BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber ajaran Islam, Al-Qur’an, yang berupa nash-nash sifatnya adalah global dan menyeluruh. Mengatur segala aspek kehidupan umat manusia, baik sifatnya vertikal (hubungan manusia dengan Allah) maupun yang sifatnya horizontal (dengan sesama manusia).
Hubungan sesama manusia yang sifatnya horizontal tersebut mempunyai ruang lingkup yang luas. Mulai yang berbentuk keluarga, masyarakat sampai yang berbentuk bangsa. Kemudian terbentuknya keluarga itu adalah ikatan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang dilangsungkan dengan pernikahan.
Adapun yang dikehendaki Islam adalah terbentuknya keluarga yang penuh rasa kasih sayang serta lepas dari segala bentuk pengaruh pertengkaran, baik yang sifatnya ekstern maupun yang sifatnya intern. Sebagaimana Firman Allah SWT :
وَمِنْ اَيَتِهِ اَنْ خَلَقَ َلكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً قل (الروم : 21)
Artinya : “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.[1]
Untuk memperoleh kehidupan rumah tangga yang penuh rasa kasih dan sayang serta berlangsungnya kehidupan rumah tangga, Islam mewajibkan dalam keluarga itu ada yang bertanggung jawab. Bertanggung jawab materiil maupun spiritual. Dalam hal ini kewajiban tersebut dibebankan kepada orang tua.
Orang tua berkewajiban memenuhi keperluan anak-anak, baik materiil maupun spirituil, demi tegaknya rumah tangga yang tenteram. Namun demikian, bagaimana jika anak-anak yang menjadi tanggung jawab orang tua itu mampu memenuhi keperluannya sendiri atau bahkan lebih dari itu.
Dan apakah tanggung jawab keluarga itu hanya dibebankan kepada orang tua saja mutlak tanpa adanya unsur pertolongan seperti pemanfaatan hak milik anggota keluarga yang lain seperti anak. Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 233 menyebutkan :
وَعَلَى اْلمَوْلُوْدِ لَهُ ِرزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ (البقرة : 233)
Artinya : “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf”.[2]
Ayat di atas ini menunjukkan bahwa tanggung jawab keluarga itu sepenuhnya berada di pundak orang tua, kemudian yang namanya orang tua itu tidak selamanya dalam keadaan (kaya) akan tetapi sebagaimana manusia umumnya ia kadang-kadang menemui suatu kesulitan .
Maka timbul masalah, apakah tanggung jawab kehidupan keluarga itu secara mutlak menjadi tanggung jawab orang tua dengan tanpa adanya kebolehan memanfaatkan hak milik anak untuk kepentingan orang tua.
Menjawab masalah ini, para imam madzhab seperti; Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Maliki, dan Imam Hanbali, sepakat bahwa orang tua masih mempunyai hak dan kewajiban terhadap anak karir yang belum dewasa (anaknya), dengan syarat anak tersebut masih dalam keadaan belum baligh dan rusyd, tetapi jika sudah baligh dan rusyd hak dan kewajiban orang tua terhadap anaknya menjadi gugur. Hak tersebut meliputi hak terhadap pendidikan, pemeliharaan atau pengasuhan, dan perwalian terhadap hak milik anak.
Namun para imam madzhab tersebut berbeda pendapat tentang batasan baligh dan maksud kata rusyd. Seperti; menurut Imam Syafi’I batasan baligh adalah jika anak telah berumur 12 tahun untuk putera dan 9 tahun untuk puteri, dan maksud kata rusyd diartikan sanggup berbuat baik terhadap hartanya dan terhadap agama.. Sedangakn Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa batasan baligh adalah jika anak telah berumur 18 tahun untuk putera dan 17 tahun untuk puteri, dan yang dimaksud kata rusyd adalah sanggup mengembangkan hartanya dan tidak sia-sia jika hartanya diserahkan kepadanya.[3]
Untuk itu penulis merasa tertarik untuk membahas tentang bagaimana jika orang tua yang sebagai penanggung jawab keluarga itu menjumpai kesulitan, sementara anak yang sebagai anggota keluarga itu memiliki suatu penghasilan, dan siapa yang berhak mentasharufkan hak milik anak yang diperolehnya sendiri dan apakah orang tua dari anak kecil yang telah berpenghasilan itu masih berkewajiban memberi nafkah yang diambilkan dari kekayaan atau hasil anak tersebut dalam judul skripsi “Studi Analisis Pendapat Imam Syafi’I tentang Hak dan Kewajiban Orang Tua terhadap Anak Karir yang Belum Dewasa”. Pembahasan skripsi ini, berdasarkan hukum Islam menurut pendapat Imam Syafi’i tentang masalah dalam judul tersebut.
