Menurut Zakiah, orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anak mereka, karena merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Maka sebelum anak mengenal lembaga yang dinamakan sekolah atau yang lainnya, yang pertama kali dikenal anak adalah lingkungan keluarga dan orang tua sebagai pimpinan dan gurunya, sehingga anak-anak memperoleh dasar-dasar pendidikan yang akan dikembangkan lebih lanjut melalui lembaga pendidikan lain.[1]
Dalam buku lain Zakiah Daradjat menganalisis masalah pembinaan agama kaitannya dengan pembinaan mental. Apabila pembinaan agama itu tidak diberikan kepada anak sejak kecil, maka akan sukarlah baginya untuk menerima apabila ia dewasa, karena dalam kepribadiannya yang terbentuk sejak kecil itu tidak terdapat unsur-unsur agama. Jika dalam kepribadian itu tidak ada nilai-nilai agama, akan mudahlah orang melakukan segala sesuatu menurut dorongan dan keinginan jiwanya tanpa mengindahkan kepentingan dan hak orang lain. Ia selalu didesak oleh keinginan dan kebutuhan yang pada dasarnya tidak mengenal batas-batas, hukum dan norma. Tetapi jika dalam kepribadiannya tertanam nilai-nilai agama maka segala keinginan dan kebutuhannya akan dipenuhi dengan cara yang tidak melanggar hukum, karena jika ia melanggar akan goncang jiwanya karena tindakannya tidak sesuai dengan kepribadiannya. Maka pembinaan agama pada anak benar-benar akan menjadi kontrol pribadi terhadap sikap dan perbuatannya.[2]
ARTIKEL TERKAIT - silahkan cari di search engine yang kami sediakan
Faktor yang Mendorong dan Menghambat Bimbingan Beragama dalam Keluarga
Pengertian Bimbingan Beragama dalam Keluarga
Karakteristik Bimbingan Beragama dalam Keluarga
Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Anak
Fungsi dan Tujuan Bimbingan Beragama dalam Keluarga
Pengertian Kecerdasan Spiritual
Prinsip Kecerdasan Spiritual
Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual
Kepribadian anak terbentuk melalui semua pengalaman dan nilai-nilai yang diserap oleh anak, terutama pada masa perkembangannya. Apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke dalam pembentukan kepribadian seseorang, maka tingkah laku orang tersebut akan banyak diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Disinilah letak pentingnya pengalaman dan pendidikan agama pada masa pertumbuhan dan perkembangan.[3]
Dengan adanya tanggung jawab keluarga khususnya orang tua dalam memelihara, mengawasi dan melindungi serta membimbing anak, diperlukan pondasi penanaman nilai keagamaan yang kuat, serta adanya bimbingan orang tua yang intensif, efektif dan efisien.[4] Oleh sebab itu dalam pelaksanaan bimbingan beragama dalam keluarga diperlukan persiapan atau perencanaan dan pendekatan yang efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Adapun ciri-ciri bimbingan beragama dalam keluarga menurut M. Jamaluddin Makhfuzh adalah :
One. “Menanamkan aqidah yang sehat, yaitu memberikan wawasan dan pembinaan akan aqidah Islam yang sesuai dengan syari’at sebagai landasan dan pedoman hidup, agar anak tidak terjerumus dalam kekafiran, kemurtadan dan kemunafikan dalam hidupnya kelak.
Two. Latihan beribadah, yaitu memerintahkan dan membiasakan berdisiplin sejak dini pada anak untuk dilatih beribadah terutama ibadah shalat fardlu.
