BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku. Segera setelah dilahirkan mulai terjadi proses belajar pada diri anak dan hasil yang diperoleh adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan pemenuhan kebutuhan.[1]
Pendidikan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan, jalur pendidikan terdiri atas; pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Selain jenjang tersebut dapat juga diselenggaran pendidikan anak usia dini yang diselenggarakan sebelum jenjang Pendidikan Dasar.[2]
Taman Kanak-kanak (TK) didirikan sebagai usaha mengembangan seluruh segi kepribadian anak didik dalam rangka menjembatani pendidikan keluarga ke pendidikan sekolah. Ruang lingkup program kegiatan belajarnya meliputi: pembentukan prilaku melalui pembiasaan dalam pengembangan moral Pancasila, Agama, disiplin, perasaan/emosi dan kemampuan bermasyarakat, serta pengembangan kemampuan dasar melalui kegiatan yang dipersiapkan oleh guru, meliputi: penegembangan kemampuan berbahasa, daya pikir, daya cipta, ketrampilan dan jasmani.[3] Sedangkan program kegiatan di TK berorientasi pada pembentukan prilaku melalui pembiasaan dan mengembangan kemampuan dasar yang terdapat pada diri anak didik sesuai tahap perkembangannya.[4]
Hal senada diungkapkan Moeslichatoen R bahwa karakteristik tujuan kegiatan di Taman Kanak-kanak biasanya diarahkan pada pengembangan kreativitas, pengembangan bahasa, pengembangan emosi, pengembangan motorik dan pengembangan nilai serta pengembangan sikap dan nilai. Hal tersebut dilandasi oleh latar belakang anak TK yang memiliki kecenderungan selalu bergerak, memiliki rasa ingin tahu yang kuat, senang bereksperimen dan menguji, mampu mengekspresikan diri secara kreatif, mempunyai imajinasi dan senang berbicara.[5]
Pada prinsipnya bahan pelajaran dapat disajikan secara menarik sebagai upaya menumbuhkan motivasi belajar anak didik. Motivasi berhubungan erat dengan emosi, minat dan kebutuhan anak didik. Motivasi intrinsik yang berarti dorongan rasa ingin tahu, keinginan mencoba dan sikap mandiri anak didik dapat dijadikan landasan bagi pendidik untuk menentukan pola motivasi ekstrinsik, sehingga tujuan pembelajaran efektif. Dengan demikian dibutuhkan keterlibatan intelek-emosional anak didik dalam proses interaksi edukatif. Guru diharapkan mampu mengelola motivasi dengan menerapkan aktivitas anak didik, yaitu belajar sambil melakukan (learning by doing).[6] Dalam kontek pendidikan pra sekolah aktivitas tersebut dapat dilakukan dengan latihan-latihan secara bertahap dan berkelanjutan.
Sebagaimana dikutip Dimyati dan Mudjiono dalam buku Belajar Dan Pembelajaran, Edga Dale berpendapat bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar mengamati, tetapi harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.[7]
Dimyati dan Mudjiono juga mengutip pendapat John Dewey yang mengemukakan Learning By Doing adalah belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung yang dilakukan langsung oleh siswa secara aktif baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah. Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.[8]
Lebih lanjut John Dewey mengemukakan bahwa persoalan pokok pendidikan adalah pengalaman, dimana pengalaman sekarang harus berpengaruh kreatif dan produktif dalam seluruh pengalaman berikutnya.[9] Sehingga mampu memberikan arah positif pada seleksi dan organisasi terhadap berbagai materi dan metode pendidikan yang cocok. Dengan demikian belajar merupakan proses yang tidak bertujuan mengembangkan secara spontan segala potensi bawaan, melainkan bertujuan merangsang proses perkembangan yang berlangsung melalui suatu urutan tahap yang tetap, dengan cara menyajikan berbagai masalah dan konflik yang riil yang dapat diatasi atau diselesaikan oleh anak secara aktif "by doing it".[10]
Penyajian pembelajaran dalam hal ini lebih menekankan pada aspek pemahaman dan pelaksanaan materi pelajaran dengan tidak mengesampingkan aspek memorisasi. Karena peserta didik diarahkan pada eksplorasi pengalaman, dan mencoba mengalami pengalaman yang sama sekali baru. Beberapa pendekatannya adalah praktek di Laboratorium, di Bengkel, di Kebun/lapangan yang merupakan kegiatan dalam rangka terlaksananya "Learning by doing".[11]
Pendidik mengusahakan anak didik untuk mampu berpartisipasi aktif dalam kegiatan fisik dan segala macam gerakan atau aktifitas. Dengan serta merta anak didik mampu mengikuti proses pendidikan dan sekaligus mengembangkan minatnya dalam bidang lain. Usaha memunculkan minat dalam hal intelektual adalah dengan menyelesaiakan masalah, menemukan hal baru dan menggambarkan atau menjelaskan bagaimana sesuatu hal berlangsung, sedangkan minat yang bersifat sosial terdapat dalam hubungan interpersonal.[12]
Peran guru dalam mendorong munculnya minat anak didik adalah mengeliminir budaya “cekokan” dalam arti instruksi dalam melakukan sesuatu sehingga kebutuhan aktualisasi diri terpenuhi dan membuka lebar kesempatan untuk kreatif. Karena pada dasarnya pendidikan menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuanya secara optimal sesuai dengan pribadinya dan kebutuhan masyarakat.[13]
Sebagaimana diungkapkan Utami Munandar dalam bukunya Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Abraham Maslow mengemukakan bahwa terdapat keterkaitan antara kreativitas dengan aktualisasi diri. Aktualisasi diri dipahami ketika seseorang menggunakan semua bakat dan telentanya untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi-mengaktualisasikan atau mewujudkan potensinya.[14] Sedangkan pendapat Elliot yang dikutip Anna Craft menempatkan kreativitas sangat dekat dengan imajinasi. Kreativitas adalah berkaitan dengan imajinasi atau manifestasi kecerdikan dalam beberapa pencarian yang bernilai. Lebih lanjut dikatakan kreativitas tidak mengikat pada hasil akhir, tetapi lebih mengedepankan proses. Karena proses yang dilakukan beberapa orang dapat dianggap sebagai kreatif.[15]
Dalam kontek pendidikan anak prasekolah terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan, yaitu; kecenderungan aktif secara fisik, berkelompok untuk bermain, kecenderungan mengekspresikan emosinya dengan bebas, senang bicara karena umumnya telah terampil dalam berbahasa. Dalam hal ini kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi, dan kasih sayang.[16]
Proses pendidikan dengan model belajar sambil melakukan yang didasarkan pada pengalaman terarah dari peserta didik diharapkan mampu mendorong daya kreatifitas. Karena peserta didik mampu mengaktualisasikan diri untuk mengembangkan minat, bakat dan potensi intelegensinya. Dalam hal ini peran pengalaman dalam pendekatan pembelajaran menjadi bagian yang dikembangkan dari kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi yang harus dikuasai peserta didik perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud hasil belajar peserta didik yang mengacu pada pengalaman langsung.[17]
Dalam hal ini kualitas dan profesionalisme guru harus ditingkatkan sebagai upaya untuk melakukan kerjasama. Karena kompetensi selalu dilandasi oleh rasionalitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran “mengapa dan bagaimana” perbuatan tersebut dilakukan.[18]
Sebagai ilustrasi terdekat, yaitu; anak yang dibesarkan oleh orang tua yang taat beribadah dan sayang kepadanya, akan menyerap nilai-nilai agama dari orang tuanya, dan begitupun sebaliknya.[19] Dari berbagai latar belakang pengalaman peserta didik yang beragam, guru harus mempunyai bekal kepribadian yang menyenangkan, ramah serta penyayang kepada anak-anak dan mampu memahami perkembangan mereka serta mampu menjadikan dirinya sebagai orang yang menarik dan disukai anak-anak. Dengan demikian guru tidak kesulitan dalam mengajak anak didik belajar sambil melakukan untuk meningkatkan daya kreatifitas.