Imam Syafi’i berpendapat bahwa seorang anak itu wajib memberikan nafkah kepada orang tuanya dengan dua syarat, yaitu
1. Kondisi orang tua dalam keadaan fakir dan lanjut usia.
2. Orang tua dalam keadaan gila.
Fakir di sini diartikan tidak mempunyai harta kekayaan atau tidak mempunyai usaha yang dapat menghasilkan uang untuk biaya sehari-hari. Hal ini berarti apabila kedua atau salah satu dari orang tua mempunyai harta kekayaan atau usaha yang menghasilkan, maka anak tidak wajib memberi nafkah kepada orang tuanya.
Adapun kewajiban orang tua memberi nafkah kepada anak-anaknya ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Bahwa anak tersebut masihkecil dan fakir.
Bahwa anak tersebut tidak mempunyai daya untuk bekerja.
Bahwa anak tersebut gila.[4]
Hal ini berarti apabila sorang anak masuk dalam kriteria tersebut di atas, maka orang tua masih wajib memberikan nafkah kepada anaknya. Berdasarkan pendapat imam Syafi’i bahwa seorang ayah hendaknya membiayai untuk kesejahteraan anaknya yang masih kecil baik berupa nafkah batin maupun dhahir (sandang, pangan).
Adapun batas Waktu orang tua membiayai anaknya, jika anak tersebut sampai umur dewasa dengan indikasi, jika anak tersebut laki-laki ketika sudah mimpi basah, sedangkan untuk anak perempuan sesudah menstruasi. Apabila sudah sampai batas tersebut, maka orang tua tidak wajib memberikan nafkah kepada anaknya kecuali jika anak tersebut belum bekerja dan fakir. [5]
Untuk itu penulis merasa tertarik untuk membahas tentang bagaimana jika orang tua yang sebagai penanggung jawab keluarga itu menjumpai kesulitan, sementara anak yang sebagai anggota keluarga itu memiliki suatu penghasilan. dan siapa yang berhak mentasharufkan hak milik anak yang diperolehnya sendiri dan apakah orang tua anak kecil yang telah berpenghasilan itu masih berkewajiban memberi nafkah yang diambilkan dari kekayaan atau hasil kerjanya (anak karir) dalam judul skripsi “Studi Analisis Pendapat Imam Syafi’I tentang Hak dan Kewajiban Orang Tua terhadap Anak Karir yang Belum Dewasa”. Pembahasan skripsi ini, berdasarkan hukum Islam menurut pendapat Imam Syafi’i tentang masalah dalam judul tersebut.
Melalui skripsi ini, penulis mencoba untuk mengkontribusikan sebuah pemikiran tentang pandangan hukum Islam menurut Imam Syafi’I tentang hak dan kewajiban orang tua terhadap anak karir yang belum dewasa terhadap masyarakat, sehingga nantinya akan diporoleh sebuah wacana tentang transparansi hukum atau ketentuan hak dan kewajiban orang tua terhadap anak karir yang belum dewasa. Dengan sumbangsi pemikiran ini, diharapakan masyarakat atau pun para orang tua dapat berpikir lebih baik terhadap pengurusan hak milik anaknya.
B. Rumusan Masalah
Rumah tangga yang teratur itu akan melahirkan suasana keluarga yang sehat, untuk kehidupan anak-anak kebahagiaan atau sengsara itu sangat dipengaruhi oleh keadaan rumah tangga. Rumah tangga yang aman dan damai akan melahirkan anak yang sehat serta memiliki harapan masa depan yang cerah. Sebaliknya jika kehidupan rumah tangga kacau balau dan berantakan, tidak ada ketenangan dan tidak saling mencintai maka terjadilah perselisihan-perselisihan dan ketegangan-ketegangan antara keluarga sehingga anak-anak menjadi tidak terurus, tidak terdidik, nakal, tidak menghargai sesama manusia dan tidak berbudi pekerti, yang semuanya itu menjadikan rumah tangga keruh dan suram.
Hubungan orang tua yang efektif penuh kemesraan dan tanggung jawab yang didasari oleh kasih sayang yang tulus, menyebabkan anak-anaknya akan mampu mengembangkan aspek-aspek kegiatan manusia pada umumnya, ialah kegiatan yang bersifat individual, kegiatan sosial, dan kegiatan keagamaan.[6]
Dengan demikian keadaan orang tua yang hidupnya rukun dan damai, setia serta harmonis pasti membuat keadaan keluarga menjadi tenang sehingga anak-anak dapat merasakan kecintaan orang tua, saling pengertian satu sama lain di dalam rumah tangga.
Melihat hal-hal tersebut di atas serta latar belakang masalah ini dapat dimunculkan beberapa permasalahan yang akan penulis bahas.
Adapun yang menjadi pokok permasalahan ialah :
1. Masih adakah wewenang orang tua untuk menguasai hak milik anak belum dewasa yang diperolehnya sendiri melalui karirnya menurut Imam Syafi’i ?
2. Apakah orang tua masih berkewajiban memberi nafkah terhadap anak belum dewasa yang telah berkarya sendiri menurut Imam Syafi’i dan bagaimana pendapat Imam Syafi’i tentang alasan dan dasar hukum yang dipakai ?
Apakah orang tua berhak memperoleh nafkah dari anak belum dewasa yang telah berkarya sendiri menurut Imam Syafi’i ?
