BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam[1], agama yang kita anut dan dianut oleh ratusan juta kaum Muslim di seluruh dunia, merupakan way of life yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di akhirat kelak. Ia mempunyai satu sendi utama yang esensial; berfungsi memberi petunjuk ke jalan yang sebaiknya.[2]
Allah berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS. Al-Isra: 9)[3]
Dalam konteks sosial, Islam memberi dasar kepada manusia. Manusia dengan kekuatan imannya akan mengembangkan sikap saling menghargai hak-hak pribadi satu sama lain terhadap peraturan-peraturan dan suatu pembatasan yang berlaku bagi dirinya. Setiap individu memandang dirinya bertanggung jawab dan memiliki kewajiban kepada masyarakatnya. Ia di atas suatu landasan nilai spiritual, mengembangkan sikap saling mempercayai satu sama lain.
Kepribadian manusia Islami ini tercermin pada kedamaian jiwa dan keyakinannya yang sehat terhadap masa depan. Suatu pandangan yang positif terhadap kehidupan dan suatu kebahagiaan yang dimanifestasikan dalam sikap murah hati dan suka menolong orang lain yang mengalami kesulitan. Ia, karena menyakini ketentuan dan hukum Allah dan keberlakuannya, senantiasa berpikir positif dan memiliki rasa lapang untuk senantiasa membentuk kekuatan dalam dirinya, mengubah suatu kesulitan menjadi kecenderungan positif sebagai cara untuk tetap hidup bahagia.[4]
Qurban (udhiyyah dan aqiqah) merupakan salah satu manifestasi ibadah dalam ajaran Islam. Hal ini tidak terlepas dari semangat pemupukan jiwa solidaritas dan kesediaan berkorban untuk kepentingan sosial di dalam masyarakat.
Binatang sembelihan (qurban) merupakan simbol bagi usaha manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub) sesuai dengan kandungan makna yang terdapat dalam istilah qurban itu sendiri. Bahkan lebih dari itu, ibadah qurban yang dilaksanakan di tempat-tempat yang jauh dari Tanah Suci, seperti di Indonesia, berfungsi tidak hanya untuk taqarrub ila Allah, tetapi juga taqarrub ila an-nas, dekat dan akrab dengan sesama manusia. Dalam riuh rendah “reformasi” taqarrub ila an-nas inilah yang agaknya semakin sirna dari diri kita; kita semakin jauh, saling menista dan berpecah belah.[5]
Allah SWT. berfirman:
Artinya: ”Daging-daging onta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya”. (QS. Al-Hajj: 37)[6]
Jadi, bukan darah dan bukan daging dari qurban itu yang sampai kepada Allah SWT., tetapi adalah taqwa dalam arti yang sangat luas, yang akan diperhitungkan oleh Allah SWT. Dengan kata lain, kepedulian sosial yang berdimensi sangat luas itu amat tergantung kepada tingkat ketaqwaan dan keberagamaan kita.[7]
Sedangkan aqiqah, merupakan ibadah qurban yang dilakukan oleh orang tua untuk anaknya. Hal ini dilakukan jika memang memungkinkan dan mampu menghidupkan Sunah Rasulullah saw. ini sehingga ia menerima keutamaan dan pahala dari sisi Allah swt., dapat menambah makna kasih sayang, kecintaan dan mempererat tali ikatan sosial antara kaum kerabat dan keluarga, tetangga dan handai tolan, yaitu ketika mereka menghadiri walimah al-aqiqah itu. Sebagai rasa turut merasakan kegembiraan atas lahir dan hadirnya sang anak. Di samping ia dapat mewujudkan sumbangan jaminan sosial, yaitu sebagian kaum fakir miskin turut mengambil bagian di dalam aqiqah ini.
Hal ini menunjukkan keagungan dan keluhuran ajaran Islam serta dasar-dasar syari’at di dalam menanamkan rasa kasih sayang dan kecintaan di dalam masyarakat, termasuk di dalam membina keadilan sosial dalam kelas-kelas masyarakat miskin.[8]
Dengan demkian, penulis ingin mengkaji tentang “Aspek-aspek Pendidikan Sosial pada Ibadah Qurban, Telaah Al-Qur’an Surat Al-Kautsar”, karena dalam surat tersebut tersirat isi pendidikan sosial yang terdapat dalam ibadah qurban. Adapun surat Al-Kautsar yang dibahas dalam penulisan ini yaitu:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu (Muhammad) nikmat yang banyak (1). Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berkorbanlah (2). Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus (3)”. (QS. Al-Kautsar: 1-3)[9]
Surat tersebut menjelaskan bahwa setelah memberikan anugerah[10] yang banyak jenis dan kuantitasnya kepada Nabi Muhammad saw., Allah SWT. memerintahkan beliau untuk mensyukurinya.[11] Perintah syukur inilah yang diwujudkan dalam bentuk ibadah sholat dengan ikhlas dan menyembelih binatang qurban untuk disedekahkan kepada fakir miskin.[12]
Ibadah dalam bentuk menyembelih qurban ini mempunyai aspek pendidikan sosial yang luas. Seorang muslim hanya dapat dikatakan dekat kepada Allah SWT. jika dia senantiasa dekat dengan sesamanya yang kekurangan dalam hidup. Ibadah qurban mengajarkan kepada mereka yang berkecukupan agar menunjukkan solidaritas sosial yang tulus dengan jalan menyisihkan sebagian kekayaan dan aset yang dimiliki untuk mereka yang membutuhkan.[13]
Dari latar belakang tersebut di atas, maka penulis bermaksud untuk mengadakan suatu kajian yang mendalam mengenai konsep Al-Qur’an surat Al-Kautsar tentang aspek-aspek pendidikan sosial pada ibadah qurban. Dalam hal ini, penulis mengharapkan adanya usaha dan penanaman ajaran Islam sebagai sumber referensi nilai bagi bentuk-bentuk kehidupan sosial. Lebih dari itu, mengaktualisasikan sikap-sikap sosial dengan motivasi ajaran dan perintah agama, berarti melakukan ibadah dalam Islam dengan beramal, yakni menyembelih binatang qurban.
B. Penegasan Istilah
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam[1], agama yang kita anut dan dianut oleh ratusan juta kaum Muslim di seluruh dunia, merupakan way of life yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di akhirat kelak. Ia mempunyai satu sendi utama yang esensial; berfungsi memberi petunjuk ke jalan yang sebaiknya.[2]
Allah berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS. Al-Isra: 9)[3]
Dalam konteks sosial, Islam memberi dasar kepada manusia. Manusia dengan kekuatan imannya akan mengembangkan sikap saling menghargai hak-hak pribadi satu sama lain terhadap peraturan-peraturan dan suatu pembatasan yang berlaku bagi dirinya. Setiap individu memandang dirinya bertanggung jawab dan memiliki kewajiban kepada masyarakatnya. Ia di atas suatu landasan nilai spiritual, mengembangkan sikap saling mempercayai satu sama lain.
