BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dalam ketetapan MPR No. VI/ MPR/ 1999 berkenaan dengan pendidikan dikemukakan sebagai berikut : “Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat disekitarnya”.[1]
Disebutkan bahwa memberdayakan lembaga pendidikan, baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat, yang didukung oleh sarana yang memadai merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
|
Tanggung jawab pendidikan, diselenggarakan dengan kewajiban mendidik. Secara umum mendidik adalah membantu anak didik di dalam perkembangan dari waktu ke waktu dan di dalam penetapan nilai-nilai.[3] Bantuan atau bimbingan itu dilakukan dalam pergaulan antara pendidik dan anak didik dalam situasi pendidikan yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat sekitarnya, sehingga tujuan akan tercapai baik dengan pengajaran maupun dengan semua kegiatan pendidikan. Tujuan itu meliputi seluruh aspek kemanusiaan, yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, dan kebiasaan. Tujuan umum ini berbeda-beda pada setiap tingkatan umur, kecerdasan, situasi dan kondisi. Bentuk insan kamil yang bertaqwa harus dapat tergambar dalam kepribadian seseorang yang sudah terdidik, walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah, sesuai dengan tingkat-tingkat tersebut.[4]
Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, Islam yang merupakan syari’at Allah bagi manusia untuk bekal beribadah. Agar manusia mampu memikul dan merealisasikan amanat besar itu, syari’at membutuhkan pengembangan dan pembinaan. Kedua hal ini yang dimaksud dengan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan agama Islam untuk mengantarkan manusia pada prilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syari’at Allah, artinya manusia tidak merasa keberatan atas ketetapan Allah dan Rasulnya.[5]
Posisi pendidikan agama Islam di masa yang akan datang dalam kaitannya dengan perubahan sosiokultural ini untuk memberikan makna pengembangan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih adil dan beradab. Kemanusiaan adalah nilai-nilai obyektif yang dibatasi oleh kultur tertentu, nilai kebebasan, kemerdekaan, dan kebahagiaan.[6]
Persamaan hak merupakan nilai-nilai kemerdekaan dan kebahagiaan, yang dibangun di atas pondasi individualisme dan demokrasi. Sedangkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab pasti nilai kemanusiaan yang dibangun di atas idealisasi tentang nilai baik dan benar yang bersifat mutlak.[7]
Keadilan tidak dapat ditegakkan di atas pondasi kebatilan. Adil dan hak adalah dua sisi dari sekeping uang emas, nilai kemanusiaan yang biadab adalah nilai kemanusiaan yang dibangun diatas nafsu yang rakus dan gaya hidup mewah (hedonistik), sebab ia tidak melahirkan peradaban melainkan akan melahirkan kebiadaban. Implikasi dari kebiadaban adalah kehancuran, sedangkan implikasi dari peradaban adalah pembangunan.[8]
Dua kata kunci dari hakekat perubahan sosiokultural adalah adil dan beradab. Keduanya merupakan kata kunci yang tersimpan dalam khasanah ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an. Dari sinilah pendidikan agama Islam memasuki kekuasaan perubahan sosiokultural yang akan mengantar umat Islam menuju ke arah kebahagiaan dunia dan akherat (al-Sa’adah al-Darain) yang diridloi oleh Allah.[9]
Konsepsi pendidikan agama Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis memiliki jangkauan ke depan.[10] Karena itu, falsafah pendidikan agama Islam lebih tepat jika menggunakan falsafah progressifisme, yang artinya bahwa pendidikan agama Islam harus senantiasa mendahului gerak perubahan sosial.[11] Dalam hal ini adalah perubahan untuk selalu menuju pembentukan masyarakat madani. Falsafah ini sesuai dengan sejarah pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah, yakni melakukan perubahan sosial dan kultural dengan menggunakan pendidikan.[12] Mendidik dalam Islam adalah menyiapkan anak untuk dapat menciptakan sejarah, sebagaimana ungkapan yang disampaikan oleh Al-Ghazzali yang dikutip Hasan Langgulung :