C. Tujuan Penelitian
Setiap kerja yang didahului suatu perencanaan itu tidak lepas dari tujuan yang ingin dicapai dan kegunaan yang ingin diperoleh.
Penyusunan penelitian ini mempunyai tujuan yang dirasa sangat penting dan bermanfaat, yaitu :
1. Untuk mengetahui masih ada atau tidaknya wewenang orang tua untuk menguasai harta atau hak milik anak-anaknya yang diperolehnya sendiri.
2. Untuk mengetahui secara mendalam mengenai hak orang tua, berhak atau tidak berhak memperoleh nafkah dari anaknya yang telah bekerja.
3. Untuk mengetahui secara mendalam masih ada atau tidak kewajiban orang tua memberi nafkah kepada anak kecil yang sudah berkarya.
Adapun kegunaannya adalah:
1. Sebagai deskripsi hubungan anak dan orang tua dalam hal nafkah.
2. Sebagai penjelasan bahwa untuk membentuk masyarakat yang baik itu hendaknya dimulai dengan menata kehidupan orang tua dan anak dalam rumah tangga. Karena keluarga itu merupakan satuan terkecil dari masyarakat.
Untuk meneliti dan menemukan hukum sesuatu hal yang berkaitan dengan anak karir, yang mana sesuatu hal tersebut belum mempunyai kepastian hukum.
D. Penegasan Istilah
Untuk memberikan gambaran yang jelas agar tidak terjadi kekaburan dalam menginterpretasikan judul skripsi ini, perlu kiranya penulis jelaskan istilah-istilah yang terdapat pada judul sebagai berikut :
1. Hak adalah kewenangan untuk memperoleh, melakukan, menggunanakan, mengusahakan, sesuatu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam jangka waktu tertentu.[7] Sedangkan Kewajiban adalah sesuatu yang diwajibkan, sesuatu yang harus dilaksanakan, keharusan.[8]
2. Anak karir adalah anak yang dalam kehidupannya telah mengalami perkembangan dan kemajuan. Dan dalam hal ini anak yang belum dewasa atau belum baligh.
3. Belum dewasa adalah anak yang belum sampai umur/ akil balig.[9]
4. Imam Syafi’i, nama aslinya adalah Muhamad Bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin said bin Abdu Yasid bin Hasyim bin Abdul Mutholib bin Abdu Manaf.[10]
Jadi makna judul secara keseluruhan adalah studi analisis atau kajian mendalam mengenai pendapat Imam Syafi’I yang mengatakan bahwa orang tua masih mempunyai hak atau wewenang serta kewajiban untuk melakukan (menggunakan) sesuatu terhadap hak milik (harta) anak belum baligh yang telah berkarir.
F. Metode Penelitian
Metode mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai suatu tujuan, dengan memakai teknik serta alat-alat tertentu untuk mendapatkan kebenaran yang obyektif dan terarah dengan baik.
Adapun metode yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah :
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang data-datanya diperoleh dengan cara menelaah buku-buku atau referensi dari perpustakaan.[11]
Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, artinya penelitian yang dalam teknik analisisnya tidak menggunakan teknik perhitungan atau statistik akan tetapi menggunakan logika ilmiah.[12]
Langkah yang dilakukan adalah meneliti dan menelaah buku-buku perpustakaan seperti kitab Al-Umm karya Imam Syafi’i. Dan data tersebut kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif analitik, yaitu menggambarkan secara jelas, akurat dan tepat dengan memberikan analisa pembagian tertentu.
2. Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data yang bersumber pada library research, penulis akan melakukan kajian kepustakaan dengan cara mencari bahan-bahan yang relevan dengan pembahasan.
Metode ini penulis gunakan untuk menyampaikan data yang dapat digunakan untuk menganalisa dan menarik kesimpulan hasil penelitian.
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini antara lain :
a. Data Primer, berupa buku-buku atau kitab tentang hak dan kewajiban orang tua terhadap anak karir yang belum dewasa dan karangan para imam madzhab, seperti kitab Al-Umm karya Imam Syafi’i.
b. Data Sekunder, berupa bahan-bahan bacaan yang ditulis oleh para ahli fiqh.
c. Data Tersier, buku kamus istilah fiqih, kamus besar bahasa Indonesia, Ensiklopedi Islam, biografi empat serangkai imam madzhab.
4. Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknis analisis sebagai berikut :
a. Metode Deduktif
Deduktif adalah metode yang pembahasannya dimulai dari kaidah-kaidah yang bersifat umum agar diperoleh kesimpulan yang bersifat khusus.[13] Metode ini digunakan untuk mengkaji tentang metode istimbath yang digunakan oleh Imam Syafi’i, biografi Imam Syafi’i yakni meliputi kehidupan Imam Syafi’i, Pola pemikiran Imam Syafi’i.
b. Metode Induktif
Induktif adalah suatu metode yang berangkat dari faktor yang bersifat khusus atau peristiwa kongkrit, kemudian dari faktor-faktor itu ditarik kesimpulan yang bersifat umum.[14] Metode ini akan digunakan untuk mengkaji tentang pendapat Imam Syafi’i tentang hak dan kewajiban orang tua terhadap anak karir yang belum dewasa dan dasar hukumnya.
c. Metode Komparatif
Untuk mengetahui spesifikasi pendapat Imam Syafi’i dan pendapat imam-imam lain, maka perlu digunakan metode komparatif. Metode komparatif adalah metode yang digunakan untuk memperoleh kesimpulan dengan menilai faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi yang diselidiki dan membandingkan dengan faktor-faktor lain.[15] Metode ini digunakan untuk membandingkan pendapat Imam Syafi’i dan juga pendapat Imam yang lain kemudian menganalisis pendapat tersebut serta untuk mengetahui unsur psikologinya.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Skripsi ini akan penulis susun dalam tiga bagian utama yaitu bagian muka, bagian isi dan bagian akhir skripsi. Bagian-bagian tersebut akan penulis sajikan dalam kerangka sebagai berikut :
1. Bagian muka
Berisi halaman judul, nota pembimbing, halaman pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar dan daftar isi.
2. Bagian isi skripsi
Bab pertama yaitu pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab dua membicarakan tentang tinjauan umum anak karir, yang dimulai dari pengertian anak karir, kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak karir, kedudukan anak karir dalam kehidupan keluarga.
Bab tiga yaitu hubungan hak dan kewajiban orang tua dengan anak, yang dimulai dari pengertian hak dan kewajiban serta hubungan antara keduanya, dasar hukum adanya hak dan kewajiban orang tua terhadap anak kemudian diakhiri dengan pembicaraan mengenai hikmah adanya hak dan kewajiban orang tua terhadap anak.
Bab empat, berisi dua sub bab, pertama, yaitu analisa penulis tentang pendapat Imam Syafi’i mengenai hak dan kewajiban orang tua terhadap anak karir yang belum dewasa, yang memuat tentang hak orang tua menjadi wali terhadap hak milik anak karir yang belum dewasa, dan kewajiban orang tua memberi (mengatur) nafkah dari anak karir yang belum dewasa dan biografi imam syafi’i beserta istimbath hukumnya. Kedua, Relevansi pendapat Imam Syafi’i tentang hak dan kewajiban orang tua terhadap anak karir yang belum dewasa dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini.
Bab lima berisi penutup, yang meliputi : kesimpulan, saran-saran dan penutup.
3. Bagian akhir skripsi
Berisi daftar pustaka, daftar riwayat pendidikan penulis dan lampiran-lampiran.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an, Surat, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, 1990.
Abdurrahman Al Jaziri, Fiqih Empat Mazhab, Rineka Cipta, t.th.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasaa Indonesia, Balai Pustaka, 1990.
Hasan Basri, Keluarga Sakinah Tinjauan Psikologi dan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995.
Ibn Qasim al-Ghazi, Khayiah al-Bajuri, Al-Alawiyah, Semarang, t.th.
Imam Syafi’i, Al-Umm, Dar Al-Fikr, Juz V, Beirut, Libanon, t.th.
Lexy J. Moleony, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1993.
Masri Singarimbun dan Sofiah Efendy, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989.
Munawar Kholil, Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab, Bulan Bintang, 1983.
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Psycologi, UGM, Yogjakarta, 1998.
Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 dengan Penjelasannya PP No. 9 Tahun 1975, Aneka Ilmu, Semarang, 1985.
Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, Tarsito, Bandung, 1972.
[1]Al-Qur’an, Surat Ar-Ruum Ayat 21, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, 1990, hlm. 644.
[2]Al-Qur’an, Surat Al-Baqoroh Ayat 233, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, 1990, hlm. 57.
[3]Abdurrahman Al Jaziri, Fiqih Empat Mazhab, Rineka Cipta, t.th., hal. 350.
[4]Ibn Qasim al-Ghazi, Khayiah al-Bajuri, Al-Alawiyah, Semarang, t.th, hlm. 187.
[5]Imam Syafi’i, Al-Umm, Dar Al-Fikr, Juz V, Beirut, Libanon, t.th, hlm. 339.
[6]Hasan Basri, Keluarga Sakinah Tinjauan Psikologi dan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995, hlm. 90.
[7]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasaa Indonesia, Balai Pustaka, 1990, hlm. 334.
[8]Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 dengan Penjelasannya PP No. 9 Tahun 1975, Aneka Ilmu, Semarang, 1985, hlm. 1123.
[9]Ibid, hlm. 230.
[10]Munawar Kholil, Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab, Bulan Bintang, 1983, hlm. 150.
[11]Masri Singarimbun dan Sofiah Efendy, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989, hlm. 70.
[12]Lexy J. Moleony, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1993, hlm. 2.
[13]Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Psycologi, UGM, Yogjakarta, 1998, hlm. 36.
[14]Ibid, hlm. 42.
