Pengertian Bimbingan Beragama dalam Keluarga

Definisi bimbingan, dapat dilihat dari beberapa pendapat tokoh di bawah ini :

One.           W.S Winkel mendefinisikan bimbingan sebagai berikut:

“Bimbingan adalah pemberian bantuan kepada seseorang atau kepada sekelompok orang dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntutan-tuntutan hidup. Bantuan ini bersifat psikologi dan tidak berupa “pertolongan” finansial, medis dan lain sebagainya. Dengan adanya bantuan ini seseorang akhirnya dapat mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya sekarang dan menjadi lebih mampu untuk mengatasi masalah yang akan dihadapinya kelak. Kemudian ini menjadi tujuan bimbingan. Jadi yang memberikan bantuan menganggap orang lain mampu menuntun dirinya sendiri, meskipun kemampuan itu mungkin harus digali dan dikembangkan melalui bimbingan”.[1]

Two.       Bimo Walgito mengemukakan bahwa:

“Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu-individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam hidupnya, agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya”.[2]

Three.   Dewa Ketut Sukardi mendefinisikan:

“Bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penemuan diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan”. [3]

ARTIKEL TERKAIT - silahkan cari di search engine yang kami sediakan

    Faktor yang Mendorong dan Menghambat Bimbingan Beragama dalam Keluarga
    Pengertian Bimbingan Beragama dalam Keluarga
    Karakteristik Bimbingan Beragama dalam Keluarga
    Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Anak
    Fungsi dan Tujuan Bimbingan Beragama dalam Keluarga
    Pengertian Kecerdasan Spiritual
    Prinsip Kecerdasan Spiritual
    Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual

Dari ketiga definisi tentang bimbingan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan bimbingan adalah suatu proses yang terus menerus dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya maupun masyarakat.

Sedangkan pengertian agama dapat dilihat dari pendapat M. Thaib Thahir Abdul Mu’in dan Harun Nasution yang dikutip Jalaluddin Rahmat yang memberikan rumusan yang berbeda-beda, sebagaimana berikut:

One.                                  “M. Thaib Thahir Abdul, mendefinisikan agama sebagai suatu peraturan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal, memegang peraturan Tuhan dengan kehendak sendiri untuk mencapai kebaikan di dunia dan kebahagiaan kelak di akhirat.

Two.                                 Harun Nasution, berpendapat bahwa agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan ghaib yang tak dapat ditangkap dengan panca indera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia”.[4]

Dari kedua definisi tentang agama yang telah dikemukakan di atas memperlihatkan tekanan atau rumusan yang berbeda. Yang satu menekankan pada suatu peraturan dari Tuhan sebagai pegangan hidup, sedangkan definisi ke dua menekankan rumusan agama sebagai suatu ikatan dari Illahi yang tidak dapat ditangkap panca indera dan berpengaruh dalam kehidupan manusia. Berdasarkan kedua rumusan pengertian agama tersebut di atas, dapat dibuat rumusan baru bahwa agama adalah aturan dari Tuhan untuk dipercayai dan dijadikan landasan atau ikatan hidup manusia yang berpengaruh terhadap kehidupan manusia sebagai jalan menuju kebahagiaan.

Beragama menurut Muslim A. Kadir, merupakan refleksi atas cara beragama yang tidak hanya terbatas pada kepercayaan saja, tetapi diwujudkan dalam tindakan keagamaan. Perwujudan-perwujudan tersebut keluar sebagai bentuk dari pengungkapan cara beragama, sehingga beragama dalam arti umum dapat diuraikan menjadi beberapa unsur, atau dimensi regiositas yaitu emosi keagamaan, sistem kepercayaan, sistem upacara keagamaan dan umat atau kelompok-kelompok keagamaan. [5] Hal senada juga diungkapkan oleh Nico Syukur bahwa beragama adalah pengamalan religiusitas dalam segala bentuk aktifitas kehidupan. [6]

Dari uraian diatas disimpulkan pengertian beragama (Islam) adalah mengamalkan atau mengaplikasikan ajaran-ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari seperti shalat, puasa, zakat, haji, (rukun Islam) dan hukum-hukum/aturan yang lainnya.

Pengertian keluarga dapat dilihat dari pendapat tokoh dibawah ini :

One.                                  Abu Ahmadi mendefinisikan:

“Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak”.[7]

Two.                                 Darmansyah mendefinisikan:

“Keluarga sebagai unit atau satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini, dalam hubungannya dengen perkembangan individu, sering dikenal dengan sebutan primary group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadian dalam masyarakat”.[8]

Berdasarkan definisi di atas, yang dimaksud keluarga adalah suatu kelompok sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak sebagai hasil dari sebuah pernikahan yang tinggal dalam satu atap atau satu rumah dengan aturan-aturan tertentu.

Kesimpulan akhir dari seluruh uraian istilah-istilah diatas yang dimaksudkan peneliti dengan bimbingan beragama dalam keluarga (disini adalah agama Islam) adalah suatu usaha/kegiatan bimbingan yang dilakukan oleh keluarga/orang tua untuk meningkatkan pengamalan/pelaksanaan ajaran agama Islam anak agar mencapai kesempurnaan.

[1] WS. Winkel, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah Menengah, Gramedia, Jakarta, 1978, hal. 18
[2] Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Andi Offset, Yogyakarta, 1995, hal. 4
[3]Dewa Ketut Sukardi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Usaha Nasional, Surabaya,  1983, hal. 76.
[4]Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal. 42.
[5] Muslim A. Kadir, Ilmu Islam Terapan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, hal.4-5.
[6] Nico Syukur Dister Ofm, Pengalaman Dan Motivasi Beragama, Kanisius, Jakarta, 1982, Cet. V, hal. 21.
[7]Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hal. 239.
[8]Darmansyah, Ilmu Sosial Dasar, Usaha Nasional, Surabaya, 1986, hal. 77.