“Sesungguhnya cara yang digunakan untuk melatih kanak-kanak merupakan hal yang paling penting dan utama. Kanak-kanak merupakan amanah dan tanggung jawab ditangan orang tuanya, jiwanya yang suci murni merupakan permata mahal yang bersahaja dan bebas dari ukiran dan gambaran, dan ia bisa menerima setiap ukiran dan cenderung kepada apa yang dicenderungkan kepadanya”.[13]
Pencapaian manusia dan masyarakat yang berpendidikan, bertaqwa, berbudi luhur dan berakhlak mulia, bahagian di dunia dan akherat yang menjadi idealisasi PAI mempunyai relevansi dengan konsepsi masyarakat berperadaban (civil society). Secara harfiah civil society itu sendiri merupakan terjemahan dari civilles societes, diperkenalkan oleh seorang pujangga Romawi terkemuka Cicero, yang pengertiannya merujuk pada budaya perorangan dan masyarakat.[14]
Dalam perspektif Islam, civil society atau dikenal dengan masyarakat madani mengacu pada penciptaan peradaban. Kata al-din yang berarti (agama), terkait dengan kata al-tamaddun yang berarti (peradaban). Kedua kata ini menyatu dalam pengertian al-Madinah yang arti harfiahnya adalah kota. Dengan demikian, masyarakat madani mengandung tiga unsur pokok, yaitu : agama, peradaban dan perkotaan. Di sini agama dan peradaban merupakan cirinya dan masyarakat kota adalah hasilnya. Konsep masyarakat madani dalam Islam merujuk pada tumbuh dan berkembangnya masyarakat etis (ethical society).[15] Allah SWT menjelaskan dalam firmannya (Q.S Ali Imran : 110) yang berbunyi :
كنتم خير ا مة اخرجت للناس تاء مرون بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون بالله ولو أ من اهل الكتب لكان خيرا لهم منهم المؤمنون واكثرهم الفسقون (ا ل عمرا ن : .11)
Artinya : “Kamu adalah umat yang terbaik, yang dilahirkan untuk manusia, (supaya) kamu menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, serta beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasiq”. (QS. Ali Imron : 11)[16]
Ayat tersebut menerangkan dari masyarakat yang mempunyai kesadaran etis sehingga mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap berlakunya nilai-nilai peradaban yang bersumber dari ajaran agama. Masyarakat etis seperti yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an, sudah pernah diwujudkan oleh Nabi Muhammad SAW selama sepuluh tahun di Madinah. Nabi berhasil membangun masyarakat yang adil, terbuka, demokratis dengan landasan taqwa kepada Allah SWT dan taat pada ajaran-ajaran-Nya.[17]
Menurut Nurcholis Madjid, masyarakat madani yang dibangun Nabi, antara lain bercirikan semangat egalitarianisme, penghargaan kepada orang berdasarkan pada prestasi, bukan didasarkan pada keturunan, kesukuan, ras, dan unsur-unsur nepotisme lainnya. Masyarakat madani juga ditandai dengan keterbukaan dan partisipasi seluruh anggota masyarakat, serta penentu kepemimpinan melalui pemilihan, bukan didasarkan pada keturunan.[18]
Masyarakat seperti itu adalah cerminan masyarakat demokratis, yang berpangkal pada keteguhan wawasan etis dan moral, berdasarkan doktrin tauhid (Ketuhanan Yang Maha Esa). Masyarakat demokratis tidak akan pernah lahir tanpa adanya masyarakat berperadaban atau masyarakat madani.[19]
Dengan demikian, falsafah dasar masyarakat madani menghargai sesama manusia, meskipun terjadi perbedaan dengan diri sendiri dan atau kelompok lain. Nurcholis Madjid mengatakan bahwa “Masyarakat madani sangat berkepentingan atas tegaknya nilai-nilai hubungan sosial yang luhur, diantaranya adalah penghargaan pada pluralisme, sikap toleransi, tidak memaksa kehendak orang dan sebagainya”.[20]
Oleh karena itu, penulis berasumsi akan pentingnya pemahaman atas konsep pendidikan agama Islam dan implikasinya dalam membentuk tatanan masyarakat madani, sebagaimana yang akan ditelaah dalam skripsi ini.
