa.
Dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam,
sebagaimana dikutip oleh Abdul Majid, dijelaskan bahwa,
Pendidikan agama Islam di sekolah/madrasah bertujuan
untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan
pengetahuan, penghayatan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam
sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan,
ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada
jenjang pendidikan yang lebih tinggi.[4]
Zuhairini dan Abdul
Ghafir menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan
agama Islam adalah meningkatkan taraf
kehidupan manusia melalui seluruh aspek yang ada sehingga sampai kepada
tujuan yang telah ditetapkan dengan proses tahap demi tahap.[5]
Tahapan pendidikan
Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah dimulai dari tahapan
kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-nilai
yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk selanjutnya menuju pada tahapan
afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai-nilai ajaran
agama Islam, dalam arti menghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi ini terkait
erat dengan kognisi, dalam arti bahwa penghayatan dan keyakinan siswa akan
kokoh manakala didasari oleh seperangkat pengetahun dan pemahamannya terhadap
ajaran dan nilai-nilai ajaran Islam. Melalui tahapan afeksi tersebut diharapkan
dapat tumbuh motivasi dalam diri siswa dan tergerak untuk mengamalkan dan
menaati ajaran Islam yang telah diinternalisasikan dalam dirinya (tahap
psikomotorik). Dengan demikian akan terbentuk manusia muslim yang beriman,
bertakwa dan berakhlak mulia.
Begitu hebatnya pendidikan agama Islam
dalam rangka menyiapkan peserta didiknya yang memiliki kecakapan seperti yang
disebutkan di atas, maka, mata pelajaran pendidikan agama di sekolah sejak dulu
hingga sekarang tetap memperoleh tempat dan perhatian dari pemerintah.
Untuk itu, dalam rangka mencapai tujuan
tersebut maka ruang lingkup materi pendidikan agama Islam untuk jenjang SMP
sebagaimana tercantum dalam Standar Nasional mencakup lima unsur pokok yaitu: al-Qur’an, keimanan,
akhlak, fiqih/ibadah, dan tarikh.[6]
Al-Qur’an sebagai salah satu unsur ruang
lingkup atau materi pendidikan agama Islam sangat urgen dalam kehidupan
sehari-hari. Artinya bahwa, keimanan yang dianut oleh seseorang yang kemudian
akan melahirkan sebuah tata nilai (seperti dalam hal ibadah, muamalah, dan
akhlak) adalah bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits. Tata nilai itu kemudian melembaga
dalam suatu masyarakat dan pada gilirannya akan membentuk sebuah kebudayaan dan
peradaban (tarikh). Oleh karena itu, kemampuan membaca, memahami, mengerti, dan
sekaligus menghayati isi bacaan al-Qur’an, khususnya di sekolah umum (SMP),
adalah sangat penting dalam meningkatkan prestasi belajar pendidikan agama
Islam. Sebab materi al-Qur’an berkaitan dengan materi PAI yang lain.
Untuk mempelajari al-Qur’an itu
sebenarnya bukan hal yang terlalu sulit, asal ada kemauan dan usaha
mempelajarinya pasti akan mampu membaca dan memahami al-Qur’an dengan baik,
Allah sudah menjamin kemudahannya bagi umat yang mau mempelajari al-Qur’an,
firman Allah dalam Q.S. al-Qomar:
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا القُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَل مِن
مُّدَّكِرٍ
Artinya:
”Dan sesungguhnya telah kami mudahkan al-Qur’an
untuk pelajaran maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran.” (Q.S. al-Qomar: 17).[7]
Dari ayat tersebut di atas, dapat
diambil kesimpulan, bahwa mempelajari al-Qur’an itu tidaklah terlalu sulit asal
ada kemauan yang keras untuk mempelajari dan memahaminya sedikit demi sedikit,
maka akhirnya nanti akan memperoleh kemampuan membaca al-Qur’an dengan baik,
karena Allah menurunkan al-Qur’an sedikit demi sedikit dengan tujuan, agar
mudah dipelajari, difahami dan diamalkan, bukan untuk mempersukar hidup
manusia. Hal ini dipertegas dalam Q.S. At-Thaha: 2.
مَا
أَنزَلنَا عَلَيْكَ القُرْآنَ لِتَشْقَى
Artinya:
“Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar
kamu menjadi susah” (Q.S. Thahaa:
2).[8]
Dari ayat tersebut di atas, jelaslah
bahwa mempelajari al-Qur’an itu tidak sulit asal ada kemauan dan usaha belajar,
akan mampu membaca dan memahami al-Qur’an dengan baik, sehingga akan
berpengaruh pada pelaksanaan ajaran Islam yang lain. Contohnya seorang siswa
yang mampu membaca al-Qur’an atau menghafal surat-surat pendek, tentunya ia
akan dapat mempelajari dan melaksanakan shalat lima waktu, demikian juga ia
akan dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar pendidikan agama Islam di
sekolah, sehingga ia dapat meraih prestasi yang lebih baik.
Dalam hal ini, tentunya diperlukan
kerjasama para guru untuk memberikan pengajaran materi yang disesuaikan dengan
kurikulumnya, yang selanjutnya diterapkan di sekolah-sekolah negeri dari
tingkat Sekolah Dasar sampai menengah, oleh karena pelajaran al-Qur’an
dimasukkan dalam kurikulum yang merupakan bagian mata pelajaran pendidikan
agama Islam. Karena itu, maka keberhasilan dalam pembelajaran al-Qur’an
merupakan salah satu aspek keberhasilan pendidikan agama Islam.
Mengingat begitu pentingnya kemampuan
membaca al-Qur’an pada siswa dalam mengikuti proses pembelajaran pendidikan
agama Islam, maka diperlukan adanya kesadaran siswa belajar memahami ayat
al-Qur’an dengan bimbingan guru di dalam kelas atau sekolah maupun di luar
sekolah (di rumah dan masyarakat). Karena dengan kemampuan membaca al-Qur’an
tersebut, akan berpengaruh dalam pelaksanaan ajaran Islam dan berpengaruh pula
dalam menentukan keberhasilan kegiatan belajar pendidikan agama Islam di
sekolah.
Berdasarkan alasan-alasan di atas
penulis terdorong untuk mengambil judul skripsi tentang: Urgensi
Kemampuan Siswa dalam Membaca Al-Qur’an dalam
Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam”.
B. Rumusan
Masalah
Bertolak dari masalah
tersebut di atas, penulis akan merumuskan masalah-masalah yang menjadi dasar
pokok pembahasan skripsi ini, adapun rumusan masalah tersebut adalah:
1. Bagaimanakah kemampuan siswa dalam membaca al-Qur’an
di SMP Negeri 13 Malang?
2. Apakah urgensi kemampuan siswa dalam membaca al-Qur’an
dapat meningkatkan prestasi balajar pendidikan agama Islam di SMP Negeri 13 Malang?
[1]
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS (Bandung: Citra Umbara,
2003), hlm. 25-26.
[2] Zakiyah
Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 86.
[3] Abdul
Madjid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep
dan Implementasi Kurikulum 2004 (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 132.
[4]
Ibid., hlm. 135.
[5]
Zuhairini dan Abdul Ghafir, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
(Malang: UM
Press, 2004), hlm. 8-9.
[6]
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan,
Pengembangan Kurikulum, hingga Redifinisi Islamisasi Pengetahuan (Bandung: Nuansa Cendikia,
2003), hlm. 78.
[7] Depag RI, Al-Qur’an
dan Terjemahnya (Bandung:
CV. Penerbit J-ART, 2004), hlm. 530.
[8] Ibid.,
hlm. 313.