Kepribadian manusia Islami ini tercermin pada kedamaian jiwa dan keyakinannya yang sehat terhadap masa depan. Suatu pandangan yang positif terhadap kehidupan dan suatu kebahagiaan yang dimanifestasikan dalam sikap murah hati dan suka menolong orang lain yang mengalami kesulitan. Ia, karena menyakini ketentuan dan hukum Allah dan keberlakuannya, senantiasa berpikir positif dan memiliki rasa lapang untuk senantiasa membentuk kekuatan dalam dirinya, mengubah suatu kesulitan menjadi kecenderungan positif sebagai cara untuk tetap hidup bahagia.[4]
Qurban (udhiyyah dan aqiqah) merupakan salah satu manifestasi ibadah dalam ajaran Islam. Hal ini tidak terlepas dari semangat pemupukan jiwa solidaritas dan kesediaan berkorban untuk kepentingan sosial di dalam masyarakat.
Binatang sembelihan (qurban) merupakan simbol bagi usaha manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub) sesuai dengan kandungan makna yang terdapat dalam istilah qurban itu sendiri. Bahkan lebih dari itu, ibadah qurban yang dilaksanakan di tempat-tempat yang jauh dari Tanah Suci, seperti di Indonesia, berfungsi tidak hanya untuk taqarrub ila Allah, tetapi juga taqarrub ila an-nas, dekat dan akrab dengan sesama manusia. Dalam riuh rendah “reformasi” taqarrub ila an-nas inilah yang agaknya semakin sirna dari diri kita; kita semakin jauh, saling menista dan berpecah belah.[5]
Allah SWT. berfirman:
Artinya: ”Daging-daging onta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya”. (QS. Al-Hajj: 37)[6]
Jadi, bukan darah dan bukan daging dari qurban itu yang sampai kepada Allah SWT., tetapi adalah taqwa dalam arti yang sangat luas, yang akan diperhitungkan oleh Allah SWT. Dengan kata lain, kepedulian sosial yang berdimensi sangat luas itu amat tergantung kepada tingkat ketaqwaan dan keberagamaan kita.[7]
Sedangkan aqiqah, merupakan ibadah qurban yang dilakukan oleh orang tua untuk anaknya. Hal ini dilakukan jika memang memungkinkan dan mampu menghidupkan Sunah Rasulullah saw. ini sehingga ia menerima keutamaan dan pahala dari sisi Allah swt., dapat menambah makna kasih sayang, kecintaan dan mempererat tali ikatan sosial antara kaum kerabat dan keluarga, tetangga dan handai tolan, yaitu ketika mereka menghadiri walimah al-aqiqah itu. Sebagai rasa turut merasakan kegembiraan atas lahir dan hadirnya sang anak. Di samping ia dapat mewujudkan sumbangan jaminan sosial, yaitu sebagian kaum fakir miskin turut mengambil bagian di dalam aqiqah ini.
Hal ini menunjukkan keagungan dan keluhuran ajaran Islam serta dasar-dasar syari’at di dalam menanamkan rasa kasih sayang dan kecintaan di dalam masyarakat, termasuk di dalam membina keadilan sosial dalam kelas-kelas masyarakat miskin.[8]
Dengan demkian, penulis ingin mengkaji tentang “Aspek-aspek Pendidikan Sosial pada Ibadah Qurban, Telaah Al-Qur’an Surat Al-Kautsar”, karena dalam surat tersebut tersirat isi pendidikan sosial yang terdapat dalam ibadah qurban. Adapun surat Al-Kautsar yang dibahas dalam penulisan ini yaitu:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu (Muhammad) nikmat yang banyak (1). Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berkorbanlah (2). Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus (3)”. (QS. Al-Kautsar: 1-3)[9]
Surat tersebut menjelaskan bahwa setelah memberikan anugerah[10] yang banyak jenis dan kuantitasnya kepada Nabi Muhammad saw., Allah SWT. memerintahkan beliau untuk mensyukurinya.[11] Perintah syukur inilah yang diwujudkan dalam bentuk ibadah sholat dengan ikhlas dan menyembelih binatang qurban untuk disedekahkan kepada fakir miskin.[12]
Ibadah dalam bentuk menyembelih qurban ini mempunyai aspek pendidikan sosial yang luas. Seorang muslim hanya dapat dikatakan dekat kepada Allah SWT. jika dia senantiasa dekat dengan sesamanya yang kekurangan dalam hidup. Ibadah qurban mengajarkan kepada mereka yang berkecukupan agar menunjukkan solidaritas sosial yang tulus dengan jalan menyisihkan sebagian kekayaan dan aset yang dimiliki untuk mereka yang membutuhkan.[13]
Dari latar belakang tersebut di atas, maka penulis bermaksud untuk mengadakan suatu kajian yang mendalam mengenai konsep Al-Qur’an surat Al-Kautsar tentang aspek-aspek pendidikan sosial pada ibadah qurban. Dalam hal ini, penulis mengharapkan adanya usaha dan penanaman ajaran Islam sebagai sumber referensi nilai bagi bentuk-bentuk kehidupan sosial. Lebih dari itu, mengaktualisasikan sikap-sikap sosial dengan motivasi ajaran dan perintah agama, berarti melakukan ibadah dalam Islam dengan beramal, yakni menyembelih binatang qurban.
B. Penegasan Istilah
Dalam penulisan penelitian ini, penulis mengetengahkan judul: “Aspek-aspek Pendidikan Sosial pada Ibadah Qurban, Telaah Al-qur’an Surat Al-Kautsar”. Untuk lebih memudahkan pemahaman akan makna yang terkandung dan juga untuk menghindari bias interpretasi, maka penulis merasa perlu untuk memberikan batasan-batasan istilah yang terdapat pada judul di atas.
1. Aspek-aspek Pendidikan Sosial
Kata “aspek” mempunyai arti “tanda” atau “sudut pandangan”.[14] Dalam judul di atas, kata “aspek” berbentuk kata ulang yang menunjukkan makna lebih dari satu (jamak) dan mempunyai maksud tanda-tanda atau sudut pandang pendidikan sosial pada ibadah qurban yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar.