B. Alasan Pemilihan Judul
Ada beberapa alasan yang mendorong penulis untuk memilih judul skripsi ini yaitu :
1. Pendidikan agama Islam pada hakekatnya merupakan suatu proses Islami yang akan membantu anak didik menuju pada pendewasaan diri menuju arah perubahan yang lebih baik melalui pengembangan, pembinaan, dan pelatihan. Pendidikan agama Islam harus dapat mendorong perkembangan manusia menjadi insan kamil, beriman, dan berakhlakul karimah, atas dasar Al-Qur’an dan Al-Sunnah, yang hal ini juga menjadi cita-cita masyarakat madani.
Pengembangan pendidikan agama Islam dan implikasinya di Indonesia seharusnya dapat memberikan tempat dan mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi serta mampu mentransformasikan lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional yang maju.
2. Penulis tertarik dengan judul di atas karena adanya pendidikan agama Islam yang diorientasikan kepada demokratisasi pendidikan dengan acuan nilai-nilai luhur dan norma-norma yang kondusif dalam membentuk suatu tatanan yang berperadaban.
C. Penegasan Istilah dan Penjelasan Judul
1. Penegasan Istilah
Kemungkinan terjadinya bias adalah sesuatu yang sering terjadi dalam sebuah kerja penelitian. Karenanya, ikhtiar untuk mengeliminasi kekhawatiran tersebut dan sekaligus memelihara konsistensi topik, maka penulis merasa perlu memberi penegasan istilah pada formulasi judul “Implikasi Pendidikan Agama Islam dalam membentuk Masyarakat Madani”. Adapun istilah-istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Implikasi
Implikasi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa Inggris yaitu to imply yang artinya melibatkan, kata bendanya implication yang artinya terlibat, kata implication ini diadopsi dalam bahasa Indonesia yaitu implikasi yang berarti keterlibatan atau keadaan terlibat.[21]
b. Pendidikan
Yang dimaksud dengan pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan latihan, proses, pembuatan dan cara mendidik.[22]
c. Agama
Agama dapat diartikan kepercayaan terhadap Tuhan sesuai dengan agama yang dianutnya (Islam, Kristen, Hindu, Budha) dengan melakukan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaannya.[23]
d. Islam
Yang dimaksud dengan Islam adalah agama yang diajarkan Nabi Muhammad SAW berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an yang diturunkan kedunia melalui karya Allah SWT.[24]
e. Masyarakat
Mayarakat adalah sejumlah orang atau manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama dalam komunitas.[25]
f. Madani
Bermakna independen (mandiri), demokrasi, etis, bermoral dan beradab yang dimaksud di sini adalah masyarakat yang berbudi pekerti luhur, mempunyai nilai-nilai moral dan peradaban yang tinggi.[26]
2. Penjelasan Judul
Dengan demikian yang dimaksud dengan judul penulisan skripsi ini tentang pendidikan agama Islam dan implikasinya dalam membentuk masyarakat madani adalah suatu kajian tentang keterlibatan pendidikan agama Islam dalam membentuk masyarakat demokratis (beradab).
D. Perumusan Permasalahan
Setelah memaparkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pendidikan agama Islam itu ?
2. Apa dan bagaimana bentuk masyarakat madani ?
3. Bagaimanakah keterlibatan pendidikan agama Islam dalam membentuk masyarakat madani ?
E. Tujuan Penulisan Skripsi
Sesuai dengan permasalahan yang diajukan, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui tentang pendidikan agama Islam itu.