Three. Mengajarkan kepada anak sesuatu yang halal dan haram, yaitu dengan memberikan dan memakaikan sesuatu halal. Haram hukumnya memakaikan sesuatu yang tidak halal kepada anaknya seperti pakaian sutera atau emas bagi anak laki-laki dan mengenalkan barang-barang yang halal dan haram
Four. Membiasakan anak meminta ijin, yaitu membiasakan dalam kehidupan sehari-hari adab atau tata krama memasuki rumah sebagai sikap hormat dan menghormati pemilik rumah untuk meminta ijin dan permisi
Five. Membantu anak yatim, yaitu memberikan ketauladanan kepada anak supaya bergaul dengan anak yatim secara baik dengan mendidik dan menjaga serta mengembangkan harta benda mereka”.[5]
Sedangkan Fuad Kauma menjelaskan ciri-ciri bimbingan beragama sebagai berikut :
One. “Mengajarkan akhlak pada anak
Memberikan pendidikan akhlak pada anak harus diajarkan sejak dini atau kecil agar anak terbiasa berlaku sopan dan memiliki kepribadian luhur. Orang tua harus memberi contoh dan mengajari anaknya bertingkah laku yang baik sebab apa yang dilakukan oleh orang tua sering menjadi contoh tingkah laku anaknya
Two. Mengajarkan anak menghormati tetangga
Dalam menciptakan generasi yang berkualitas, beradab dan berakhlak anak-anak harus dididik dan dikenalkan pada hak-hak orang lain agar anak mempunyai rasa tanggung jawab dan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan terutama pada tetangganya
Three. Mengajari anak cara makan
Orang tua harus mengajari anak berprilaku sopan santun dan cara makan yang baik. Tata cara makan sangat penting untuk diajarkan pada anak-anak agar terbiasa makan dengan sopan sesuai dengan tuntutan al Qur’an dan Hadits dan syari’at Islam.
Four. Mengajari anak menyimpan rahasia
Orang tua harus mengajari anak untuk tidak membuka aib dan menyimpan rahasia orang lain ”.[6]
M. Thalib dalam bukunya “Analisa Wanita dalam Bimbingan Islam” memberikan ciri-ciri bimbingan keagamaan dalam keluarga sebagai kebiasaan yaitu: orang tua mengajak/menganjurkan anak-anak melakukan shalat, orang tua mengontrol shalat dan wudlu serta memberikan pelajaran keagamaan dan huruf Arab.[7]
[1] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hal. 35.
[2] Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, Toko Gunung Agung, Jakarta, 2001, hal. 123-124.
[3] Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, Ruhama, Jakarta, 1995, hal. 62-63.
[4]Ahmad Fa’iz, Citra Keluarga, PT. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2001, hal. 73.
[5]M. Jamaluddin Makhfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur, 2001, hal. 125-149.
[6]Fuad Kauma, Buah Hati Rasulullah, Khikmah, Jakarta, 2003, hal. 41-50.
[7]M. Thalib, Analisa Wanita dalam Bimbingan Islam, Al Ikhlas, Surabaya, 1996, hal. 194.
Dalam buku lain Zakiah Daradjat menganalisis masalah pembinaan agama kaitannya dengan pembinaan mental. Apabila pembinaan agama itu tidak diberikan kepada anak sejak kecil, maka akan sukarlah baginya untuk menerima apabila ia dewasa, karena dalam kepribadiannya yang terbentuk sejak kecil itu tidak terdapat unsur-unsur agama. Jika dalam kepribadian itu tidak ada nilai-nilai agama, akan mudahlah orang melakukan segala sesuatu menurut dorongan dan keinginan jiwanya tanpa mengindahkan kepentingan dan hak orang lain. Ia selalu didesak oleh keinginan dan kebutuhan yang pada dasarnya tidak mengenal batas-batas, hukum dan norma. Tetapi jika dalam kepribadiannya tertanam nilai-nilai agama maka segala keinginan dan kebutuhannya akan dipenuhi dengan cara yang tidak melanggar hukum, karena jika ia melanggar akan goncang jiwanya karena tindakannya tidak sesuai dengan kepribadiannya. Maka pembinaan agama pada anak benar-benar akan menjadi kontrol pribadi terhadap sikap dan perbuatannya.[2]
ARTIKEL TERKAIT - silahkan cari di search engine yang kami sediakan
Faktor yang Mendorong dan Menghambat Bimbingan Beragama dalam Keluarga
Pengertian Bimbingan Beragama dalam Keluarga
Karakteristik Bimbingan Beragama dalam Keluarga
Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Anak
Fungsi dan Tujuan Bimbingan Beragama dalam Keluarga
Pengertian Kecerdasan Spiritual
Prinsip Kecerdasan Spiritual
Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual
Kepribadian anak terbentuk melalui semua pengalaman dan nilai-nilai yang diserap oleh anak, terutama pada masa perkembangannya. Apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke dalam pembentukan kepribadian seseorang, maka tingkah laku orang tersebut akan banyak diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Disinilah letak pentingnya pengalaman dan pendidikan agama pada masa pertumbuhan dan perkembangan.[3]
Dengan adanya tanggung jawab keluarga khususnya orang tua dalam memelihara, mengawasi dan melindungi serta membimbing anak, diperlukan pondasi penanaman nilai keagamaan yang kuat, serta adanya bimbingan orang tua yang intensif, efektif dan efisien.[4] Oleh sebab itu dalam pelaksanaan bimbingan beragama dalam keluarga diperlukan persiapan atau perencanaan dan pendekatan yang efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Adapun ciri-ciri bimbingan beragama dalam keluarga menurut M. Jamaluddin Makhfuzh adalah :
One. “Menanamkan aqidah yang sehat, yaitu memberikan wawasan dan pembinaan akan aqidah Islam yang sesuai dengan syari’at sebagai landasan dan pedoman hidup, agar anak tidak terjerumus dalam kekafiran, kemurtadan dan kemunafikan dalam hidupnya kelak.
Two. Latihan beribadah, yaitu memerintahkan dan membiasakan berdisiplin sejak dini pada anak untuk dilatih beribadah terutama ibadah shalat fardlu.
Three. Mengajarkan kepada anak sesuatu yang halal dan haram, yaitu dengan memberikan dan memakaikan sesuatu halal. Haram hukumnya memakaikan sesuatu yang tidak halal kepada anaknya seperti pakaian sutera atau emas bagi anak laki-laki dan mengenalkan barang-barang yang halal dan haram
Four. Membiasakan anak meminta ijin, yaitu membiasakan dalam kehidupan sehari-hari adab atau tata krama memasuki rumah sebagai sikap hormat dan menghormati pemilik rumah untuk meminta ijin dan permisi
Five. Membantu anak yatim, yaitu memberikan ketauladanan kepada anak supaya bergaul dengan anak yatim secara baik dengan mendidik dan menjaga serta mengembangkan harta benda mereka”.[5]
Sedangkan Fuad Kauma menjelaskan ciri-ciri bimbingan beragama sebagai berikut :
One. “Mengajarkan akhlak pada anak
Memberikan pendidikan akhlak pada anak harus diajarkan sejak dini atau kecil agar anak terbiasa berlaku sopan dan memiliki kepribadian luhur. Orang tua harus memberi contoh dan mengajari anaknya bertingkah laku yang baik sebab apa yang dilakukan oleh orang tua sering menjadi contoh tingkah laku anaknya
Two. Mengajarkan anak menghormati tetangga
Dalam menciptakan generasi yang berkualitas, beradab dan berakhlak anak-anak harus dididik dan dikenalkan pada hak-hak orang lain agar anak mempunyai rasa tanggung jawab dan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan terutama pada tetangganya
Three. Mengajari anak cara makan
Orang tua harus mengajari anak berprilaku sopan santun dan cara makan yang baik. Tata cara makan sangat penting untuk diajarkan pada anak-anak agar terbiasa makan dengan sopan sesuai dengan tuntutan al Qur’an dan Hadits dan syari’at Islam.
Four. Mengajari anak menyimpan rahasia
Orang tua harus mengajari anak untuk tidak membuka aib dan menyimpan rahasia orang lain ”.[6]
M. Thalib dalam bukunya “Analisa Wanita dalam Bimbingan Islam” memberikan ciri-ciri bimbingan keagamaan dalam keluarga sebagai kebiasaan yaitu: orang tua mengajak/menganjurkan anak-anak melakukan shalat, orang tua mengontrol shalat dan wudlu serta memberikan pelajaran keagamaan dan huruf Arab.[7]
[1] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hal. 35.
[2] Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, Toko Gunung Agung, Jakarta, 2001, hal. 123-124.
[3] Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, Ruhama, Jakarta, 1995, hal. 62-63.
[4]Ahmad Fa’iz, Citra Keluarga, PT. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2001, hal. 73.
[5]M. Jamaluddin Makhfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur, 2001, hal. 125-149.
[6]Fuad Kauma, Buah Hati Rasulullah, Khikmah, Jakarta, 2003, hal. 41-50.
[7]M. Thalib, Analisa Wanita dalam Bimbingan Islam, Al Ikhlas, Surabaya, 1996, hal. 194.