Pendidikan mempunyai pengertian proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan proses, perbuatan dan cara mendidik.[15]
Menurut Khurshid Ahmad, pendidikan ialah:
“A mental, physical, and moral training and its objective is to produce highly cultured men and women fit to discharge their duties as good human beings ang wothy citizens or state”. [16]
Menurut Khurshid Ahmad pendidikan ialah:
“Latihan mental, fisik dan moral yang bertujuan untuk menghasilkan manusia yang berbudaya tinggi, cakap dalam melaksanakan tugas-tugas mereka sebagai makhluk hidup yang baik dan sebagai warga negara yang berguna”.
Sedangkan sosial juga diartikan “berkenaan dengan masyarakat” atau “suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma dan sebagainya)”.[17] Sedangkan sosial secara ensiklopedis berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat atau secara abstraksis berarti masalah-masalah kemasyarakatan yang menyangkut pelbagai fenomena hidup dan kehidupan orang banyak, baik dilihat dari sisi mikro individual maupun makro kolektif.[18]
Menurut Drs. St. Vembriarto, pendidikan sosial diartikan sebagai usaha mempengaruhi dan mengembangkan sikap sosial.[19] Sedangkan menurut Prof. Dr. Santoso S. Hamidjojo, seperti yang dikutip Prof. Drs. Soelaiman Yoesoef, pendidikan sosial ialah suatu proses yang diusahakan dengan sengaja dan di dalam masyarakat untuk mendidik, membina, membimbing dan membangun individu dalam lingkungan sosial dan alamnya supaya secara bebas dan bertanggung jawab menjadi pendorong ke arah perubahan dan kemajuan.[20]
Dalam pengertian tersebut, kiranya dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pendidikan sosial dalam penelitian ini ialah proses pendidikan yang diarahkan kepada individu agar ia secara bebas dan bertanggung jawab dapat mengamalkan sikap sosial yang baik di lingkungannya sesuai dengan hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat.
Dalam penelitian ini, penulis memaparkan pendidikan sosial yang didasarkan pada ajaran Islam yang dalam istilah yang dikemukakan K.H. MA. Sahal Mahfudz disebut sebagai pendidikan sosial keagamaan, yakni pendidikan sosial yang mempunyai implikasi dengan ajaran Islam atau sekurang-kurangnya mempunyai nilai Islamiah.[21]
2. Ibadah Qurban
Ibadah mempunyai pengertian perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah SWT. yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.[22]
Menurut Abdurrahman an-Nahlawi, ibadah mempunyai rahasia yang terletak pada asas bahwa keseluruhan rahasia itu diikat dengan satu makna yang menyatukan segala dorongan manusia dan individu masyarakat muslim. Rahasia itu adalah penghambaan kepada Allah SWT. semata, serta menerima ajaran dan perintah Allah SWT. baik dalam urusan dunia maupun urusan akhirat.[23]
Qurban, menurut bahasa berarti “pendekatan”, maksudnya adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan cara menyembelih hewan yang dagingnya dibagikan secara cuma-cuma pada khalayak ramai.[24] Qurban yang dimaksud di sini adalah penyembelihan hewan yang dilakukan pada Hari Raya Idul Adha (udhiyyah) dan penyembelihan hewan yang dilakukan pada hari ketujuh kelahiran anak (aqiqah) sebagai ungkapan rasa syukur orang tua kepada Allah SWT. atas kelahiran anak mereka.
Dalam penelitian ini, penulis akan membahas ibadah qurban yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar dimana pengertian ibadah qurban yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar ayat 2 ini menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab, M.A. cenderung memahami kata tersebut dalam arti menyembelih binatang, baik dalam konteks Idul Adha maupun aqiqah.[25]
3. Al-Qur’an Surat Al-Kautsar
Al-Qur’an merupakan Kitab Suci agama Islam yang berisi firman-firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dengan perantaraan Malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia. [26]
Menurut Prof. Dr. Abdul Wahhab Khallaf, Al-Qur’an ialah kalam (diktum) Allah swt. yang diturunkan oleh-Nya dengan perantaraan Malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah, dengan lafadz-lafadz (kata-kata) bahasa Arab dan dengan makna yang benar agar menjadi hujjah Rasul saw. dalam pengakuannya sebagai Rasulullah juga sebagai undang-undang yang dijadikan pedoman umat manusia dan sebagai amal ibadah bila dibacanya. Al-Qur’an di-tadwin-kan di anatar dua lembar mushaf yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas yang telah sampai kepada kita secara teratur, baik dengan bentuk tulisan atau lisan, dari generasi jke generasi lain, dengan tetap terpelihara dari perubahan dan penggantian.[27]
Surat, menurut bahasa, berasal dari bahasan Ibrani “shirah” yang berarti “suatu deretan” bekas-bekas batu bata di dinding dan bekas pepohonan anggur.[28]
Sedangkan Al-Kautsar merupakan surat keseratus delapan dalam Al-Qur’an dan mempunyai arti “sungai (telaga) di dalam surga.[29] Surat Al-Kautsar dari segi urutannya dalam mushaf, merupakan surat yang keseratus delapan sesudah surat Al-Maun. Dari segi turunnya, surat Al-Kautsar merupakan wahyu yang keempat belas dan turun setelah turunnya surat Al-‘Adiyat.[30]
C. Perumusan Pokok Masalah
Dalam melakukan penelitian ini ada 2 (dua) pokok permasalahan yang akan difokuskan pembahasannya, yakni:
1. Bagaimanakah konsep Al-Qur’an tentang ibadah qurban?
2. Bagaimanakah konsep pendidikan sosial?
3. Apa sajakah aspek-aspek pendidikan sosial yang terkandung pada ibadah qurban di dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar?
D. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui konsep Al-Qur’an tentang ibadah qurban
2. Untuk mengetahui konsep pendidikan sosial.
3. Untuk mengetahui aspek-aspek pendidikan sosial pada ibadah qurban yang terkandung di dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar.
E. Alasan Pemilihan Judul
Ada 3 (tiga) alasan yang mendorong penulis untuk memilih judul penelitian di atas, yaitu:
1. Ibadah qurban adalah jihad bagi kaum muslimin untuk kembali ke pusat eksistensialnya, Allah SWT.; kembali kepada kesuciannya, sekaligus menemukan kembali makna kemanusiaannya yang universal. Manusia adalah bersaudara. Penuh kasih sayang dan kerelaan berkurban, sejajar di depan Tuhan, apapun perbedaan yang ada di antara mereka
2. Nabi Ibrahim as. dan Nabi Muhammad saw. serta Nabi-nabi yang lain merupakan tokoh idola dan prototip yang diinginkan umat manusia, khsususnya dalam mengantisipasi perubahan sosial yang sangat deras sekarang ini, baik dalam kaitannya dengan kepedualian sosial dan perikehidupan yang bermuatan moralitas keagamaan terhadap merekayang tidak membedakan wilayah “dunia” dan “akhirat”. Mereka dapat memadukan antara tuntunan ibadah yang bersifat trasendental normatif dan tuntunan ibadah yang bersifat sosial.[31] Dengan ibadah qurban, dimensi kepedulian sosial dari kaum muslimin semakin kongret.