2. Untuk mengetahui tentang apa dan bagaimana bentuk masyarakat madani.
3. Untuk mengetahui keterlibatan pendidikan agama Islam dalam membentuk masyarakat madani.
F. Telaah Pustaka
Kajian tentang pendidikan agama Islam dan pembentukan masyarakat madani pernah dilakukan oleh Thoha Hamim, tertuang dalam karya yang berjudul “Islam dan Civil Society” (Masyarakat Madani dalam Pendidikan, Demokratisasi dan Masyarakat Madani). Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan agama Islam bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat madani. Buku ini juga membahas pengislaman konsep civil society untuk menunjukkan bahwa ajaran Islam sangat kaya dengan nilai dan etika yang bila diimplementasikan akan terbentuk tatanan kehidupan yang ideal. Namun buku ini tidak membahas kaitan metodologis antara pendidikan agama Islam dan implikasinya terhadap terbentuknya masyarakat madani.
Kajian lain yang membahas tema serupa adalah M CHabib Thoha, dengan karya yang berjudul “Peran Strategi PAI dalam Pembentukan Masyarakat Madani”. Menurutnya, tuntutan masyarakat madani adalah munculnya civil society sehingga setiap warga negara menjadi lebih dewasa, masing-masing sadar akan hak dan kewajibannya yang harus dipikul tanpa harus mengorbankan kepentingan pribadinya sekaligus tanpa membahayakan keselamatan bangsa dan negaranya. Karena itu menurutnya, posisi pendidikan agama Islam di masa yang akan datang dalam kaitannya dengan perubahan sosial adalah untuk memberikan makna pengembangan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih adil dan beradab. Kajian ini juga memaparkan ciri-ciri masyarakat madani.
Penelitian terhadap implikasi pendidikan agama Islam terhadap pembentukan masyarakat madani belum pernah dilakukan sebelumnya. Sepengetahuan penulis, pendidikan agama Islam dan implikasinya terhadap pembentukan masyarakat madani belum pernah dibahas secara sistematis, spesifik dan terfokus. Karya yang ada hanya membahas keterkaitan peran pendidikan agama Islam terhadap terbangunnya masyarakat madani secara umum.
G. Kerangka Teoritik
Hakekat dari perubahan sosiokultural adalah adil dan beradab. Kedua kata kunci inilah yang dimaksud diturunkannya aturan-aturan Allah. Dari sinilah pendidikan agama Islam memasuki kekuasaan perubahan sosiokultural yang akan mengantar mencapai tatanan kesukarelaan (Voluntary), keswasembadaan (self-generating), dan keswadayaan (self-supporting) dalam bingkai demokrasi.[27]
Dalam hal ini pendidikan agama Islam tidak hanya sekedar mengajarkan atau mentransfer ilmu-ilmu agama kepada anak didik, tetapi juga berupaya melestarikan dan menginternalisasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan baik individu maupun sosial. Dalam Islam, nilai-nilai itu dimaksudkan untuk mensucikan pribadi, dengan indikator aktualisasi diri dengan akhlakul karimah dalam semua segmen kehidupan, kaitan sebagai makhluk individu maupun sosial.[28]
Masyarakat madani bentukan dari dua kata yang berasal dari bahasa arab مشاركه (himpunan orang) مدنى (peradaban)[29] yakni masyarakat yang berperadaban. Dalam pemakaiannya terkadang juga disebut masyarakat sipil atau masyarakat utama sebagai terjemahan dari civil society. Masyarakat madani sebenarnya suatu konsep yang berorientasi pada keberdayaan masyarakat (society) menghadapi negara (state).
Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang mengembangkan dan menetapkan pola hidup sosial, politik, budaya, dengan pranata kepemimpinan yang didasarkan pada nilai-nilai demokrasi, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental masyarakat, atau dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia.[30]
Chabib Thoha mengemukakan ciri-ciri masyarakat madani :
1. Masyarakat yang demokratis.
2. Masyarakat yang menghargai pluralisme.
3. Masyarakat yang menjunjung tinggi supremasi hukum.
4. Masyarakat yang memiliki struktur horisontal yang kuat (yang berorientasi pada kepentingan masyarakat banyak)
5. Masyarakat yang marhamah dalam ikatan keberagamaan.[31]
Peran strategi pendidikan dengan memanfatkan pengetahuan Islam inilah diharapkan hakekat pendidikan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik individu maupun sosial dalam menopang tatanan masyarakat yang berperadaban mampu tercapai.
G. Metode Penelitian
Dalam rangka pentingnya menjelaskan dan menyampaikan objek penelitian secara sistematis, integral dan terarah, penulis menggunakan metode sebagai berikut :
1. Pendekatan Penelitian
Kerja penelitian dalam skripsi ini menggunakan pendekatan rasionalistik. Menurut Noeng Muhajir, pendekatan rasionalistik adalah pendekatan yang menekankan pemaknaan empirik, pemahaman intelektual dan kemampuan berargumentasi secara logik.[32]
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian skripsi ini adalah library research yaitu penelitian yang berhubungan dengan dunia pustaka.[33]
3. Sumber Data
Berangkat dari jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan, maka data diambil dari dunia pustaka, seperti kamus, literatur, majalah, serta buku-buku yang terkait dengan pembahasan dalam penelitian skripsi ini. Dalam hal ini penulis mengkategorikan sumber data dalam tiga tingkatan menurut kekuatan yang mengikatnya, yaitu :[34]
a. Sumber bahan primer, yaitu bahan pustaka pokok yang menjadi acuan penelitian, dantaranya karya Thoha Hamim, Islam dan Civil Society (Masyarakat Madani), dalam Pendidikan, Demokratisasi dan Masyarakat Madani, karya M. Chabib Thoha, Peran Strategi PAI dalam Pembentukan Masyarakat Madani.
b. Sumber bahan sekunder, yaitu bahan pustaka yang erat kaitannya dengan bahan primer, seperti buku karya M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, buku karya Murni Djamal, Ilmu Pendidikan Islam, buku karya Muhammad Hasyim, Masyarakat Madani Antara Cita dan Fakta, Kajian Historis Normatif, buku karya Taufik Abdullah et.al, Membangun Masyarakat Madani menuju Indonesia Baru Millenium Ke-3
c. Sumber bahan tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan primer dan sekunder, seperti kamus pendidikan, kamus bahasa Indonesia, kamus bahasa Inggris.
4. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang dilakukan ialah dengan cara mengkodifikasikan semua data yang masuk, setelah membaca data primer, sekunder, dan tersier, lalu mengkomparasikannya, menganalisis, serta menyimpulkannya.
5. Metode Analisis Data
Tipe penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif analitis. Maka dalam dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode, semata-mata untuk melukiskan obyek tanpa suatu maksud untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum serta menguji hipotesa-hipotesa tetapi berupaya mengadakan intepretasi mendalam tentang hubungan-hubungan,[35] yaitu menguraikan pendidikan agama Islam dan implikasinya terhadap pembentukan masyarakat madani.
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam penyusunan skripsi ini penyusun menggunakan sistematika pembahasan yang dituangkan dalam tiga bagian dan disusun secara sistematis untuk mempermudah pemahaman, sehingga mampu mencapai tujuan yang dikehendaki penelitian.
1. Bagian Muka
Pada bagian ini terdiri dari : halaman judul, halaman nota persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, halaman persembahan, halaman motto, halaman kata pengantar, dan daftar isi.
2. Bagian Isi
Bagian isi terdiri dari beberapa bab yang masing-masing terdiri dari beberapa sub bab dengan susunan sebagai berikut :
Bab satu : akan menjelaskan tentang pendahuluan, yang berisikan hal-hal yang sifatnya mengatur bentuk dan isi skripsi, yaitu: latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, tela’ah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab dua: akan menjelaskan tentang pendidikan agama Islam, yang meliputi: pengertian, dasar, tujuan dan fungsi pendidikan agama Islam, faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan agama Islam, ruang lingkup pendidikan agama Islam, metode dan pendekatan pendidikan agama Islam (PAI), dan tanggung jawab pendidikan agama Islam (PAI),
Bab tiga: akan menjelaskan tentang masyarakat madani, yang meliputi: pengertian masyarakat madani, ciri-ciri masyarakat madani, dan konsep dalam membentuk masyarakat madani.