B. Penegasan Istilah
1. Definisi Konsep
Berdasarkan latar belakang diatas penulis merasa perlu menjelaskan terlebih dahulu istilah-istilah yang terdapat didalamnya, untuk menghindari kemungkinan penafsiran judul yang salah.
a. Implementasi
Implementasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pelaksanaan, penerapan.[20]
b. Model Pembelajaran
Model menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah acuan dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.[21]
Sedangkan Pembelajaran berasal dari kata “Belajar” mendapat imbuhan pe-an, pengertian belajar dalam buku Psikologi Pendidikan karya Sumadi Suryobroto yang mengutip pendapat Cron Bach adalah “Learning is shown by a change in behaviour as a result of experince”[22]
Model Pembelajaran adalah acuan proses perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari pengalaman.
c. Learning By doing
Learning By Doing menurut Jhon Dewey sebagaimana dikutip Dimyati dan Mudjiono dalam bukunya Belajar dan Pembelajaran adalah belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung yang dilakukan siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok.[23]
d. Peningkatan Kreativitas Anak
Peningkatan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses perbuatan meningkatkan.[24]
Kreativitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kemampuan untuk mencipta.[25]
Menurut George J. Seidel dalam The Crisis of Creativity sebagaimana yang dikutip Julius Candra dalam Bukunya “Kreativitas; Bagaimana Menenam, membangun, dan mengembangkannya” mengatakan "kreativitas adalah kemampuan untuk menghubungkan dan mengaitkan, kadang-kadang dengan cara ganjil, namun mengesankan, dan ini merupakan dasar pendayagunaan kreatif dari daya rohani manusia dalam bidang atau lapangan manapun".[26]
e. Anak
Anak adalah “subyek yang belum dewasa, yakni masih membutuhkan pertolongan dari orang dewasa, agar ia dapat berkembang dan tumbuh menuju kedewasaan.”[27]
Maksud dari anak-anak disini adalah anak didik pra sekolah yang berusia 4-6 tahun.
Peningkatan Kreativitas Anak adalah proses meningkatkan kemampuan mencipta dari orang yang belum dewasa.
f. Taman Kanak-kanak Islam Terpadu Umar bin Khatab Kudus
Taman Kanak-kanak merupakan salah satu bentuk dari pendidikan pra sekolah. Pendidikan prasekolah membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik diluar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar.[28]
Taman Kanak-kanak Islam Terpadu Umar bin Khatab Kudus adalah TK yang berada dibawah naungan Yayasan Al-Fath Kudus dimana penelian ini dilaksanakan.
2. Definisi Operasional
Implementasi Model Pembelajaran Learning by Doing dalam Peningkatan Kreativitas Anak di TKIT Umar bin Khattab Tahun Pelajaran 2004/2005 adalah penerapan acuan proses perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari pengalaman, melalui perbuatan langsung yang dilakukan siswa secara aktif dalam upaya meningkatkan kemampuan mencipta bagi anak-anak usia prasekolah di TKIT Umar bin Khattab Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2004/2005.
C. Rumusan Masalah
Uraian Latar Belakang tersebut dapat penulis rumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana prinsip-prinsip tentang model pembelajaran Learning by Doing dalam peningkatan kreativitas anak.
2. Bagaimana usaha-usaha yang dilakukan pendidik dalam meningkatkan kreativitas anak dengan model pembelajaran learning by doing di TKIT Umar Bin Khatab Tahun Pelajaran 2004/2005.
3. Bagaimana relevansi implementasi model pembelajaran learning by doing dengan peningkatan kreativitas anak di TKIT Umar bin Khattab Kudus Tahun Pelajaran 2004/2005.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya seuatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai.[29]
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan prinsip-prinsip model pembelajaran learning by doing dalam peningkatan kreativitas anak.
2. Menyelidiki tentang usaha-usaha guru dalam meningkatkan kreativitas anak dengan model pembelajaran learning by doing di TKIT Umar Bin Khattab Kudus Tahun Pelajaran 2004/2005.
3. Mengetahui relevansi implementasi model pembelajaran learning by doing dengan peningkatan kreativitas anak di TKIT Umar bin Khattab Kudus Tahun Pelajaran 2004/2005 .
E. Metode penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode penelitian lapangan (field research), yaitu riset yang dilakukan dikancah atau medan terjadinya gejala-gejala.[30]
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis yang berusaha mengerti dan memahami kejadian/peristiwa dalam situasi tertentu yang nampak.[31] Pendekatan ini digunakan dalam mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai pelaksanaan model pembelajaran learning by doing dalam meningkatkan kreativitas anak. Sedangkan analisisnya lebih menekankan pada proses penyimpulan deduktif dan induktif terhadap dinamika antar fenomena yang diamati.