3. Konflik sosial yang menggejala pada umat manusia, khususnya di Indonesia sehingga hubungan ukhuwah di abaikan. Ukhuwah Islamiyyah, -seperti lazimnya hubungan persaudaraan antar anggota keluarga tertentu-, dimaksud sebagai suatu komunitas yang mengandung nila-nilai pengikat tertentu, baik yang disepakati bersama, yang tumbuh dari keyakinan dogmatis maupun yang tumbuh secara naluriyah atau fitriyah. Salah satu unsur “tali” pengikat dalam upaya menumbuhkan ukhuwah Islamiyyah ini adalah qurban, yakni udhiyyah dan aqiqah.
F. Metode Penulisan
Di dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode-metode penulisan sebagai berikut:
1. Metode pengumpulan data
Untuk memperoleh data-data dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode library research, yaitu mendayaupayakan sumber informasi yang terdapat di perpustakaan.[32]
Metode ini penulis gunakan untuk mencari data-data dengan cara membaca, menelaah dan mengkaji buku-buku Tafsir Al-Qur’an dan Hadits serta buku-buku lain yang berkaitan dengan tema pembahasan. Kemudian hasil dari data-data itu dianalisis untuk mendapatkan kandungan makna Al-Qur’an surat Al-Kautsar tentang aspek-aspek pendidikan sosial pada ibadah qurban.
2. Metode Pembahasan
a. Metode Tafsir Maudhu’i
Metode tafsir maudhu’i, yaitu metode tafsir Al-Qur’an yang di dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dilakukan dengan cara mengumpulkan ayat-ayat yang berbicara tentang satu topik permasalahan tertentu.[33]
Menurut Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir, seperti yang dikutip dari Prof. Dr.Quraish Shihab, M.A. yang mengutipnya lagi dari Dr. Abdul Hay Al-Farmawi, tafsir maudhu’i atau tematik sebagai metoda mempelajari Al-Qur’an menggunakan langkah-langkah garis besar sebagai berikut: merumuskan tema masalah yang akan dibahas, menghimpun-menyusun-menelaah ayat-ayat Al-Qur’an dan melengkapinya dengan hadits yang relevan, dan menyusun kesimpulan sebagai jawaban Al-Qur’an atas masalah yang dibahas.[34]
Metode ini digunakan untuk membahas ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan tema pembahasan dan memperkuatnya dengan hadits-hadits Nabi yang relevan.
b. Metode Analisis Filosofis
Menurut Harry Schofield seperti yang dikutip Prof. Dr. Imam Barnadib dan dikutip lagi oleh Prof. H.M. Arifin, M.Ed., metode analisis filosofis pada hakikatnya terdiri atas analisa linguistik (bahasa) dan analisa konsep. Analisa bahasa digunakan untuk mengetahui arti yang sesungguhnya dari sesuatu, sedangkan analisa konsep adalah analisa kata yang dianggap kunci pokok yang mewakili suatu gagasan atau konsep.[35]
Metode ini digunakan untuk mengetahui maksud yang sesungguhnya dari ibadah qurban dan pendidikan sosial yang didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi sehingga dapat menghasilkan analisis tentang aspek-aspek pendidikan sosial yang terdapat dalam ibadah qurban yang bisa dimengerti dan dipahami.
3. Analisis Data
Dalam mengolah data, maka data tersebut dianalisis dengan content analysis (analisis isi), karena data-data yang dikumpulkan adalah data-data deskriptif nonstatistik, dan untuk mempertajam “pisau” analisis ini, penulis menggunakan metode berfikir deduksi[36] dan metode berpikir induksi[37] sebagai manhajul fikr atau kerangka berpikirnya.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penjelasan, pemahaman dan penelaahan pokok-pokok masalah yang dikaji, maka penulis dalam menyusun skripsi ini menggunakan sistematika sebagai berikut:
1. Bagian Muka
Bagian ini memuat: halaman judul, halaman pengesahan, nota pembimbing, motto, halaman persembahan, kata pengantar dan daftar isi.
2. Bagian Isi
Pada bagian ini memuat 5 (lima) bab, yaitu:
Bab I
Pendahuluan yang berisi: Latar Belakang, Penegasan Istilah, Perumusan Pokok Masalah, Tujuan Penulisan, Alasan Pemilihan Judul, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
Bab II
Bab ini menguraikan Tinjauan Umum Ibadah Qurban dalam Al-Qur’an Surat Al-Kautsar yang meliputi: Pengertian dan Tujuan Ibadah Qurban, Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Ibadah Qurban, dan Ibadah Qurban dalam Surat Al-Kautsar yang mencakup Munasabah Surat Al-Kautsar dengan Surat Al-Ma’un, Asbab An-Nuzul Surat Al-Kautsar, Pandangan Para Mufassir tentang Ibadah Qurban dalam Surat Al-Kautsar, dan Bentuk-bentuk Ibadah Qurban dalam Surat Al-Kautsar.
Bab III
Pada bab ini diuraikan mengenai Konsep Pendidikan Sosial yang meliputi: Pengertian Pendidikan Sosial, Dasar dan Tujuan Pendidikan Sosial, Lingkungan Pendidikan Sosial dan Metode Pendidikan Sosial.
Bab IV
Dalam bab ini menguraikan tentang Aspek-aspek Pendidikan Sosial pada Ibadah Qurban dalam Al-Qur’an Surat Al-Kautsar, yang meliputi: Penanaman Sikap-sikap Sosial yang Mulia dan Menanamkan Rasa Ketentramanan Jiwa dalam Kehidupan Sosial.
Bab V
Penutup, yang meliputi: Kesimpulan dari pembahasan dalam skripsi, Saran-saran dan Kata Penutup.
3. Bagian Akhir
Pada bagian ini memuat bagian akhir yang meliputi: Daftar Pustaka, Lampiran-lampiran dan Biodata Penulis.