[15]Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, Tarsito, Bandung, 1972, hlm. 135.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber ajaran Islam, Al-Qur’an, yang berupa nash-nash sifatnya adalah global dan menyeluruh. Mengatur segala aspek kehidupan umat manusia, baik sifatnya vertikal (hubungan manusia dengan Allah) maupun yang sifatnya horizontal (dengan sesama manusia).
Hubungan sesama manusia yang sifatnya horizontal tersebut mempunyai ruang lingkup yang luas. Mulai yang berbentuk keluarga, masyarakat sampai yang berbentuk bangsa. Kemudian terbentuknya keluarga itu adalah ikatan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang dilangsungkan dengan pernikahan.
Adapun yang dikehendaki Islam adalah terbentuknya keluarga yang penuh rasa kasih sayang serta lepas dari segala bentuk pengaruh pertengkaran, baik yang sifatnya ekstern maupun yang sifatnya intern. Sebagaimana Firman Allah SWT :
وَمِنْ اَيَتِهِ اَنْ خَلَقَ َلكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً قل (الروم : 21)
Artinya : “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.[1]
Untuk memperoleh kehidupan rumah tangga yang penuh rasa kasih dan sayang serta berlangsungnya kehidupan rumah tangga, Islam mewajibkan dalam keluarga itu ada yang bertanggung jawab. Bertanggung jawab materiil maupun spiritual. Dalam hal ini kewajiban tersebut dibebankan kepada orang tua.
Orang tua berkewajiban memenuhi keperluan anak-anak, baik materiil maupun spirituil, demi tegaknya rumah tangga yang tenteram. Namun demikian, bagaimana jika anak-anak yang menjadi tanggung jawab orang tua itu mampu memenuhi keperluannya sendiri atau bahkan lebih dari itu.
Dan apakah tanggung jawab keluarga itu hanya dibebankan kepada orang tua saja mutlak tanpa adanya unsur pertolongan seperti pemanfaatan hak milik anggota keluarga yang lain seperti anak. Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 233 menyebutkan :
وَعَلَى اْلمَوْلُوْدِ لَهُ ِرزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ (البقرة : 233)
Artinya : “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf”.[2]
Ayat di atas ini menunjukkan bahwa tanggung jawab keluarga itu sepenuhnya berada di pundak orang tua, kemudian yang namanya orang tua itu tidak selamanya dalam keadaan (kaya) akan tetapi sebagaimana manusia umumnya ia kadang-kadang menemui suatu kesulitan .
Maka timbul masalah, apakah tanggung jawab kehidupan keluarga itu secara mutlak menjadi tanggung jawab orang tua dengan tanpa adanya kebolehan memanfaatkan hak milik anak untuk kepentingan orang tua.
Menjawab masalah ini, para imam madzhab seperti; Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Maliki, dan Imam Hanbali, sepakat bahwa orang tua masih mempunyai hak dan kewajiban terhadap anak karir yang belum dewasa (anaknya), dengan syarat anak tersebut masih dalam keadaan belum baligh dan rusyd, tetapi jika sudah baligh dan rusyd hak dan kewajiban orang tua terhadap anaknya menjadi gugur. Hak tersebut meliputi hak terhadap pendidikan, pemeliharaan atau pengasuhan, dan perwalian terhadap hak milik anak.
Namun para imam madzhab tersebut berbeda pendapat tentang batasan baligh dan maksud kata rusyd. Seperti; menurut Imam Syafi’I batasan baligh adalah jika anak telah berumur 12 tahun untuk putera dan 9 tahun untuk puteri, dan maksud kata rusyd diartikan sanggup berbuat baik terhadap hartanya dan terhadap agama.. Sedangakn Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa batasan baligh adalah jika anak telah berumur 18 tahun untuk putera dan 17 tahun untuk puteri, dan yang dimaksud kata rusyd adalah sanggup mengembangkan hartanya dan tidak sia-sia jika hartanya diserahkan kepadanya.[3]
Untuk itu penulis merasa tertarik untuk membahas tentang bagaimana jika orang tua yang sebagai penanggung jawab keluarga itu menjumpai kesulitan, sementara anak yang sebagai anggota keluarga itu memiliki suatu penghasilan, dan siapa yang berhak mentasharufkan hak milik anak yang diperolehnya sendiri dan apakah orang tua dari anak kecil yang telah berpenghasilan itu masih berkewajiban memberi nafkah yang diambilkan dari kekayaan atau hasil anak tersebut dalam judul skripsi “Studi Analisis Pendapat Imam Syafi’I tentang Hak dan Kewajiban Orang Tua terhadap Anak Karir yang Belum Dewasa”. Pembahasan skripsi ini, berdasarkan hukum Islam menurut pendapat Imam Syafi’i tentang masalah dalam judul tersebut.