Bab empat: akan menjelaskan tentang pendidikan agama Islam dalam membentuk masyarakat madani: sebuah analisis, yang meliputi: peran dan tanggung jawab keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam membentuk masyarakat madani, serta pengaruh pendidikan agama Islam dalam membentuk masyarakat madani.
bab lima: berisi penutup, yang meliputi kesimpulan, saran-saran dan penutup.
3. Bagian Akhir
Bagian akhir skripsi ini terdiri dari : daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat pendidikan penulis.
[1]Tim Redaksi Rineka Cipta, Perubahan UUD 45 dan Ketetapan SU MPR TH 1999, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hal 94. Lihat pula Ketetapan No IV/ MPR/ 1987 sebelum adanya perubahan Tahun 1999 dalam Fuad Hasan, Sistem Pendidikan Nasional, CV. Aneka Ilmu, Semarang, 1989. hal. 4.
[2]Undang-Undang SISDIKNAS, Antara Peluang dan Tantangan, Rindang, Jakarta, September 2003, hal. 27.
[3]Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, Suatu Analisa Sosio-Psikologi, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1985, hal. 3.
[4]Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Al-Ma’arif, Bandung, 1995, hal. 179.
[5]Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, hal. 26.
[6]Hasan Langgulung, Op. Cit, hal. 61.
[7]Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995, hal. 27.
[8]Akram Dhiyauddin Umari, Masyarakat Madani Tinjauan Historis Zaman Nabi, Gema Insani Press, Jakarta, 1999, hal. 69.
[9]Hasan Langgulung, Op. Cit, hal. 196.
[10]Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah di Sekolah dan Masyarakat, Gema Insani Press, 1999, hal. 28.
[11]Hasan Langgulung, Op. Cit, hal. 251.
[12]Akram Dhiyauddin Umari, Op. Cit, hal. 5.
[13]Hasan Langgulung, Op. Cit, hal. 19.
[14]Taufiq Abdullah, et.al, Membangun Masyarakat Madani Menuju Indonesia Baru Millenium Ke-3, Aditya Media, Yogyakarta, 1999, hal. 322.
[15]Ibid, hal. 323.
[16]Al-Qur’an, Surat Ali Imron Ayat 11, Yayasan Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, 1989, hal. 94.
[17]Akram Dhiyauddin Umari, hal. 68.
[18]Culla Adi Suryadi, Masyarakat Madani Pemikiran, Teori dan Relevansinya dengan Cita-cita Reformasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 193.
[19]Adi Suryadi Culla, Op. Cit, hal. 192.
[20]Taufiq Abdullah, et.al, Op. Cit, hal. 324.
[21]John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, PT. Gramedia, Jakarta, 2000, hal. 313.
[22]Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Edisi Kedua, Jakarta, 1994, hal. 204.
[25]Ibid, hal. 564.
[26]Akrom Dhiyauddin Umari, Masyarakat Madani Tinjauan Historis Zaman Nabi, Gema Insani Press, Jakarta, 1999, hal. 5.
[27]M. Chabib Thoha, Op. Cit., hal. 27.
[28]Murni Djamal, Ilmu Pendidikan Islam, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama, Jakarta, 1984, hal. 83.
[29]Taufik Abdullah, et.al., Op. Cit., hal. 198.
[30]M. Chabib Thoha, Peran Strategi PAI dalam Pembentukan Masyarakat Madani, Makalah Seminar Regional, Fakultas Tarbiyah, IAIN Walisongo, Semarang, 1999, hal. 3.
[31]M. Chabib Thoha, Loc. Cit.
[32]Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin, Yogyakarta, 1992, hal. 83.
[33]Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I, Yogyakarta, Andi Offset, 1987, hal. 9.
[34]Ibid, hal. 2.
[35] Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal. 309. Lihat Sutrisno Hadi, Op Cit, hal. 3. Lihat Juga M. Natsir, Metodologi Penelitian, Cet III, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 105.