Hukum Diwajibkannya Wanita Berjilbab

Kaum wanita di zaman jahiliyah berusaha ingin menampakkan keindahan tubuhnya di depan laki-laki. Setelah Islam datang, maka hukum syariatpun turun berturut-turut, termasuk hukum tentang wanita dengan dasarnya adalah Kitabullah mengenai kewajiban berjilbab dan berkerudung bagi wanita mukminat itu Allah telah berfirman dalam Al Qur’an sebagai berikut :

Artinya: “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu juga istri-istri orang mukmin. Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. Al Ahzab : 59).[1]

Jelaslah bahwa ajaran ini berlaku untuk semua kaum muslimat. Perintah tersebut juga diturunkan untuk istri-istri Nabi, tapi dengan cara yang berlaku umum untuk semua muslimat melalui kias yang gamblang.
Perintahnya seolah-olah memang khusus untuk mereka sebagai penghargaan dan syarat bahwa mereka seharusnya menjadi pelopor ketaatan yang paling dulu mengindahkan ajaran tersebut. Mereka diperintahkan supaya tidak memperlihatkan perhiasan anggota tubuhnya di depan orang lain, sehingga wanita itu wajib menutup seluruh tubuhnya selain wajah dan kedua telapak tangannya.[2]

Adapun syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam menutup aurat adalah sebagai berikut :
  1. Busana (jilbab) yang menutup seluruh tubuhnya selain yang dikecualikan.
  2. Busana yang tidak menyerupai pakaian laki-laki dan tidak menyerupai pakaian-pakaian wanita kafir yang tidak Islam.
  3. Tidak menampakkan rambutnya walaupun sedikit dan tidak pula lehernya.
  4. Busana yang bukan untuk perhiasan kecantikan atau tidak berbentuk pakaian aneh menarik perhatian.
  5. Busana yang tidak menempatkan betis atau kakinya atau celana panjang yang membentuk kakinya.
  6. Tidak sempit sehingga tampak bentuk tubuhnya.
  7. Tidak tipis sehingga tampak bentuk tubuhnya.[3]
Dari uraian tersebut di atas maka jelas bagi kaum muslimin tentang tata cara berbusana menurut ajaran Islam. Di dalam melaksanakan aturan-aturan tersebut yaitu dalam rangka menjunjung tinggi aturan-aturan tersebut kaum wanita seringkali mengalami kesulitan-kesulitan baik dipengaruhi oleh keadaan lingkungan ataupun hal-hal lain yang dikehendaki Islam. Karenanya, di dalam mengenakan busana yang dikehendaki Islam maka model taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah merupakan di dalam menyadarkan dan memotifasi diri ke arah berbusana secara sempurna dan bertanggung jawab.[4]
[1]Al-Qur’an, Surat Al-Ahzab Ayat 59, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag. RI. Jakarta, 1989, hlm. 584.
[2]Muhammad Said Ramadhan, Kemana Pergi Wanita Mu’minah, Gema Insani Press, Jakarta, 1992, hlm. 33.
[3]Mulhandi Ibn Haj, et.al, Enam Puluh Satu Tanya Jawab Tentang Jilbab, Esprees, Bandung, 1998, hlm. 17-18.
[4]Labib MZ. Wanita dan Jilbab, Bintang Pelajar, Surabaya, 1998, hlm. 123.