[1] Secara etimologi dan menurut Al-Qur’an, Islam berarti penyerahan diri dan kepatuhan (QS. 3: 83). Kemudian di dalam Al-Qur’an, kata “al-Islam” digunakan sebagai nama agama dan tatanan kehidupan yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dari Allah SWT. Allah menjelaskan bahwa barangsiapa berbuat atau mengikuti selain agama-Nya, meskipun itu agama Samawi yang terdahulu, maka Allah SWT. tidak akan menerimanya (QS. 3: 19; 85, 5: 3). Islam merupakan tatanan Illahi selain sebagai penutup segala syari’at juga sebagai sebuah tatanan kehidupan yang paripurna dan meliputi seluruh aspeknya. Allah telah meridloi Islam untuk menata hubungan antara manusia dengan Al-Khaliq, alam, makhluk, dunia, akhirat, masyarakat, keluarga, pemerintah dan rakyat. Selain itu juga untuk menata seluruh hubungan yang dibutuhkan oleh manusia. Penataan ini didasarkan atas ketaatan dan keikhlasan beribadah kepada Allah SWT. semata , serta pelaksanaan segala yang dibawa oleh Rasulullah saw. Baca, Abdurrahman an-Nahlawi, Ushul at-Tarbiyyah al-Islamiyyah wa Asalibuha, diterjemahkan oleh Hery Noer Ali (Bandung: CV. Diponegoro, 1996), halaman 36-37.
[2] Dikutip dari M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1997), halaman 33.
[3] Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Medinah: Mujamma’ al-Malik Fadh li Thiba’at al-Mush-haf as-Syarif, 1992), halaman 425-426.
[4] MA. Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial (Yogyakarta: LKiS, 1994), halaman 425-426.
[5] Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani. Gagasan, Fakta dan Tantangan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), halaman 20.
[6] Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Op. Cit., halaman 517.
[7] M. Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), halaman 275-276.
[8] Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam, diterjemahkan oleh Jamaludin Miri (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), Juz I, halaman 91.
[9] Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Op. Cit., halaman 1110.
[10] Dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar, anugerah yang banyak jenis dan kuantitasnya terdapat dalam arti kata “Al-Kautsar” itu sendiri. Kata “Al-Kautsar” merupakan kata yang berbentuk hiperbolis (mubalaghah) dari kata “katsir” yang berarti sesuatu yang sangat banyak sekali. Muncul banyak perbedaan pendapat tentang makna “Al-Kautsar” ini. akan tetapi dengan adanya kata ganti “al” sebelum kata tersebut (dalam surat Al-Kautsar) menunjukan bahwa yang dimaksud dengan kata “Al-Kautsar” adalah sesuatu yang cukup diketahui oleh para pendengarnya dan segera dapat dipahami. Walaupun –sampai saat itu- belum pernah menyaksikan Nabi Muhammad saw. menyandang sifat tersebut, sementara musuh-musuh beliau justru memandangnya “sedikit” (dalam harta, pengikut dan sebagainya). Adapun yang sebenarnya telah diberikan kepada Nabi Muhammad saw. yang dimengerti oleh para pendengar dan pembaca Al-Qur’an adalah kenabian (nuquwwah), agama yang haq, hidayah, serta segala sesuatu yang mengantarkan kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Lihat, Muhammad Abduh, Tafsir Al-Qur’an al-Karim (Juz Amma), diterjemahkan oleh Muhammad Bagir (Bandung: Mizan, 1999), halaman 338-339.
[11] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), halaman 570.
[12] Wahbah az-Zuhaili, At-Tafsir Al- Munir (Bairut: Dar al-Fikr al-Muashir, 1992), Juz XXVII halaman 429.
[13] Haedar Nashir, Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), halaman 159.
[14] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), halaman 62.
[15] Ibid., halaman 205.
[16] Khurshid Ahmad, Principles of Islamic Education (Lahore: Islamic Publication Limited, t.th.), halaman 2.
[17] Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit., halaman 958.
[18] Sahal Mahfudz, Op. Cit., halaman 257.
19] St. Vembriarto, Pendidikan Sosial (Yogyakarta: Yayasan Pendidikan Paramita, 1975), halaman 11.
[20] Soelaiman Yoesoef, Konsep Pendidikan Luar Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), halaman 100.
[21] Menurut MA. Sahal Mahfudz, pendidikan sosial keagamaan sebenarnya implisit masuk dalam pendidikan Islam. Karena dalam Pendidikan Islam seutuhnya menyangkut iman (aspek aqidah), Islam (aspek syari’ah), dan ihsan (aspek akhlak, etika, dan tasawuf) akan berarti melibatkan semua aspek rohani dan jasmani bagi kehidupan manusia sebagai makhluk individual maupun sebagai makhluk sosial. Lihat Sahal Mahfudz, Op. Cit., halaman 257.
[22] Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit., halaman 12.
[23] Abdurrahman An-Nahlawi, Op. Cit., halaman 90.
[24] Hasbullah Bakry, Pedoman Islam di Indonesia (Jakarta: UI-Press, 1990), halaman 261.
[25] M. Quraish Shihab, Op. Cit., halaman 566.
[26] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit., halaman 24.
[27] Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, diterjemahkan oleh Noer Iskandar al-Barsany & M. Tolchah Mansoer (Jakarta: Rajawali Press, 1996) halaman 22.
[28] Richad Bell, Bell’s Introduction to Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Taufik Adnan Amal (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), halaman 90.
[29] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit., halaman 872.
[30] M. Quraish Shihab, Op. Cit., hal. 563.
[31] M. Amin Abdullah, Op. Cit., hal 267-277.
[32] Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode penelitian Survei (Jakarta: LP3S, 1989), halaman 70.
[33] Ahmad Syadazali & Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), halaman 67.
[34] Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), halaman 179.
[35] Muzayin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), halaman 26.
[36] Berfikir deduksi ialah “berangkat dari suatu pengetahuan yang sifatnya umum dan bertitik tolak dari pengetahuan yang umum itu kita hendak menilai sesuatu kejadian yang khusus. Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: UGM Press, 1977), halaman 49. Metode ini digunakan untuk mencari data-data tentang ibadah qurban, kemudian dari data-data umum tersebut ditarik kesimpulan yang khusus mengenai aspek-aspek pendidikan sosial yang terdapat dalam ibadah qurban.
[37] Berfikir induksi ialah “berangkat dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa kongret yang khusus kemudian ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum. Ibid., halaman 50. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data-data khusus untuk ditarik kesimpulan yang bersifat umum mengenai aspek-aspek pendidikan sosial pada ibadah qurban dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar.
1. Aspek-aspek Pendidikan Sosial
Kata “aspek” mempunyai arti “tanda” atau “sudut pandangan”.[14] Dalam judul di atas, kata “aspek” berbentuk kata ulang yang menunjukkan makna lebih dari satu (jamak) dan mempunyai maksud tanda-tanda atau sudut pandang pendidikan sosial pada ibadah qurban yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar.