Imam Syafi’i berpendapat bahwa seorang anak itu wajib memberikan nafkah kepada orang tuanya dengan dua syarat, yaitu
1. Kondisi orang tua dalam keadaan fakir dan lanjut usia.
2. Orang tua dalam keadaan gila.
Fakir di sini diartikan tidak mempunyai harta kekayaan atau tidak mempunyai usaha yang dapat menghasilkan uang untuk biaya sehari-hari. Hal ini berarti apabila kedua atau salah satu dari orang tua mempunyai harta kekayaan atau usaha yang menghasilkan, maka anak tidak wajib memberi nafkah kepada orang tuanya.
Adapun kewajiban orang tua memberi nafkah kepada anak-anaknya ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Bahwa anak tersebut masihkecil dan fakir.
Bahwa anak tersebut tidak mempunyai daya untuk bekerja.
Bahwa anak tersebut gila.[4]
Hal ini berarti apabila sorang anak masuk dalam kriteria tersebut di atas, maka orang tua masih wajib memberikan nafkah kepada anaknya. Berdasarkan pendapat imam Syafi’i bahwa seorang ayah hendaknya membiayai untuk kesejahteraan anaknya yang masih kecil baik berupa nafkah batin maupun dhahir (sandang, pangan).
Adapun batas Waktu orang tua membiayai anaknya, jika anak tersebut sampai umur dewasa dengan indikasi, jika anak tersebut laki-laki ketika sudah mimpi basah, sedangkan untuk anak perempuan sesudah menstruasi. Apabila sudah sampai batas tersebut, maka orang tua tidak wajib memberikan nafkah kepada anaknya kecuali jika anak tersebut belum bekerja dan fakir. [5]
Untuk itu penulis merasa tertarik untuk membahas tentang bagaimana jika orang tua yang sebagai penanggung jawab keluarga itu menjumpai kesulitan, sementara anak yang sebagai anggota keluarga itu memiliki suatu penghasilan. dan siapa yang berhak mentasharufkan hak milik anak yang diperolehnya sendiri dan apakah orang tua anak kecil yang telah berpenghasilan itu masih berkewajiban memberi nafkah yang diambilkan dari kekayaan atau hasil kerjanya (anak karir) dalam judul skripsi “Studi Analisis Pendapat Imam Syafi’I tentang Hak dan Kewajiban Orang Tua terhadap Anak Karir yang Belum Dewasa”. Pembahasan skripsi ini, berdasarkan hukum Islam menurut pendapat Imam Syafi’i tentang masalah dalam judul tersebut.
Melalui skripsi ini, penulis mencoba untuk mengkontribusikan sebuah pemikiran tentang pandangan hukum Islam menurut Imam Syafi’I tentang hak dan kewajiban orang tua terhadap anak karir yang belum dewasa terhadap masyarakat, sehingga nantinya akan diporoleh sebuah wacana tentang transparansi hukum atau ketentuan hak dan kewajiban orang tua terhadap anak karir yang belum dewasa. Dengan sumbangsi pemikiran ini, diharapakan masyarakat atau pun para orang tua dapat berpikir lebih baik terhadap pengurusan hak milik anaknya.
B. Rumusan Masalah
Rumah tangga yang teratur itu akan melahirkan suasana keluarga yang sehat, untuk kehidupan anak-anak kebahagiaan atau sengsara itu sangat dipengaruhi oleh keadaan rumah tangga. Rumah tangga yang aman dan damai akan melahirkan anak yang sehat serta memiliki harapan masa depan yang cerah. Sebaliknya jika kehidupan rumah tangga kacau balau dan berantakan, tidak ada ketenangan dan tidak saling mencintai maka terjadilah perselisihan-perselisihan dan ketegangan-ketegangan antara keluarga sehingga anak-anak menjadi tidak terurus, tidak terdidik, nakal, tidak menghargai sesama manusia dan tidak berbudi pekerti, yang semuanya itu menjadikan rumah tangga keruh dan suram.
Hubungan orang tua yang efektif penuh kemesraan dan tanggung jawab yang didasari oleh kasih sayang yang tulus, menyebabkan anak-anaknya akan mampu mengembangkan aspek-aspek kegiatan manusia pada umumnya, ialah kegiatan yang bersifat individual, kegiatan sosial, dan kegiatan keagamaan.[6]
Dengan demikian keadaan orang tua yang hidupnya rukun dan damai, setia serta harmonis pasti membuat keadaan keluarga menjadi tenang sehingga anak-anak dapat merasakan kecintaan orang tua, saling pengertian satu sama lain di dalam rumah tangga.
Melihat hal-hal tersebut di atas serta latar belakang masalah ini dapat dimunculkan beberapa permasalahan yang akan penulis bahas.
Adapun yang menjadi pokok permasalahan ialah :
1. Masih adakah wewenang orang tua untuk menguasai hak milik anak belum dewasa yang diperolehnya sendiri melalui karirnya menurut Imam Syafi’i ?
2. Apakah orang tua masih berkewajiban memberi nafkah terhadap anak belum dewasa yang telah berkarya sendiri menurut Imam Syafi’i dan bagaimana pendapat Imam Syafi’i tentang alasan dan dasar hukum yang dipakai ?
Apakah orang tua berhak memperoleh nafkah dari anak belum dewasa yang telah berkarya sendiri menurut Imam Syafi’i ?
