Adapun mengenai mode busana muslim, tidaklah ada ketentuan yang pasti dari nas Al Qur’an atau Al Hadits, hal mana diserahkan kepada pribadi masing-masing sesuai dengan selera dan seni budaya serta keadaan lingkungan asalkan memenuhi syarat atau fungsi tertutupnya aurat dapat terpenuhi secara sempurna.[1]
Sedangkan untuk fungsi wanita berjilbab adalah :
a. Menjauhkan wanita dari gangguan laki-laki jahil.
b. Membedakan wanita yang berakhlak baik (mulia) dan yang berakhlak kurang baik (mulia).
c. Mencegah timbulnya fitnah birahi dari kaum laki-laki.
d. Memelihara kesucian agama.[2]
Dari sini telah jelas bahwa busana perhiasan manusia yang sangat mendasar, sebagai perwujudan dari sifat kemanusiaan yang memiliki rasa malu, keindahan dan untuk menjaga diri dari gangguan yang mengenai tubuh manusia itu sendiri. Bagaimanapun terbelakangnya budaya, perasaan dan pikiran manusia,usaha untuk selalu menutup tubuh itu akan selalu ada sekalipun dalam bentuk yang sangat minim dan terbatas. Sesuai dengan kemampuan budaya rasa dan akal manusia. Namun demikian, tidak bisa dikatakan bahwa manusia itu sama sekali tidak ada usaha untuk tidak mengenakan busana, hanya saja perkembangan budaya manusialah yang akan menentukan hal ini.[3]
[1]Ibid, hlm. 124.
[2]M. Thalib, Analisa Wanita dalam Bimbingan Islam, Al Ikhlas, Surabaya, 1987, hlm. 83.
[3]Labib MZ, Wanita san JIlbab, Surabaya, Bintang Pelajar, hlm. 114-115.
Sedangkan untuk fungsi wanita berjilbab adalah :
a. Menjauhkan wanita dari gangguan laki-laki jahil.
b. Membedakan wanita yang berakhlak baik (mulia) dan yang berakhlak kurang baik (mulia).
c. Mencegah timbulnya fitnah birahi dari kaum laki-laki.
d. Memelihara kesucian agama.[2]
Dari sini telah jelas bahwa busana perhiasan manusia yang sangat mendasar, sebagai perwujudan dari sifat kemanusiaan yang memiliki rasa malu, keindahan dan untuk menjaga diri dari gangguan yang mengenai tubuh manusia itu sendiri. Bagaimanapun terbelakangnya budaya, perasaan dan pikiran manusia,usaha untuk selalu menutup tubuh itu akan selalu ada sekalipun dalam bentuk yang sangat minim dan terbatas. Sesuai dengan kemampuan budaya rasa dan akal manusia. Namun demikian, tidak bisa dikatakan bahwa manusia itu sama sekali tidak ada usaha untuk tidak mengenakan busana, hanya saja perkembangan budaya manusialah yang akan menentukan hal ini.[3]
[1]Ibid, hlm. 124.
[2]M. Thalib, Analisa Wanita dalam Bimbingan Islam, Al Ikhlas, Surabaya, 1987, hlm. 83.
[3]Labib MZ, Wanita san JIlbab, Surabaya, Bintang Pelajar, hlm. 114-115.