Pendidikan mempunyai pengertian proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan proses, perbuatan dan cara mendidik.[15]
Menurut Khurshid Ahmad, pendidikan ialah:
“A mental, physical, and moral training and its objective is to produce highly cultured men and women fit to discharge their duties as good human beings ang wothy citizens or state”. [16]
Menurut Khurshid Ahmad pendidikan ialah:
“Latihan mental, fisik dan moral yang bertujuan untuk menghasilkan manusia yang berbudaya tinggi, cakap dalam melaksanakan tugas-tugas mereka sebagai makhluk hidup yang baik dan sebagai warga negara yang berguna”.
Sedangkan sosial juga diartikan “berkenaan dengan masyarakat” atau “suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma dan sebagainya)”.[17] Sedangkan sosial secara ensiklopedis berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat atau secara abstraksis berarti masalah-masalah kemasyarakatan yang menyangkut pelbagai fenomena hidup dan kehidupan orang banyak, baik dilihat dari sisi mikro individual maupun makro kolektif.[18]
Menurut Drs. St. Vembriarto, pendidikan sosial diartikan sebagai usaha mempengaruhi dan mengembangkan sikap sosial.[19] Sedangkan menurut Prof. Dr. Santoso S. Hamidjojo, seperti yang dikutip Prof. Drs. Soelaiman Yoesoef, pendidikan sosial ialah suatu proses yang diusahakan dengan sengaja dan di dalam masyarakat untuk mendidik, membina, membimbing dan membangun individu dalam lingkungan sosial dan alamnya supaya secara bebas dan bertanggung jawab menjadi pendorong ke arah perubahan dan kemajuan.[20]
Dalam pengertian tersebut, kiranya dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pendidikan sosial dalam penelitian ini ialah proses pendidikan yang diarahkan kepada individu agar ia secara bebas dan bertanggung jawab dapat mengamalkan sikap sosial yang baik di lingkungannya sesuai dengan hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat.
Dalam penelitian ini, penulis memaparkan pendidikan sosial yang didasarkan pada ajaran Islam yang dalam istilah yang dikemukakan K.H. MA. Sahal Mahfudz disebut sebagai pendidikan sosial keagamaan, yakni pendidikan sosial yang mempunyai implikasi dengan ajaran Islam atau sekurang-kurangnya mempunyai nilai Islamiah.[21]
2. Ibadah Qurban
Ibadah mempunyai pengertian perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah SWT. yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.[22]
Menurut Abdurrahman an-Nahlawi, ibadah mempunyai rahasia yang terletak pada asas bahwa keseluruhan rahasia itu diikat dengan satu makna yang menyatukan segala dorongan manusia dan individu masyarakat muslim. Rahasia itu adalah penghambaan kepada Allah SWT. semata, serta menerima ajaran dan perintah Allah SWT. baik dalam urusan dunia maupun urusan akhirat.[23]
Qurban, menurut bahasa berarti “pendekatan”, maksudnya adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan cara menyembelih hewan yang dagingnya dibagikan secara cuma-cuma pada khalayak ramai.[24] Qurban yang dimaksud di sini adalah penyembelihan hewan yang dilakukan pada Hari Raya Idul Adha (udhiyyah) dan penyembelihan hewan yang dilakukan pada hari ketujuh kelahiran anak (aqiqah) sebagai ungkapan rasa syukur orang tua kepada Allah SWT. atas kelahiran anak mereka.
Dalam penelitian ini, penulis akan membahas ibadah qurban yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar dimana pengertian ibadah qurban yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar ayat 2 ini menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab, M.A. cenderung memahami kata tersebut dalam arti menyembelih binatang, baik dalam konteks Idul Adha maupun aqiqah.[25]
3. Al-Qur’an Surat Al-Kautsar
Al-Qur’an merupakan Kitab Suci agama Islam yang berisi firman-firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dengan perantaraan Malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia. [26]
Menurut Prof. Dr. Abdul Wahhab Khallaf, Al-Qur’an ialah kalam (diktum) Allah swt. yang diturunkan oleh-Nya dengan perantaraan Malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah, dengan lafadz-lafadz (kata-kata) bahasa Arab dan dengan makna yang benar agar menjadi hujjah Rasul saw. dalam pengakuannya sebagai Rasulullah juga sebagai undang-undang yang dijadikan pedoman umat manusia dan sebagai amal ibadah bila dibacanya. Al-Qur’an di-tadwin-kan di anatar dua lembar mushaf yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas yang telah sampai kepada kita secara teratur, baik dengan bentuk tulisan atau lisan, dari generasi jke generasi lain, dengan tetap terpelihara dari perubahan dan penggantian.[27]
Surat, menurut bahasa, berasal dari bahasan Ibrani “shirah” yang berarti “suatu deretan” bekas-bekas batu bata di dinding dan bekas pepohonan anggur.[28]
Sedangkan Al-Kautsar merupakan surat keseratus delapan dalam Al-Qur’an dan mempunyai arti “sungai (telaga) di dalam surga.[29] Surat Al-Kautsar dari segi urutannya dalam mushaf, merupakan surat yang keseratus delapan sesudah surat Al-Maun. Dari segi turunnya, surat Al-Kautsar merupakan wahyu yang keempat belas dan turun setelah turunnya surat Al-‘Adiyat.[30]
C. Perumusan Pokok Masalah
Dalam melakukan penelitian ini ada 2 (dua) pokok permasalahan yang akan difokuskan pembahasannya, yakni:
1. Bagaimanakah konsep Al-Qur’an tentang ibadah qurban?
2. Bagaimanakah konsep pendidikan sosial?
3. Apa sajakah aspek-aspek pendidikan sosial yang terkandung pada ibadah qurban di dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar?
D. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui konsep Al-Qur’an tentang ibadah qurban
2. Untuk mengetahui konsep pendidikan sosial.
3. Untuk mengetahui aspek-aspek pendidikan sosial pada ibadah qurban yang terkandung di dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar.
