Surat Untuk Ayah Dan Ibu ~ Tangisan Guru Muda

Matahari sebentar lagi tenggelam. Tiap-tiap manusia menuju dalam biliknya masing-masing. Tapi tidak demikian untuk ayah dan ibu. Berdua, kalian pergi dengan langkah kaki setengah berduyun. Ibu, kau lahirkan aku kala itu.

Kini dua puluh lima tahun terlewat. Dan aku bukan seorang Remaja, apatah lagi balita. Sekarang saatnya bagiku untuk geluti dunia ku. Sendiri.

Hingga dua puluh lima tahun ini aku sadar. Ayah, perjuanganmu tak kenal waktu. Ibu, kasihmu tak lekang dari mimpi tatkala engkau tidur. Dengan mengingat kalian saja, haru, pilu, sedu sedan aku terisak pada semangat kasihmu.

Saat kutulis surat ini, matahari berada tepat ditengah-tengah langit biru. Terik panasnya hantam tanah-tanah hingga pecah. Dengan niat tulus seperti yang kalian ajarkan dulu aku berjalan. Sayang, mungkin Nawaitu yang kugetarkan dalam hati belum ikhlas. Dan aku terjerembab pada sisi burukku. Gelak Emosi.

Ayah, bagaimana engkau bisa setegar itu? Seringkali kuacuhkan perintahmu. Tak Jarang pula aku mengganggu aktifitasmu. Tapi kenapa kau masih perduli padaku! Apalagi denganmu, ibu! Maaf, maafkan aku, Aku tak sanggup mengungkapkan kata-kata lewat surat ini untukmu. Sebab kata-kata yg hendak kusampaikan kepadamu sebagai luapan rindu telah terbungkus pada tangis kagumku.

Ayah, Ibu, Sekali Lagi Ajari aku kembali menjadi manusia dewasa. Ajari aku juga cara mengucap niat yang tulus. Ikhlas. Dan Niat Yang Tawakkal Kepada Allah. Untuk Kuabdikan Diriku Menjadi Seorang. "GURU"...!!!

Surat Untuk Ayah Dan Ibu ~ Tangisan Guru Muda


Selasa, 11.30pm, Landbaw, Kamar Bujang.
Irvan Hadzuka