C. Tujuan Penelitian
Setiap kerja yang didahului suatu perencanaan itu tidak lepas dari tujuan yang ingin dicapai dan kegunaan yang ingin diperoleh.
Penyusunan penelitian ini mempunyai tujuan yang dirasa sangat penting dan bermanfaat, yaitu :
1. Untuk mengetahui masih ada atau tidaknya wewenang orang tua untuk menguasai harta atau hak milik anak-anaknya yang diperolehnya sendiri.
2. Untuk mengetahui secara mendalam mengenai hak orang tua, berhak atau tidak berhak memperoleh nafkah dari anaknya yang telah bekerja.
3. Untuk mengetahui secara mendalam masih ada atau tidak kewajiban orang tua memberi nafkah kepada anak kecil yang sudah berkarya.
Adapun kegunaannya adalah:
1. Sebagai deskripsi hubungan anak dan orang tua dalam hal nafkah.
2. Sebagai penjelasan bahwa untuk membentuk masyarakat yang baik itu hendaknya dimulai dengan menata kehidupan orang tua dan anak dalam rumah tangga. Karena keluarga itu merupakan satuan terkecil dari masyarakat.
Untuk meneliti dan menemukan hukum sesuatu hal yang berkaitan dengan anak karir, yang mana sesuatu hal tersebut belum mempunyai kepastian hukum.
D. Penegasan Istilah
Untuk memberikan gambaran yang jelas agar tidak terjadi kekaburan dalam menginterpretasikan judul skripsi ini, perlu kiranya penulis jelaskan istilah-istilah yang terdapat pada judul sebagai berikut :
1. Hak adalah kewenangan untuk memperoleh, melakukan, menggunanakan, mengusahakan, sesuatu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam jangka waktu tertentu.[7] Sedangkan Kewajiban adalah sesuatu yang diwajibkan, sesuatu yang harus dilaksanakan, keharusan.[8]
2. Anak karir adalah anak yang dalam kehidupannya telah mengalami perkembangan dan kemajuan. Dan dalam hal ini anak yang belum dewasa atau belum baligh.
3. Belum dewasa adalah anak yang belum sampai umur/ akil balig.[9]
4. Imam Syafi’i, nama aslinya adalah Muhamad Bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin said bin Abdu Yasid bin Hasyim bin Abdul Mutholib bin Abdu Manaf.[10]
Jadi makna judul secara keseluruhan adalah studi analisis atau kajian mendalam mengenai pendapat Imam Syafi’I yang mengatakan bahwa orang tua masih mempunyai hak atau wewenang serta kewajiban untuk melakukan (menggunakan) sesuatu terhadap hak milik (harta) anak belum baligh yang telah berkarir.
F. Metode Penelitian
Metode mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai suatu tujuan, dengan memakai teknik serta alat-alat tertentu untuk mendapatkan kebenaran yang obyektif dan terarah dengan baik.
Adapun metode yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah :
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang data-datanya diperoleh dengan cara menelaah buku-buku atau referensi dari perpustakaan.[11]
Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, artinya penelitian yang dalam teknik analisisnya tidak menggunakan teknik perhitungan atau statistik akan tetapi menggunakan logika ilmiah.[12]
Langkah yang dilakukan adalah meneliti dan menelaah buku-buku perpustakaan seperti kitab Al-Umm karya Imam Syafi’i. Dan data tersebut kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif analitik, yaitu menggambarkan secara jelas, akurat dan tepat dengan memberikan analisa pembagian tertentu.
2. Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data yang bersumber pada library research, penulis akan melakukan kajian kepustakaan dengan cara mencari bahan-bahan yang relevan dengan pembahasan.
Metode ini penulis gunakan untuk menyampaikan data yang dapat digunakan untuk menganalisa dan menarik kesimpulan hasil penelitian.
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini antara lain :
a. Data Primer, berupa buku-buku atau kitab tentang hak dan kewajiban orang tua terhadap anak karir yang belum dewasa dan karangan para imam madzhab, seperti kitab Al-Umm karya Imam Syafi’i.
b. Data Sekunder, berupa bahan-bahan bacaan yang ditulis oleh para ahli fiqh.
c. Data Tersier, buku kamus istilah fiqih, kamus besar bahasa Indonesia, Ensiklopedi Islam, biografi empat serangkai imam madzhab.
4. Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknis analisis sebagai berikut :
a. Metode Deduktif
Deduktif adalah metode yang pembahasannya dimulai dari kaidah-kaidah yang bersifat umum agar diperoleh kesimpulan yang bersifat khusus.[13] Metode ini digunakan untuk mengkaji tentang metode istimbath yang digunakan oleh Imam Syafi’i, biografi Imam Syafi’i yakni meliputi kehidupan Imam Syafi’i, Pola pemikiran Imam Syafi’i.
b. Metode Induktif
Induktif adalah suatu metode yang berangkat dari faktor yang bersifat khusus atau peristiwa kongkrit, kemudian dari faktor-faktor itu ditarik kesimpulan yang bersifat umum.[14] Metode ini akan digunakan untuk mengkaji tentang pendapat Imam Syafi’i tentang hak dan kewajiban orang tua terhadap anak karir yang belum dewasa dan dasar hukumnya.
c. Metode Komparatif
Untuk mengetahui spesifikasi pendapat Imam Syafi’i dan pendapat imam-imam lain, maka perlu digunakan metode komparatif. Metode komparatif adalah metode yang digunakan untuk memperoleh kesimpulan dengan menilai faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi yang diselidiki dan membandingkan dengan faktor-faktor lain.[15] Metode ini digunakan untuk membandingkan pendapat Imam Syafi’i dan juga pendapat Imam yang lain kemudian menganalisis pendapat tersebut serta untuk mengetahui unsur psikologinya.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Skripsi ini akan penulis susun dalam tiga bagian utama yaitu bagian muka, bagian isi dan bagian akhir skripsi. Bagian-bagian tersebut akan penulis sajikan dalam kerangka sebagai berikut :
1. Bagian muka
Berisi halaman judul, nota pembimbing, halaman pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar dan daftar isi.
2. Bagian isi skripsi
Bab pertama yaitu pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab dua membicarakan tentang tinjauan umum anak karir, yang dimulai dari pengertian anak karir, kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak karir, kedudukan anak karir dalam kehidupan keluarga.
Bab tiga yaitu hubungan hak dan kewajiban orang tua dengan anak, yang dimulai dari pengertian hak dan kewajiban serta hubungan antara keduanya, dasar hukum adanya hak dan kewajiban orang tua terhadap anak kemudian diakhiri dengan pembicaraan mengenai hikmah adanya hak dan kewajiban orang tua terhadap anak.
Bab empat, berisi dua sub bab, pertama, yaitu analisa penulis tentang pendapat Imam Syafi’i mengenai hak dan kewajiban orang tua terhadap anak karir yang belum dewasa, yang memuat tentang hak orang tua menjadi wali terhadap hak milik anak karir yang belum dewasa, dan kewajiban orang tua memberi (mengatur) nafkah dari anak karir yang belum dewasa dan biografi imam syafi’i beserta istimbath hukumnya. Kedua, Relevansi pendapat Imam Syafi’i tentang hak dan kewajiban orang tua terhadap anak karir yang belum dewasa dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini.
Bab lima berisi penutup, yang meliputi : kesimpulan, saran-saran dan penutup.
3. Bagian akhir skripsi
Berisi daftar pustaka, daftar riwayat pendidikan penulis dan lampiran-lampiran.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an, Surat, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, 1990.
Abdurrahman Al Jaziri, Fiqih Empat Mazhab, Rineka Cipta, t.th.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasaa Indonesia, Balai Pustaka, 1990.
Hasan Basri, Keluarga Sakinah Tinjauan Psikologi dan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995.
Ibn Qasim al-Ghazi, Khayiah al-Bajuri, Al-Alawiyah, Semarang, t.th.
Imam Syafi’i, Al-Umm, Dar Al-Fikr, Juz V, Beirut, Libanon, t.th.
Lexy J. Moleony, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1993.
Masri Singarimbun dan Sofiah Efendy, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989.
Munawar Kholil, Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab, Bulan Bintang, 1983.
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Psycologi, UGM, Yogjakarta, 1998.
Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 dengan Penjelasannya PP No. 9 Tahun 1975, Aneka Ilmu, Semarang, 1985.
Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, Tarsito, Bandung, 1972.
___Foot Note___
[1]Al-Qur’an, Surat Ar-Ruum Ayat 21, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, 1990, hlm. 644.
[2]Al-Qur’an, Surat Al-Baqoroh Ayat 233, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, 1990, hlm. 57.
[3]Abdurrahman Al Jaziri, Fiqih Empat Mazhab, Rineka Cipta, t.th., hal. 350.
[4]Ibn Qasim al-Ghazi, Khayiah al-Bajuri, Al-Alawiyah, Semarang, t.th, hlm. 187.
[5]Imam Syafi’i, Al-Umm, Dar Al-Fikr, Juz V, Beirut, Libanon, t.th, hlm. 339.
[6]Hasan Basri, Keluarga Sakinah Tinjauan Psikologi dan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995, hlm. 90.
[7]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasaa Indonesia, Balai Pustaka, 1990, hlm. 334.
[8]Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 dengan Penjelasannya PP No. 9 Tahun 1975, Aneka Ilmu, Semarang, 1985, hlm. 1123.
[9]Ibid, hlm. 230.
[10]Munawar Kholil, Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab, Bulan Bintang, 1983, hlm. 150.
[11]Masri Singarimbun dan Sofiah Efendy, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989, hlm. 70.
[12]Lexy J. Moleony, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1993, hlm. 2.
[13]Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Psycologi, UGM, Yogjakarta, 1998, hlm. 36.
[14]Ibid, hlm. 42.
[15]Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, Tarsito, Bandung, 1972, hlm. 135.