E. Alasan Pemilihan Judul
Ada 3 (tiga) alasan yang mendorong penulis untuk memilih judul penelitian di atas, yaitu:
1. Ibadah qurban adalah jihad bagi kaum muslimin untuk kembali ke pusat eksistensialnya, Allah SWT.; kembali kepada kesuciannya, sekaligus menemukan kembali makna kemanusiaannya yang universal. Manusia adalah bersaudara. Penuh kasih sayang dan kerelaan berkurban, sejajar di depan Tuhan, apapun perbedaan yang ada di antara mereka
2. Nabi Ibrahim as. dan Nabi Muhammad saw. serta Nabi-nabi yang lain merupakan tokoh idola dan prototip yang diinginkan umat manusia, khsususnya dalam mengantisipasi perubahan sosial yang sangat deras sekarang ini, baik dalam kaitannya dengan kepedualian sosial dan perikehidupan yang bermuatan moralitas keagamaan terhadap merekayang tidak membedakan wilayah “dunia” dan “akhirat”. Mereka dapat memadukan antara tuntunan ibadah yang bersifat trasendental normatif dan tuntunan ibadah yang bersifat sosial.[31] Dengan ibadah qurban, dimensi kepedulian sosial dari kaum muslimin semakin kongret.
3. Konflik sosial yang menggejala pada umat manusia, khususnya di Indonesia sehingga hubungan ukhuwah di abaikan. Ukhuwah Islamiyyah, -seperti lazimnya hubungan persaudaraan antar anggota keluarga tertentu-, dimaksud sebagai suatu komunitas yang mengandung nila-nilai pengikat tertentu, baik yang disepakati bersama, yang tumbuh dari keyakinan dogmatis maupun yang tumbuh secara naluriyah atau fitriyah. Salah satu unsur “tali” pengikat dalam upaya menumbuhkan ukhuwah Islamiyyah ini adalah qurban, yakni udhiyyah dan aqiqah.
F. Metode Penulisan
Di dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode-metode penulisan sebagai berikut:
1. Metode pengumpulan data
Untuk memperoleh data-data dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode library research, yaitu mendayaupayakan sumber informasi yang terdapat di perpustakaan.[32]
Metode ini penulis gunakan untuk mencari data-data dengan cara membaca, menelaah dan mengkaji buku-buku Tafsir Al-Qur’an dan Hadits serta buku-buku lain yang berkaitan dengan tema pembahasan. Kemudian hasil dari data-data itu dianalisis untuk mendapatkan kandungan makna Al-Qur’an surat Al-Kautsar tentang aspek-aspek pendidikan sosial pada ibadah qurban.
2. Metode Pembahasan
a. Metode Tafsir Maudhu’i
Metode tafsir maudhu’i, yaitu metode tafsir Al-Qur’an yang di dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dilakukan dengan cara mengumpulkan ayat-ayat yang berbicara tentang satu topik permasalahan tertentu.[33]
Menurut Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir, seperti yang dikutip dari Prof. Dr.Quraish Shihab, M.A. yang mengutipnya lagi dari Dr. Abdul Hay Al-Farmawi, tafsir maudhu’i atau tematik sebagai metoda mempelajari Al-Qur’an menggunakan langkah-langkah garis besar sebagai berikut: merumuskan tema masalah yang akan dibahas, menghimpun-menyusun-menelaah ayat-ayat Al-Qur’an dan melengkapinya dengan hadits yang relevan, dan menyusun kesimpulan sebagai jawaban Al-Qur’an atas masalah yang dibahas.[34]
Metode ini digunakan untuk membahas ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan tema pembahasan dan memperkuatnya dengan hadits-hadits Nabi yang relevan.
b. Metode Analisis Filosofis
Menurut Harry Schofield seperti yang dikutip Prof. Dr. Imam Barnadib dan dikutip lagi oleh Prof. H.M. Arifin, M.Ed., metode analisis filosofis pada hakikatnya terdiri atas analisa linguistik (bahasa) dan analisa konsep. Analisa bahasa digunakan untuk mengetahui arti yang sesungguhnya dari sesuatu, sedangkan analisa konsep adalah analisa kata yang dianggap kunci pokok yang mewakili suatu gagasan atau konsep.[35]
Metode ini digunakan untuk mengetahui maksud yang sesungguhnya dari ibadah qurban dan pendidikan sosial yang didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi sehingga dapat menghasilkan analisis tentang aspek-aspek pendidikan sosial yang terdapat dalam ibadah qurban yang bisa dimengerti dan dipahami.
3. Analisis Data
Dalam mengolah data, maka data tersebut dianalisis dengan content analysis (analisis isi), karena data-data yang dikumpulkan adalah data-data deskriptif nonstatistik, dan untuk mempertajam “pisau” analisis ini, penulis menggunakan metode berfikir deduksi[36] dan metode berpikir induksi[37] sebagai manhajul fikr atau kerangka berpikirnya.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penjelasan, pemahaman dan penelaahan pokok-pokok masalah yang dikaji, maka penulis dalam menyusun skripsi ini menggunakan sistematika sebagai berikut:
1. Bagian Muka
Bagian ini memuat: halaman judul, halaman pengesahan, nota pembimbing, motto, halaman persembahan, kata pengantar dan daftar isi.
2. Bagian Isi
Pada bagian ini memuat 5 (lima) bab, yaitu:
Bab I
Pendahuluan yang berisi: Latar Belakang, Penegasan Istilah, Perumusan Pokok Masalah, Tujuan Penulisan, Alasan Pemilihan Judul, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
Bab II
Bab ini menguraikan Tinjauan Umum Ibadah Qurban dalam Al-Qur’an Surat Al-Kautsar yang meliputi: Pengertian dan Tujuan Ibadah Qurban, Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Ibadah Qurban, dan Ibadah Qurban dalam Surat Al-Kautsar yang mencakup Munasabah Surat Al-Kautsar dengan Surat Al-Ma’un, Asbab An-Nuzul Surat Al-Kautsar, Pandangan Para Mufassir tentang Ibadah Qurban dalam Surat Al-Kautsar, dan Bentuk-bentuk Ibadah Qurban dalam Surat Al-Kautsar.
Bab III
Pada bab ini diuraikan mengenai Konsep Pendidikan Sosial yang meliputi: Pengertian Pendidikan Sosial, Dasar dan Tujuan Pendidikan Sosial, Lingkungan Pendidikan Sosial dan Metode Pendidikan Sosial.
Bab IV
Dalam bab ini menguraikan tentang Aspek-aspek Pendidikan Sosial pada Ibadah Qurban dalam Al-Qur’an Surat Al-Kautsar, yang meliputi: Penanaman Sikap-sikap Sosial yang Mulia dan Menanamkan Rasa Ketentramanan Jiwa dalam Kehidupan Sosial.
Bab V
Penutup, yang meliputi: Kesimpulan dari pembahasan dalam skripsi, Saran-saran dan Kata Penutup.
3. Bagian Akhir
Pada bagian ini memuat bagian akhir yang meliputi: Daftar Pustaka, Lampiran-lampiran dan Biodata Penulis.