2. Variabel dan Indikator
Dalam Penelitian kualitaitif ini peneliti mengajukan dua variabel yaitu :
a. Model Pembelajaran Learning By Doing sebagai variabel I
Belajar sambil melakukan didasarkan pada pengalaman yang dialami anak didik. Karena persoalan pokok dari suatu pendidikan yang didasarkan atas pengalaman ialah memilih jenis pengalaman sekarang yang berpengaruh secara kreatif dan produktif dalam seluruh pengalaman berkutnya. Dengan demikian meyajikan kapada anak “pengalaman langsung” disertai berbagai situasi problematik yang mereka ciptakan sendiri, adalah kunci pendidikan Dewey, karena menurutnya sebelum tekanan berubah menjadi syarat yang membuatnya menjadi hal yang diperlukan oleh si anak untuk mengambil bagian secara aktif dalam membangun kepribadian demi menghadapi masalah-masalah sendiri, dan untuk berpartisipasi dalam berbagai metode pemecahan terhadap masalah-masalah tersebut.[32]
Adapun Indikator dari variabel model pembelajaran learning by doing adalah:
1) Tujuan dan fungsi model pembelajaran learning by doing
2) Peran Pengalaman dalam Pembelajaran
3) Proses Pembelajaran
4) Materi Pembelajaran
5) Sarana /Media Pembelajaran
6) Sistem Evaluasi Pembelajaran
b. Peningkatan kreativitas anak sebagai variabel II
Dalam hal kreativitas seperti digambarkan Anna Craft yang mengutip pandangan Maslow, yaitu kreativitas dilihat sebagai aktualisasi diri dan sebuah bakat khusus untuk “memberontak”. Elliot menambahkan bahwa imajinasi dan kreativitas adalah sama, karenanya dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah masuk dalam imajinasi dalam melihat kemungkinan-kemungkinan. Sehingga berpikir integratif berdasar pengalaman merupakan kunci ‘Pencipta’ yang berhasil.[33]
Adapun indikator dari kreativitas anak adalah:
1) Kemampuan berpikir mencipta
2) Berpikir untuk pemecahan masalah
3) Model pembelajaran kreatif
4) Kondisi Lingkungan sekolah dan keluarga
3. Metode Pengumpulan Data
Usaha pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Field Research. Penelitian ini digunakan untuk memperoleh data kongkrit yang terjadi di lapangan .
Metode yang digunakan adalah :
a. Metode Observasi
Sebagai metode ilmiah observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistemik fenomena-fenomena yang diselidiki.[34] Metode ini digunakan untuk melihat lebih dekat tentang penerapan learning by doing dalam peningkatan kreativitas anak, letak dan keadaan geografis TKIT Umar Bin Khattab Kudus, sarana dan fasilitas, serta struktur organisasi. Dalam hal ini penulis menggunakan jenis observasi langsung terstruktur.
b. Metode Wawancara
Adalah metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).[35] Sehingga dalam hal ini informasi atau keterangan yang diperoleh langsung dari responden atau informan dengan cara tatap muka dan bercakap-cakap.
Sedangkan subyek interview dalam penelitian ini adalah Pimpinan Taman Kanak-kanak sebagai penanggung jawab dan penyelenggara pendidikan dan pendidik dalam hal ini guru-guru TKIT Umar bin Khattab Kudus.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode untuk mendapatkan data-data yang berupa pedoman atau barang tertulis.[36] Metode ini digunakan untuk mengetahui latar belakang anak didik dan guru, kepribadian anak didik, jumlah, presensi dan lain-lain.
4. Metode Analisis Data
Analisa data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikan sebagai temuan bagi orang lain. Adapun untuk meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya mencari makna (meaning).[37] Dalam hal ini penulis menggunakan metode:
a. Metode Analisis Reflektif
Proses analisis data ini mengacu pada pola pikir reflektif, yaitu berpikir yang prosesnya mondar-mandir antara yang empirik dengan yang abstrak. Mondar-mandirnya berikir reflektif itu tidak hanya berlangsung antara yang empirik dengan yang abstrak, melainkan bila dikaitkan dengan berpikir antisipatif, dapat merefleksi wawasan masa lampau-kini-mendatang tak liniar.[38]
Adapun langkah yang ditempuh dalam metode tersebut antara lain; Pertama, mampersempit fokus studi. Dalam hal ini bukan berarti menspesifikkan obyek studi, tetapi lebih pada berpikir holistik dan berpikir parsial. Dengan demikian peneliti dapat mempersempit skopa data yang dikumpulkan. Kedua, menetapkan tipe studi, pendekatan yang digunakan adalah didasarkan pada pola fikir sistemik, yaitu pola fikir yang bertolak dari asumsi bahwa segala sesuatu itu merupakan jaringan interaksi interdependen, ada interdependen dalam arti aktivitas, sekuensi atau tata urutan, waktu dan hasil. Ketiga, mengembangkan terus menerus pertanyaan analitik, yaitu selama dilapangan peneliti bertanya, mencari jawab, dan menganalisisnya, selanjutnya mengembangkan pertanyaan baru untuk memperoleh jawaban, begitu dilakukan secara terus menerus. Analisis ini dilakukan dengan mengaitkan temuan substantif dengan issues teoritik. Keempat, menuliskan komentar peneliti sendiri. Komentar peneliti tersebut secara bertahap berkembang, sehingga perlu diringkaskan, dan mengarah pada hal-hal substantif, metodologik, dan teoritik. Kelima, upaya penjajagan ide dan tema penelitian pada subyek responden yang dilakukan pada tahap-tahap awal penelitian. Keenam, membaca kembali kepustakaan yang relevan selama di lapangan. Ketujuh, menggunakan metaphora, analogi dan konsep-konsep.[39]
b. Analisis Deskriptif
Analisis Deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.[40] Deskriptif analitik juga digambarkan bahwa rancangan organisasional dikembangkan dari kategori-kategori yang ditemukan dan hubungan-hubungan yang disarankan atau yang muncul dari data. Dengan demikian pengembangan lebih lanjut menurut proses analitik, teori substantif akan menjadi kenyataan. Dengan kata lain, dalam penafsiran data, tujuanya belum sepenuhnya mengarah pada penyusunan teori substantif.[41] Sebagaimana dikutip Noeng Muhadjir, Bogdan mengemukakan bahwa terdapat dua langkah awal sebelum kita sampai pada proses penulisan laporan penelitian. Pertama, membuat kategorisasi masalah/temuan dan menyusun kodenya. Kedua, menata sekuensi atau urutan penelaahannya.[42]
5. Metode Penyimpulan
Membuat kesimpulan bagi kaum rasionalisme tidak sekedar menyajikan hasil analisis fragmentarik, melainkan menyajikan sesuatu yang dapat menjadi bagian penting dari konstruksi yang lebih besar, kesemuanya itu mengarah pada membangun suatu tesis baru atau lebih jauh lagi membangun teori baru. Teori dalam bentuk verbal tidak lain dari suatu proposisi, suatu pendapat yang diharapkan mampu mewadahi semua kasus empirik yang relevan. Sebagaimana dikemukakan Noeng Muhadjir yang mengutip pendapat Blalock Jr mengetengahkan sejumlah model konstruksi teori dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu model kausal dan model dinamik.[43]
Dalam penarikan kesimpulan pada penelitian ini, penulis menerapkan model kausal yang diuraikan menjadi tiga model; model tipologi, model penyusunan akibat dan model penyusunan sebab. Pertama, Model tipologi dapat dikembangkan dengan dua pendekatan; membuat lebih kompleks dan membuat lebih sederhana. Dari sekian banyak kasus diangkat dalam pola fikir dikotomik atau pola fikir antar dua kutub. Kedua, penyusunan sebab, variabel dependen dijabarkan dengan studi pustaka atau cara lain dengan menyusun sejumlah variabel independen, yang terus dapat dicari dan ditambahkan. Ketiga, penyusunan akibat.[44]
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Skripsi ini terdiri dari lima bab dan masing-masing bab dijabarkan menjadi beberapa sub bab dengan sistematika sebagai berikut :
Bagian muka terdiri dari: halaman judul, halaman persembahan, halaman nota persetujuan pembimbing, halaman pengesahan skripsi, halaman motto, halaman kata pengantar, halaman daftar isi
Bagian isi, bagian ini memuat Bab I: Pendahuluan, yang meliputi: Latar belakang masalah, rumusan masalah, penegasan istilah, alasan pemilihan judul, tujuan penelitian, metodologi penelitian, sistematika penulisan skripsi.
Bab II : pada bagian ini diuraikan kerangka teoritik model pebelajaran learning by doing dalam peningkatan kretivitas anak. Dimana terdiri dari dua sub bab. Sub bab pertama yaitu Model Pembelajaran Learning By Doing, yang meliputi: Dasar dan tujuan pembelajaran learning by doing, bentuk-bentuk learning by doing, Peran pengalaman dalam pembelajaran, proses pembelajaran, materi/ bahan pembelajaran, sarana dan media pembelajaran, sistem evaluasi pembelajaran. Sub bab kedua yaitu peningkatan kreativitas anak, yang meliputi : Pengertian kreativitas anak, Upaya peningkatan kreativitas, antara lain berisi: Kemampuan berfikir mencipta, berpikir untuk pemecahan masalah, model pembelajaran kreatif. Peran lingkungan sekolah dan peran lingkungan keluarga.
Bab III, pada bagian ini berisi tentang gambaran umum TKIT Umar bin Khattab Kudus dan penerapan model pembelajaran learning by doing serta peningkatan kreativitas anak. Dalam bab ini terdiri dari dua sub bab. Sub bab pertama yaitu : Gambaran Umum TKIT Umar Bin Khathab, yang meliputi : letak dan keadaan geografis, sejarah berdirinya, struktur organisasi, pemberdayaan dan pengembangan SDM tenaga pengajar, sarana dan media pembelajaran, dan kurikulum. Sub bab kedua yaitu : penerapan model pembelajaran learning by doing dan peningkatan kreativitas anak di TKIT Umar bin Khattab Kudus, yang meliputi: perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran.
Bab IV: Pada bagian ini berisi tentang analisis data yang terdiri dari : relevansi Strategi Pembelajaran Terhadap Implementasi Learning By Doing Dalam Peningkatan Kreativitas Anak, Relevansi Profesionalisme Guru Terhadap Implementasi Learning By Doing Dalam Peningkatan Kreativitas Anak, relevansi Pengembangan Kurikulum Terhadap Implementasi Learning By Doing Dalam Peningkatan Kreativitas anak, Relevansi Pola Hubungan Sekolah dengan Orang Tua Anak Didik Terhadap Imlementasi learning by doing dalam peningkatan kreativitas anak, potensi Implementasi Model Pembelajaran Learning By Doing Dalam Peningkatan Kreativitas Anak, Kendala Implementasi Model Pembelajaran Learning By Doing Dalam Peningkatan Kreativitas Anak, relevansi Implementasi Model Pembelajaran Learning By Doing Dalam Peningkatan Kreativitas Anak.
Bab V: Pada bagian ini berisi tentang kesimpulan, saran-saran dan penutup.
Bagian akhir pada bagian ini memuat daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat hidup penulis.
[2] Undang-undang RI. Nomor. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, CV. Mini Jaya, Jakarta, 2003, Hlm. 21
[3] Ibid., Hlm. 3
[4] Hapidin dan Winda Gunarti, Pedoman Praktis; Perencanaan Pengelolaan Dan Evaluasi Pengajaran Di Taman Kanak-Kanak, Ghiyats Alfian Press, Jakarta, 1997, Hlm. 23
[5] Moeslichatoen R, Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1999, Hlm. 9
[6] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2000, Hlm.186
[7] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1999, Hlm. 45
[8] Ibid., Hlm. 45
[9] John Dewey, Experience and Education, alih bahasa John de Santo, Pengalaman dan Pendidikan, Penerbit Kepel Press, Yogyakarta, 2002, Hlm. 15
[10] Ibid., Hlm. 133-134
[11] Muis Sad Iman, Pendidikan Partisipatif, Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme John Dewey, Safiria Insania Press, Yogyakarta, 2004, Hlm. 56
[12] Soemiarti Padmonodewo, Pendidikan Anak Pra Sekolah, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2000, Hlm. 9
[13] Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1999, Hlm. 6
[14] Ibid., Hlm. 18
[15] Anna Craft, Membangun Kreativitas Anak, Inisiasi Press, Depok, 2001, Hlm. 11
[16] Soemiarti Patmonodewo, Op. Cit., Hlm. 35
[17] E. Mulyana, Kurikulum Berbasis Kompetensi; Konsep, Karakteristik, Implementasi, dan Motivasi, PT. Rosda Karya, Bandung, 2003, Hlm. 38
[18] Ibid., Hlm. 40
[19] Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, CV. Ruhama, Jakarta, 1995, Hlm. 100
[20] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2002, Hlm. 427
[21] Ibid., Hlm. 885
[22] Sumadi Suryobroto, Psikologi Pendidikan, PT. Raja Grafindo 4 Persada, Jakarta, 1984, Hlm. 247
[23] Dimyati dan Mudjiono, Loc. Cit., Hlm. 45
[24] Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cit., Hlm. 1198
[25] Ibid., Hlm. 599
[26] Julius Candra, Kreativitas "Bagaimana Menanam, membangun dan mengembangkanya", Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1994, Hlm. 15
[27] WS. Winkel S. J, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Gramedia, Jakarta, 1983, Hlm. 149
[28] Depdikbud, Taman Kanak-kanak: Landasan, Program dan Pengembangan Kegiatan Belajar, Departemen P dan K, Jakarta, 1994, Hlm. 8
[29] Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, Hlm. 49
[30] Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, Yayasan Penerbit Fak. Psikologi UGM, Yogyakarta, 1987, Hlm. 10
[31] Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remadja Karya, Bandung, 1989, Hlm. 10
[32] John Dewey, Op.Cit., Hlm. 120
[33] Anna Craft, Op. Cit., Hlm. 11-20
34] Sutrisno Hadi, Metodologi Research II, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2000, Hlm. 136
[35] Muh Nasir, Metode Penelitian, Ghalia Indah, Jakarta, 1988, Hlm. 234
[36] Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta, 1993, Hlm. 131
[37] Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif Edisi IV, Penerbit Rake Sarasin, Yogyakarta, 2002, Hlm. 142
[38] Ibid., Hlm. 98
[39] Ibid., Hlm. 143-144
[40] Lexy. J. Moleong, Op. Cit., Hlm. 7
[41] Ibid., Hlm. 218
[42] Noeng Muhadjir, Op. Cit., Hlm. 145
[43] Ibid., Hlm. 110-111
[44] Ibid., Hlm. 112-113
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku. Segera setelah dilahirkan mulai terjadi proses belajar pada diri anak dan hasil yang diperoleh adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan pemenuhan kebutuhan.[1]
Pendidikan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan, jalur pendidikan terdiri atas; pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Selain jenjang tersebut dapat juga diselenggaran pendidikan anak usia dini yang diselenggarakan sebelum jenjang Pendidikan Dasar.[2]
Taman Kanak-kanak (TK) didirikan sebagai usaha mengembangan seluruh segi kepribadian anak didik dalam rangka menjembatani pendidikan keluarga ke pendidikan sekolah. Ruang lingkup program kegiatan belajarnya meliputi: pembentukan prilaku melalui pembiasaan dalam pengembangan moral Pancasila, Agama, disiplin, perasaan/emosi dan kemampuan bermasyarakat, serta pengembangan kemampuan dasar melalui kegiatan yang dipersiapkan oleh guru, meliputi: penegembangan kemampuan berbahasa, daya pikir, daya cipta, ketrampilan dan jasmani.[3] Sedangkan program kegiatan di TK berorientasi pada pembentukan prilaku melalui pembiasaan dan mengembangan kemampuan dasar yang terdapat pada diri anak didik sesuai tahap perkembangannya.[4]
Hal senada diungkapkan Moeslichatoen R bahwa karakteristik tujuan kegiatan di Taman Kanak-kanak biasanya diarahkan pada pengembangan kreativitas, pengembangan bahasa, pengembangan emosi, pengembangan motorik dan pengembangan nilai serta pengembangan sikap dan nilai. Hal tersebut dilandasi oleh latar belakang anak TK yang memiliki kecenderungan selalu bergerak, memiliki rasa ingin tahu yang kuat, senang bereksperimen dan menguji, mampu mengekspresikan diri secara kreatif, mempunyai imajinasi dan senang berbicara.[5]
Harap dibaca |
Pada prinsipnya bahan pelajaran dapat disajikan secara menarik sebagai upaya menumbuhkan motivasi belajar anak didik. Motivasi berhubungan erat dengan emosi, minat dan kebutuhan anak didik. Motivasi intrinsik yang berarti dorongan rasa ingin tahu, keinginan mencoba dan sikap mandiri anak didik dapat dijadikan landasan bagi pendidik untuk menentukan pola motivasi ekstrinsik, sehingga tujuan pembelajaran efektif. Dengan demikian dibutuhkan keterlibatan intelek-emosional anak didik dalam proses interaksi edukatif. Guru diharapkan mampu mengelola motivasi dengan menerapkan aktivitas anak didik, yaitu belajar sambil melakukan (learning by doing).[6] Dalam kontek pendidikan pra sekolah aktivitas tersebut dapat dilakukan dengan latihan-latihan secara bertahap dan berkelanjutan.
Sebagaimana dikutip Dimyati dan Mudjiono dalam buku Belajar Dan Pembelajaran, Edga Dale berpendapat bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar mengamati, tetapi harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.[7]
Dimyati dan Mudjiono juga mengutip pendapat John Dewey yang mengemukakan Learning By Doing adalah belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung yang dilakukan langsung oleh siswa secara aktif baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah. Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.[8]
Lebih lanjut John Dewey mengemukakan bahwa persoalan pokok pendidikan adalah pengalaman, dimana pengalaman sekarang harus berpengaruh kreatif dan produktif dalam seluruh pengalaman berikutnya.[9] Sehingga mampu memberikan arah positif pada seleksi dan organisasi terhadap berbagai materi dan metode pendidikan yang cocok. Dengan demikian belajar merupakan proses yang tidak bertujuan mengembangkan secara spontan segala potensi bawaan, melainkan bertujuan merangsang proses perkembangan yang berlangsung melalui suatu urutan tahap yang tetap, dengan cara menyajikan berbagai masalah dan konflik yang riil yang dapat diatasi atau diselesaikan oleh anak secara aktif "by doing it".[10]
Penyajian pembelajaran dalam hal ini lebih menekankan pada aspek pemahaman dan pelaksanaan materi pelajaran dengan tidak mengesampingkan aspek memorisasi. Karena peserta didik diarahkan pada eksplorasi pengalaman, dan mencoba mengalami pengalaman yang sama sekali baru. Beberapa pendekatannya adalah praktek di Laboratorium, di Bengkel, di Kebun/lapangan yang merupakan kegiatan dalam rangka terlaksananya "Learning by doing".[11]
Pendidik mengusahakan anak didik untuk mampu berpartisipasi aktif dalam kegiatan fisik dan segala macam gerakan atau aktifitas. Dengan serta merta anak didik mampu mengikuti proses pendidikan dan sekaligus mengembangkan minatnya dalam bidang lain. Usaha memunculkan minat dalam hal intelektual adalah dengan menyelesaiakan masalah, menemukan hal baru dan menggambarkan atau menjelaskan bagaimana sesuatu hal berlangsung, sedangkan minat yang bersifat sosial terdapat dalam hubungan interpersonal.[12]
Peran guru dalam mendorong munculnya minat anak didik adalah mengeliminir budaya “cekokan” dalam arti instruksi dalam melakukan sesuatu sehingga kebutuhan aktualisasi diri terpenuhi dan membuka lebar kesempatan untuk kreatif. Karena pada dasarnya pendidikan menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuanya secara optimal sesuai dengan pribadinya dan kebutuhan masyarakat.[13]
Sebagaimana diungkapkan Utami Munandar dalam bukunya Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Abraham Maslow mengemukakan bahwa terdapat keterkaitan antara kreativitas dengan aktualisasi diri. Aktualisasi diri dipahami ketika seseorang menggunakan semua bakat dan telentanya untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi-mengaktualisasikan atau mewujudkan potensinya.[14] Sedangkan pendapat Elliot yang dikutip Anna Craft menempatkan kreativitas sangat dekat dengan imajinasi. Kreativitas adalah berkaitan dengan imajinasi atau manifestasi kecerdikan dalam beberapa pencarian yang bernilai. Lebih lanjut dikatakan kreativitas tidak mengikat pada hasil akhir, tetapi lebih mengedepankan proses. Karena proses yang dilakukan beberapa orang dapat dianggap sebagai kreatif.[15]
Dalam kontek pendidikan anak prasekolah terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan, yaitu; kecenderungan aktif secara fisik, berkelompok untuk bermain, kecenderungan mengekspresikan emosinya dengan bebas, senang bicara karena umumnya telah terampil dalam berbahasa. Dalam hal ini kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi, dan kasih sayang.[16]
Proses pendidikan dengan model belajar sambil melakukan yang didasarkan pada pengalaman terarah dari peserta didik diharapkan mampu mendorong daya kreatifitas. Karena peserta didik mampu mengaktualisasikan diri untuk mengembangkan minat, bakat dan potensi intelegensinya. Dalam hal ini peran pengalaman dalam pendekatan pembelajaran menjadi bagian yang dikembangkan dari kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi yang harus dikuasai peserta didik perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud hasil belajar peserta didik yang mengacu pada pengalaman langsung.[17]
Dalam hal ini kualitas dan profesionalisme guru harus ditingkatkan sebagai upaya untuk melakukan kerjasama. Karena kompetensi selalu dilandasi oleh rasionalitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran “mengapa dan bagaimana” perbuatan tersebut dilakukan.[18]
Sebagai ilustrasi terdekat, yaitu; anak yang dibesarkan oleh orang tua yang taat beribadah dan sayang kepadanya, akan menyerap nilai-nilai agama dari orang tuanya, dan begitupun sebaliknya.[19] Dari berbagai latar belakang pengalaman peserta didik yang beragam, guru harus mempunyai bekal kepribadian yang menyenangkan, ramah serta penyayang kepada anak-anak dan mampu memahami perkembangan mereka serta mampu menjadikan dirinya sebagai orang yang menarik dan disukai anak-anak. Dengan demikian guru tidak kesulitan dalam mengajak anak didik belajar sambil melakukan untuk meningkatkan daya kreatifitas.
B. Penegasan Istilah
1. Definisi Konsep
Berdasarkan latar belakang diatas penulis merasa perlu menjelaskan terlebih dahulu istilah-istilah yang terdapat didalamnya, untuk menghindari kemungkinan penafsiran judul yang salah.
a. Implementasi
Implementasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pelaksanaan, penerapan.[20]
b. Model Pembelajaran
Model menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah acuan dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.[21]
Sedangkan Pembelajaran berasal dari kata “Belajar” mendapat imbuhan pe-an, pengertian belajar dalam buku Psikologi Pendidikan karya Sumadi Suryobroto yang mengutip pendapat Cron Bach adalah “Learning is shown by a change in behaviour as a result of experince”[22]
Model Pembelajaran adalah acuan proses perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari pengalaman.
c. Learning By doing
Learning By Doing menurut Jhon Dewey sebagaimana dikutip Dimyati dan Mudjiono dalam bukunya Belajar dan Pembelajaran adalah belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung yang dilakukan siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok.[23]
d. Peningkatan Kreativitas Anak
Peningkatan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses perbuatan meningkatkan.[24]
Kreativitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kemampuan untuk mencipta.[25]
Menurut George J. Seidel dalam The Crisis of Creativity sebagaimana yang dikutip Julius Candra dalam Bukunya “Kreativitas; Bagaimana Menenam, membangun, dan mengembangkannya” mengatakan "kreativitas adalah kemampuan untuk menghubungkan dan mengaitkan, kadang-kadang dengan cara ganjil, namun mengesankan, dan ini merupakan dasar pendayagunaan kreatif dari daya rohani manusia dalam bidang atau lapangan manapun".[26]
e. Anak
Anak adalah “subyek yang belum dewasa, yakni masih membutuhkan pertolongan dari orang dewasa, agar ia dapat berkembang dan tumbuh menuju kedewasaan.”[27]
Maksud dari anak-anak disini adalah anak didik pra sekolah yang berusia 4-6 tahun.
Peningkatan Kreativitas Anak adalah proses meningkatkan kemampuan mencipta dari orang yang belum dewasa.
f. Taman Kanak-kanak Islam Terpadu Umar bin Khatab Kudus
Taman Kanak-kanak merupakan salah satu bentuk dari pendidikan pra sekolah. Pendidikan prasekolah membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik diluar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar.[28]
Taman Kanak-kanak Islam Terpadu Umar bin Khatab Kudus adalah TK yang berada dibawah naungan Yayasan Al-Fath Kudus dimana penelian ini dilaksanakan.
2. Definisi Operasional
Implementasi Model Pembelajaran Learning by Doing dalam Peningkatan Kreativitas Anak di TKIT Umar bin Khattab Tahun Pelajaran 2004/2005 adalah penerapan acuan proses perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari pengalaman, melalui perbuatan langsung yang dilakukan siswa secara aktif dalam upaya meningkatkan kemampuan mencipta bagi anak-anak usia prasekolah di TKIT Umar bin Khattab Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2004/2005.
C. Rumusan Masalah
Uraian Latar Belakang tersebut dapat penulis rumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana prinsip-prinsip tentang model pembelajaran Learning by Doing dalam peningkatan kreativitas anak.
2. Bagaimana usaha-usaha yang dilakukan pendidik dalam meningkatkan kreativitas anak dengan model pembelajaran learning by doing di TKIT Umar Bin Khatab Tahun Pelajaran 2004/2005.
3. Bagaimana relevansi implementasi model pembelajaran learning by doing dengan peningkatan kreativitas anak di TKIT Umar bin Khattab Kudus Tahun Pelajaran 2004/2005.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya seuatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai.[29]
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan prinsip-prinsip model pembelajaran learning by doing dalam peningkatan kreativitas anak.
2. Menyelidiki tentang usaha-usaha guru dalam meningkatkan kreativitas anak dengan model pembelajaran learning by doing di TKIT Umar Bin Khattab Kudus Tahun Pelajaran 2004/2005.
3. Mengetahui relevansi implementasi model pembelajaran learning by doing dengan peningkatan kreativitas anak di TKIT Umar bin Khattab Kudus Tahun Pelajaran 2004/2005 .
E. Metode penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode penelitian lapangan (field research), yaitu riset yang dilakukan dikancah atau medan terjadinya gejala-gejala.[30]
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis yang berusaha mengerti dan memahami kejadian/peristiwa dalam situasi tertentu yang nampak.[31] Pendekatan ini digunakan dalam mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai pelaksanaan model pembelajaran learning by doing dalam meningkatkan kreativitas anak. Sedangkan analisisnya lebih menekankan pada proses penyimpulan deduktif dan induktif terhadap dinamika antar fenomena yang diamati.
2. Variabel dan Indikator
Dalam Penelitian kualitaitif ini peneliti mengajukan dua variabel yaitu :
a. Model Pembelajaran Learning By Doing sebagai variabel I
Belajar sambil melakukan didasarkan pada pengalaman yang dialami anak didik. Karena persoalan pokok dari suatu pendidikan yang didasarkan atas pengalaman ialah memilih jenis pengalaman sekarang yang berpengaruh secara kreatif dan produktif dalam seluruh pengalaman berkutnya. Dengan demikian meyajikan kapada anak “pengalaman langsung” disertai berbagai situasi problematik yang mereka ciptakan sendiri, adalah kunci pendidikan Dewey, karena menurutnya sebelum tekanan berubah menjadi syarat yang membuatnya menjadi hal yang diperlukan oleh si anak untuk mengambil bagian secara aktif dalam membangun kepribadian demi menghadapi masalah-masalah sendiri, dan untuk berpartisipasi dalam berbagai metode pemecahan terhadap masalah-masalah tersebut.[32]
Adapun Indikator dari variabel model pembelajaran learning by doing adalah:
1) Tujuan dan fungsi model pembelajaran learning by doing
2) Peran Pengalaman dalam Pembelajaran
3) Proses Pembelajaran
4) Materi Pembelajaran
5) Sarana /Media Pembelajaran
6) Sistem Evaluasi Pembelajaran
b. Peningkatan kreativitas anak sebagai variabel II
Dalam hal kreativitas seperti digambarkan Anna Craft yang mengutip pandangan Maslow, yaitu kreativitas dilihat sebagai aktualisasi diri dan sebuah bakat khusus untuk “memberontak”. Elliot menambahkan bahwa imajinasi dan kreativitas adalah sama, karenanya dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah masuk dalam imajinasi dalam melihat kemungkinan-kemungkinan. Sehingga berpikir integratif berdasar pengalaman merupakan kunci ‘Pencipta’ yang berhasil.[33]
Adapun indikator dari kreativitas anak adalah:
1) Kemampuan berpikir mencipta
2) Berpikir untuk pemecahan masalah
3) Model pembelajaran kreatif
4) Kondisi Lingkungan sekolah dan keluarga
3. Metode Pengumpulan Data
Usaha pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Field Research. Penelitian ini digunakan untuk memperoleh data kongkrit yang terjadi di lapangan .
Metode yang digunakan adalah :
a. Metode Observasi
Sebagai metode ilmiah observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistemik fenomena-fenomena yang diselidiki.[34] Metode ini digunakan untuk melihat lebih dekat tentang penerapan learning by doing dalam peningkatan kreativitas anak, letak dan keadaan geografis TKIT Umar Bin Khattab Kudus, sarana dan fasilitas, serta struktur organisasi. Dalam hal ini penulis menggunakan jenis observasi langsung terstruktur.
b. Metode Wawancara
Adalah metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).[35] Sehingga dalam hal ini informasi atau keterangan yang diperoleh langsung dari responden atau informan dengan cara tatap muka dan bercakap-cakap.
Sedangkan subyek interview dalam penelitian ini adalah Pimpinan Taman Kanak-kanak sebagai penanggung jawab dan penyelenggara pendidikan dan pendidik dalam hal ini guru-guru TKIT Umar bin Khattab Kudus.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode untuk mendapatkan data-data yang berupa pedoman atau barang tertulis.[36] Metode ini digunakan untuk mengetahui latar belakang anak didik dan guru, kepribadian anak didik, jumlah, presensi dan lain-lain.
4. Metode Analisis Data
Analisa data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikan sebagai temuan bagi orang lain. Adapun untuk meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya mencari makna (meaning).[37] Dalam hal ini penulis menggunakan metode:
a. Metode Analisis Reflektif
Proses analisis data ini mengacu pada pola pikir reflektif, yaitu berpikir yang prosesnya mondar-mandir antara yang empirik dengan yang abstrak. Mondar-mandirnya berikir reflektif itu tidak hanya berlangsung antara yang empirik dengan yang abstrak, melainkan bila dikaitkan dengan berpikir antisipatif, dapat merefleksi wawasan masa lampau-kini-mendatang tak liniar.[38]
Adapun langkah yang ditempuh dalam metode tersebut antara lain; Pertama, mampersempit fokus studi. Dalam hal ini bukan berarti menspesifikkan obyek studi, tetapi lebih pada berpikir holistik dan berpikir parsial. Dengan demikian peneliti dapat mempersempit skopa data yang dikumpulkan. Kedua, menetapkan tipe studi, pendekatan yang digunakan adalah didasarkan pada pola fikir sistemik, yaitu pola fikir yang bertolak dari asumsi bahwa segala sesuatu itu merupakan jaringan interaksi interdependen, ada interdependen dalam arti aktivitas, sekuensi atau tata urutan, waktu dan hasil. Ketiga, mengembangkan terus menerus pertanyaan analitik, yaitu selama dilapangan peneliti bertanya, mencari jawab, dan menganalisisnya, selanjutnya mengembangkan pertanyaan baru untuk memperoleh jawaban, begitu dilakukan secara terus menerus. Analisis ini dilakukan dengan mengaitkan temuan substantif dengan issues teoritik. Keempat, menuliskan komentar peneliti sendiri. Komentar peneliti tersebut secara bertahap berkembang, sehingga perlu diringkaskan, dan mengarah pada hal-hal substantif, metodologik, dan teoritik. Kelima, upaya penjajagan ide dan tema penelitian pada subyek responden yang dilakukan pada tahap-tahap awal penelitian. Keenam, membaca kembali kepustakaan yang relevan selama di lapangan. Ketujuh, menggunakan metaphora, analogi dan konsep-konsep.[39]
b. Analisis Deskriptif
Analisis Deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.[40] Deskriptif analitik juga digambarkan bahwa rancangan organisasional dikembangkan dari kategori-kategori yang ditemukan dan hubungan-hubungan yang disarankan atau yang muncul dari data. Dengan demikian pengembangan lebih lanjut menurut proses analitik, teori substantif akan menjadi kenyataan. Dengan kata lain, dalam penafsiran data, tujuanya belum sepenuhnya mengarah pada penyusunan teori substantif.[41] Sebagaimana dikutip Noeng Muhadjir, Bogdan mengemukakan bahwa terdapat dua langkah awal sebelum kita sampai pada proses penulisan laporan penelitian. Pertama, membuat kategorisasi masalah/temuan dan menyusun kodenya. Kedua, menata sekuensi atau urutan penelaahannya.[42]
5. Metode Penyimpulan
Membuat kesimpulan bagi kaum rasionalisme tidak sekedar menyajikan hasil analisis fragmentarik, melainkan menyajikan sesuatu yang dapat menjadi bagian penting dari konstruksi yang lebih besar, kesemuanya itu mengarah pada membangun suatu tesis baru atau lebih jauh lagi membangun teori baru. Teori dalam bentuk verbal tidak lain dari suatu proposisi, suatu pendapat yang diharapkan mampu mewadahi semua kasus empirik yang relevan. Sebagaimana dikemukakan Noeng Muhadjir yang mengutip pendapat Blalock Jr mengetengahkan sejumlah model konstruksi teori dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu model kausal dan model dinamik.[43]
Dalam penarikan kesimpulan pada penelitian ini, penulis menerapkan model kausal yang diuraikan menjadi tiga model; model tipologi, model penyusunan akibat dan model penyusunan sebab. Pertama, Model tipologi dapat dikembangkan dengan dua pendekatan; membuat lebih kompleks dan membuat lebih sederhana. Dari sekian banyak kasus diangkat dalam pola fikir dikotomik atau pola fikir antar dua kutub. Kedua, penyusunan sebab, variabel dependen dijabarkan dengan studi pustaka atau cara lain dengan menyusun sejumlah variabel independen, yang terus dapat dicari dan ditambahkan. Ketiga, penyusunan akibat.[44]
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Skripsi ini terdiri dari lima bab dan masing-masing bab dijabarkan menjadi beberapa sub bab dengan sistematika sebagai berikut :
Bagian muka terdiri dari: halaman judul, halaman persembahan, halaman nota persetujuan pembimbing, halaman pengesahan skripsi, halaman motto, halaman kata pengantar, halaman daftar isi
Bagian isi, bagian ini memuat Bab I: Pendahuluan, yang meliputi: Latar belakang masalah, rumusan masalah, penegasan istilah, alasan pemilihan judul, tujuan penelitian, metodologi penelitian, sistematika penulisan skripsi.
Bab II : pada bagian ini diuraikan kerangka teoritik model pebelajaran learning by doing dalam peningkatan kretivitas anak. Dimana terdiri dari dua sub bab. Sub bab pertama yaitu Model Pembelajaran Learning By Doing, yang meliputi: Dasar dan tujuan pembelajaran learning by doing, bentuk-bentuk learning by doing, Peran pengalaman dalam pembelajaran, proses pembelajaran, materi/ bahan pembelajaran, sarana dan media pembelajaran, sistem evaluasi pembelajaran. Sub bab kedua yaitu peningkatan kreativitas anak, yang meliputi : Pengertian kreativitas anak, Upaya peningkatan kreativitas, antara lain berisi: Kemampuan berfikir mencipta, berpikir untuk pemecahan masalah, model pembelajaran kreatif. Peran lingkungan sekolah dan peran lingkungan keluarga.
Bab III, pada bagian ini berisi tentang gambaran umum TKIT Umar bin Khattab Kudus dan penerapan model pembelajaran learning by doing serta peningkatan kreativitas anak. Dalam bab ini terdiri dari dua sub bab. Sub bab pertama yaitu : Gambaran Umum TKIT Umar Bin Khathab, yang meliputi : letak dan keadaan geografis, sejarah berdirinya, struktur organisasi, pemberdayaan dan pengembangan SDM tenaga pengajar, sarana dan media pembelajaran, dan kurikulum. Sub bab kedua yaitu : penerapan model pembelajaran learning by doing dan peningkatan kreativitas anak di TKIT Umar bin Khattab Kudus, yang meliputi: perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran.
Bab IV: Pada bagian ini berisi tentang analisis data yang terdiri dari : relevansi Strategi Pembelajaran Terhadap Implementasi Learning By Doing Dalam Peningkatan Kreativitas Anak, Relevansi Profesionalisme Guru Terhadap Implementasi Learning By Doing Dalam Peningkatan Kreativitas Anak, relevansi Pengembangan Kurikulum Terhadap Implementasi Learning By Doing Dalam Peningkatan Kreativitas anak, Relevansi Pola Hubungan Sekolah dengan Orang Tua Anak Didik Terhadap Imlementasi learning by doing dalam peningkatan kreativitas anak, potensi Implementasi Model Pembelajaran Learning By Doing Dalam Peningkatan Kreativitas Anak, Kendala Implementasi Model Pembelajaran Learning By Doing Dalam Peningkatan Kreativitas Anak, relevansi Implementasi Model Pembelajaran Learning By Doing Dalam Peningkatan Kreativitas Anak.
Bab V: Pada bagian ini berisi tentang kesimpulan, saran-saran dan penutup.
Bagian akhir pada bagian ini memuat daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat hidup penulis.
___Foot Note___
[1] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekata Baru, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2000, Hlm. 10, Edisi Revisi[2] Undang-undang RI. Nomor. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, CV. Mini Jaya, Jakarta, 2003, Hlm. 21
[3] Ibid., Hlm. 3
[4] Hapidin dan Winda Gunarti, Pedoman Praktis; Perencanaan Pengelolaan Dan Evaluasi Pengajaran Di Taman Kanak-Kanak, Ghiyats Alfian Press, Jakarta, 1997, Hlm. 23
[5] Moeslichatoen R, Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1999, Hlm. 9
[6] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2000, Hlm.186
[7] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1999, Hlm. 45
[8] Ibid., Hlm. 45
[9] John Dewey, Experience and Education, alih bahasa John de Santo, Pengalaman dan Pendidikan, Penerbit Kepel Press, Yogyakarta, 2002, Hlm. 15
[10] Ibid., Hlm. 133-134
[11] Muis Sad Iman, Pendidikan Partisipatif, Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme John Dewey, Safiria Insania Press, Yogyakarta, 2004, Hlm. 56
[12] Soemiarti Padmonodewo, Pendidikan Anak Pra Sekolah, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2000, Hlm. 9
[13] Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1999, Hlm. 6
[14] Ibid., Hlm. 18
[15] Anna Craft, Membangun Kreativitas Anak, Inisiasi Press, Depok, 2001, Hlm. 11
[16] Soemiarti Patmonodewo, Op. Cit., Hlm. 35
[17] E. Mulyana, Kurikulum Berbasis Kompetensi; Konsep, Karakteristik, Implementasi, dan Motivasi, PT. Rosda Karya, Bandung, 2003, Hlm. 38
[18] Ibid., Hlm. 40
[19] Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, CV. Ruhama, Jakarta, 1995, Hlm. 100
[20] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2002, Hlm. 427
[21] Ibid., Hlm. 885
[22] Sumadi Suryobroto, Psikologi Pendidikan, PT. Raja Grafindo 4 Persada, Jakarta, 1984, Hlm. 247
[23] Dimyati dan Mudjiono, Loc. Cit., Hlm. 45
[24] Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cit., Hlm. 1198
[25] Ibid., Hlm. 599
[26] Julius Candra, Kreativitas "Bagaimana Menanam, membangun dan mengembangkanya", Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1994, Hlm. 15
[27] WS. Winkel S. J, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Gramedia, Jakarta, 1983, Hlm. 149
[28] Depdikbud, Taman Kanak-kanak: Landasan, Program dan Pengembangan Kegiatan Belajar, Departemen P dan K, Jakarta, 1994, Hlm. 8
[29] Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, Hlm. 49
[30] Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, Yayasan Penerbit Fak. Psikologi UGM, Yogyakarta, 1987, Hlm. 10
[31] Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remadja Karya, Bandung, 1989, Hlm. 10
[32] John Dewey, Op.Cit., Hlm. 120
[33] Anna Craft, Op. Cit., Hlm. 11-20
34] Sutrisno Hadi, Metodologi Research II, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2000, Hlm. 136
[35] Muh Nasir, Metode Penelitian, Ghalia Indah, Jakarta, 1988, Hlm. 234
[36] Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta, 1993, Hlm. 131
[37] Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif Edisi IV, Penerbit Rake Sarasin, Yogyakarta, 2002, Hlm. 142
[38] Ibid., Hlm. 98
[39] Ibid., Hlm. 143-144
[40] Lexy. J. Moleong, Op. Cit., Hlm. 7
[41] Ibid., Hlm. 218
[42] Noeng Muhadjir, Op. Cit., Hlm. 145
[43] Ibid., Hlm. 110-111
[44] Ibid., Hlm. 112-113