[1] Secara etimologi dan menurut Al-Qur’an, Islam berarti penyerahan diri dan kepatuhan (QS. 3: 83). Kemudian di dalam Al-Qur’an, kata “al-Islam” digunakan sebagai nama agama dan tatanan kehidupan yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dari Allah SWT. Allah menjelaskan bahwa barangsiapa berbuat atau mengikuti selain agama-Nya, meskipun itu agama Samawi yang terdahulu, maka Allah SWT. tidak akan menerimanya (QS. 3: 19; 85, 5: 3). Islam merupakan tatanan Illahi selain sebagai penutup segala syari’at juga sebagai sebuah tatanan kehidupan yang paripurna dan meliputi seluruh aspeknya. Allah telah meridloi Islam untuk menata hubungan antara manusia dengan Al-Khaliq, alam, makhluk, dunia, akhirat, masyarakat, keluarga, pemerintah dan rakyat. Selain itu juga untuk menata seluruh hubungan yang dibutuhkan oleh manusia. Penataan ini didasarkan atas ketaatan dan keikhlasan beribadah kepada Allah SWT. semata , serta pelaksanaan segala yang dibawa oleh Rasulullah saw. Baca, Abdurrahman an-Nahlawi, Ushul at-Tarbiyyah al-Islamiyyah wa Asalibuha, diterjemahkan oleh Hery Noer Ali (Bandung: CV. Diponegoro, 1996), halaman 36-37.
[2] Dikutip dari M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1997), halaman 33.
[3] Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Medinah: Mujamma’ al-Malik Fadh li Thiba’at al-Mush-haf as-Syarif, 1992), halaman 425-426.
[4] MA. Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial (Yogyakarta: LKiS, 1994), halaman 425-426.
[5] Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani. Gagasan, Fakta dan Tantangan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), halaman 20.
[6] Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Op. Cit., halaman 517.
[7] M. Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), halaman 275-276.
[8] Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam, diterjemahkan oleh Jamaludin Miri (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), Juz I, halaman 91.
[9] Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Op. Cit., halaman 1110.
[10] Dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar, anugerah yang banyak jenis dan kuantitasnya terdapat dalam arti kata “Al-Kautsar” itu sendiri. Kata “Al-Kautsar” merupakan kata yang berbentuk hiperbolis (mubalaghah) dari kata “katsir” yang berarti sesuatu yang sangat banyak sekali. Muncul banyak perbedaan pendapat tentang makna “Al-Kautsar” ini. akan tetapi dengan adanya kata ganti “al” sebelum kata tersebut (dalam surat Al-Kautsar) menunjukan bahwa yang dimaksud dengan kata “Al-Kautsar” adalah sesuatu yang cukup diketahui oleh para pendengarnya dan segera dapat dipahami. Walaupun –sampai saat itu- belum pernah menyaksikan Nabi Muhammad saw. menyandang sifat tersebut, sementara musuh-musuh beliau justru memandangnya “sedikit” (dalam harta, pengikut dan sebagainya). Adapun yang sebenarnya telah diberikan kepada Nabi Muhammad saw. yang dimengerti oleh para pendengar dan pembaca Al-Qur’an adalah kenabian (nuquwwah), agama yang haq, hidayah, serta segala sesuatu yang mengantarkan kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Lihat, Muhammad Abduh, Tafsir Al-Qur’an al-Karim (Juz Amma), diterjemahkan oleh Muhammad Bagir (Bandung: Mizan, 1999), halaman 338-339.
[11] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), halaman 570.
[12] Wahbah az-Zuhaili, At-Tafsir Al- Munir (Bairut: Dar al-Fikr al-Muashir, 1992), Juz XXVII halaman 429.
[13] Haedar Nashir, Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), halaman 159.
[14] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), halaman 62.
[15] Ibid., halaman 205.
[16] Khurshid Ahmad, Principles of Islamic Education (Lahore: Islamic Publication Limited, t.th.), halaman 2.
[17] Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit., halaman 958.
[18] Sahal Mahfudz, Op. Cit., halaman 257.
19] St. Vembriarto, Pendidikan Sosial (Yogyakarta: Yayasan Pendidikan Paramita, 1975), halaman 11.
[20] Soelaiman Yoesoef, Konsep Pendidikan Luar Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), halaman 100.
[21] Menurut MA. Sahal Mahfudz, pendidikan sosial keagamaan sebenarnya implisit masuk dalam pendidikan Islam. Karena dalam Pendidikan Islam seutuhnya menyangkut iman (aspek aqidah), Islam (aspek syari’ah), dan ihsan (aspek akhlak, etika, dan tasawuf) akan berarti melibatkan semua aspek rohani dan jasmani bagi kehidupan manusia sebagai makhluk individual maupun sebagai makhluk sosial. Lihat Sahal Mahfudz, Op. Cit., halaman 257.
[22] Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit., halaman 12.
[23] Abdurrahman An-Nahlawi, Op. Cit., halaman 90.
[24] Hasbullah Bakry, Pedoman Islam di Indonesia (Jakarta: UI-Press, 1990), halaman 261.
[25] M. Quraish Shihab, Op. Cit., halaman 566.
[26] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit., halaman 24.
[27] Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, diterjemahkan oleh Noer Iskandar al-Barsany & M. Tolchah Mansoer (Jakarta: Rajawali Press, 1996) halaman 22.
[28] Richad Bell, Bell’s Introduction to Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Taufik Adnan Amal (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), halaman 90.
[29] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit., halaman 872.
[30] M. Quraish Shihab, Op. Cit., hal. 563.
[31] M. Amin Abdullah, Op. Cit., hal 267-277.
[32] Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode penelitian Survei (Jakarta: LP3S, 1989), halaman 70.
[33] Ahmad Syadazali & Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), halaman 67.
[34] Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), halaman 179.
[35] Muzayin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), halaman 26.
[36] Berfikir deduksi ialah “berangkat dari suatu pengetahuan yang sifatnya umum dan bertitik tolak dari pengetahuan yang umum itu kita hendak menilai sesuatu kejadian yang khusus. Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: UGM Press, 1977), halaman 49. Metode ini digunakan untuk mencari data-data tentang ibadah qurban, kemudian dari data-data umum tersebut ditarik kesimpulan yang khusus mengenai aspek-aspek pendidikan sosial yang terdapat dalam ibadah qurban.
[37] Berfikir induksi ialah “berangkat dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa kongret yang khusus kemudian ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum. Ibid., halaman 50. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data-data khusus untuk ditarik kesimpulan yang bersifat umum mengenai aspek-aspek pendidikan sosial pada ibadah qurban dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar.