KEPEMIMPINAN KYAI PESANTREN DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

BAB I
PENDAHULUAN

I.         Latar Belakang

Kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi pada masa kini tergantung pada kemampuannya dalam mengantisipasi perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal. Dalam konteks ini, organisasi harus memiliki pimpinan yang efektif dalam menjalankan manajemen untuk mengelola perubahan yang ada dan berkelanjutan. Tantangan bagi seorang manajer pendidikan, yaitu kepala sekolah/madrasah, pimpinan pesantren, rektor, atau direktur adalah bagaimana menjadi pendorong atau pelopor perubahan lembaga pendidikan yang dipimpinnya.[1] Sehingga keberhasilan mewujudkan suatu tujuan organisasi sangat tergantung oleh bagaimana seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya.

Kepemimpinan sebenarnya dapat berlangsung dimana saja, karena kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain untukmelakukan sesuatu dalam rangka mencapai maksud tertentu. Di rumah tangga ada kepemimpinan orang tua, di pesantren ada kepemimpinan kyai, diperusahaan ada direktur, di sekolah ada kepala sekolah dan di perguruan tinggi ada rektor atau ketua. Kepemimpinan yang berlangsung tanpa di dasarkan pada jabatan tertentu adalah bersifat personal, sedangkan kepemimpinan dengan jabatan dan kedudukan tertentu dalam organisasi adalah kepemimpinan manajerial.[2] Hal ini seperti yang terjadi pada kepemimpinan kepala sekolah yang memimpin sebuah organisasi yaitu lembaga pendidikan (sekolah).
Kepala sekolah menjalankan kepemimpinan manajerial karena di sekolah ada sejumlah personel yang berinteraksi dengan kepala sekolah dalam
menjalankan tugas-tugas sekolah. Hubungan inter personal kepala sekolah dengan semua personel yang berlangsung di sekolah dalam rangka mempengaruhi mereka agar melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan, adalah proses kepemimpinan pendidikan di sekolah.[3]
Sebagaimana telah di jelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 59, yang dijadikan dasar kepemimpinan, sekaligus dijadikan dasar ketaatan para pengikut terhadap pimpinannya, yaitu:

يا ايّها الّذين امنوااطيعواالله واطيعواالرّسول واولىالامرمنكم فاء ن تنا زعتم فى شيءٍ فردّوه الىالله والرّسول ان كنتم توء منون بالله واليوم الاخرذلك خيروّاحسن تاًويلا (النّساء : 59)
Artinya :  “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia pada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya). Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. An-Nisa : 59)[4]
Kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya di realisasikan. Sehubungan dengan itu kepemimpinan kepala sekolah yang efektif yaitu harus mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif juga dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah di tetapkan.[5] Dan yang terpenting adalah bagaimana seorang pemimpin itu dalam menjalankan kepemimpinannya bisa ing ngarso sung tulodho ing madyo mangun karso tutwuri handayani sesuai yang dikatakan oleh Ki Hadjar Dewantara.
Hubungan antara Islam dan kepemimpinan erat sekali. Bahkan dapat dikatakan, Islam adalah agama yang memberikan perhatian besar pada masalah kepemimpinan. Hal ini disebabkan Islam itu sendiri mengandung ajaran yang tidak dapat ditegakkan dengan sempurna tanpa adanya sesuatu “sistem” contoh yang paling nyata dan dekat adalah praktik sholat berjama’ah.[6] Disitu ada imam yang menjadi seorang pemimpin dalam sholat, dan ma’mum yang menjadi pengikut. Ma’mum mengikuti gerakan imam meskipun yang menjadi imam itu ketua RT dan yang menjadi ma’mum itu kepala desa dan camat.
Di dalam Islampun dikenal juga lembaga pendidikan pondok pesantren. Pada dasarnya pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang dilaksanakan dengan sistem asrama (pondok) dengan kyai sebagai sentra utama serta masjid sebagai pusat lembaganya.[7] Kyai disini adalah seorang pemimpin, sama seperti kepala sekolah tetapi masing-masing punya karakteristik dan pola tersendiri dalam menjalankan kepemimpinannya. Ini dikarenakan tempat (lembaganya) yang berbeda baik sistem dan tujuannya.
Keberadaan seorang kyai sebagai pemimpin pesanren, ditinjau dari tugas dan fungsinya dapat dipandang sebagai fenomena kepemimpinan yang unik. Legitimasi kepemimpinan seorang kyai secara langsung diperoleh dari masyarakat yang menilai tidak saja dari segi keahlian ilmu-ilmu agama seorang kyai melainkan dinilai pula dari kewibawaan (kharisma) yang bersumber dari ilmu, kesaktian, sifat pribadi dan seringkali keturunan.[8] Hal ini tentunya sangat berbeda dengan kepala sekolah yang legitimasi kepemimpinannya diperoleh dari pengangkatan dan bukan dari masyarakat.
Sekalipun secara umum keberadaan kyai hanya dipandang sebagai pemimpin informal (informal leader), tetapi kyai dipercayai memiliki keunggulan baik secara moral maupun sebagai seorang alim. Pengaruh kyai diperhitngkan baik oleh pejabat-pejabat Nasional maupun oleh masyarakat umum. Pengaruh mereka (kyai) sepenuhnya ditentukan oleh kualitas kekarismaan mereka. Lebih dari itu kualitas kekarismaan seorang kyai pada gilirannya diyakini oleh masyarakat dapat memancarkan barokah bagi ummat yang dipimpinnya, dimana muncul konsep barokah ini berkaitan dengan kapasitas seorang pemimpin yang sudah dianggap memiliki karomah yaitu suatu kekuatan gaib yang diberikan oleh Tuhan kepada siapa yang dikehendakinya.[9]
Pola kepemimpinan seorang Kyai di pesantren di dukung oleh watak sosial komunitas di mana ia hidup. Hal itu masih di tambah lagi dengan konsep-konsep kepemimpinan Islam di wilayatul imam dan pengaruh ajaran sufi. Dengan demikian dapat difahami mengapa pola kepemimpinan Kyai dapat menjadi sedemikian rupa sentralnya dalam kehidupan di pesantren, dimana kekuasaan mutlak berada di tangan Kyai. [10] sehingga pola kepemimpinannya cenderung otoriter, ini terjadi secara otomatis mengingat Kyai merupakan sosok atau figur guru besar pesantren yang membawa barokah. Santri yang tidak taat maka ilmunya tidak akan manfaat merupakan suatu kepercayaan tersendiri di kalangan santri.
Dalam lembaga pendidikan formal terdapat kepemimpinan kepala sekolah dan dalam lembaga pendidikan nonformal seperti pesantren terdapat kepemimpinan kyai. Masing-masing punya corak, gaya maupun metode tersendiri dalam menjalankan lembaga yang dipimpinnya. Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku seorang pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi anak buahnya, apa yang dipilih pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinannya. [11] dari perbedaan cara memimpin, bertindak untuk mempengaruhi anak buahnya dari seorang Kyai yang memimpin pondok pesantren dan seorang kepala sekolah yang memimpin suatu sekolah tentunya menjadi fenomena tersendiri jika dari kedua unsur tersebut menjadi satu yaitu kepala sekolah dari unsur Kyai pesantren.
Keefektifan kepemimpinan seorang Kyai yang menjadi kepala sekolah bisa dilihat dari kenerjanya dalam pencapaian tujuannya sesuai dengan juklak dan juknis yang sudah ada. Kepala sekolah menjalankan kepemimpinan manajerial karena di sekolah ada sejumlah personel yang berinteraksi dengan kepala sekolah dalam menjalankan tugas-tugas sekolah. Demokratis dan musyawarah untuk mufakat tentunya menjadikan landasan utama bagi seorang manajerial bukan kharismatik dan otoriter yang di jalankan seorang pemimpin.
Sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan dunia pendidikan menuntut dunia pendidikan untuk berusaha memberikan yang terbaik sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat, kini banyak ditemui lembaga pendidikan formal yang dipimpin oleh seorang kyai pesantren. Ini terutama ditemukan di lembaga-lembaga pendidikan swasta, dengan tujuan untuk mencapai baik kuantitas maupun kualitas input sampai output dari lembaga tersebut. Misalnya kasus di Madrasah Aliyah Wali Songo Pecangaan Jepara yang disitu juga terdapat Kepala Sekolah yang berasal dari seorang Kyai Pesantren.







II.      Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari judul diatas, maka ada beberapa permasalahan yang akan di teliti, yaitu :
1.       Bagaimana pola kepemimpin Kyai pesantren di MA Wali Songo Pecangaan Jepara ?
2.       Bagaimana kepemimpinan kepala sekolah yang efektif  di MA Wali Songo Pecangaan Jepara ?

A.      Penegasan Istilah

Untuk menghindari terjadinya kesalahfahaman, maka peneliti berusaha menjelaskan berbagai istilah yang terkandung dalam judul sebagai berikut :
3.    Efektivitas
Efektivitas berasal dari bahasa inggris “effectivness” yang merupakan akar kata dari “effective” yang menjadi kata sifat artinya berhasil, tepat atau maju.[12]
Arti lain menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan. Suatu usaha dikatakan efektif kalau usahanya itu mencapai tujuannya.[13]
4.    Kepemimpinan Kyai
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang dan bahkan menghukum (bila perlu), serta membina dengan maksud agar manusia sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien.[14]
Kyai adalah sebutan bagi Alim ulama (cerdik pandai dalam agama islam).[15]
Arti lain, kyai adalah sentra utama lembaga pendidikan Islam yang dilaksanakan dengan sistem asrama (pondok) dan masjid sebagai pusat lembaganya. [16]
Jadi, Kepemimpinan Kyai adalah kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang dan bahkan menghukum (bila perlu), serta membina dengan maksud agar manusia sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien yang dilakukan oleh seorang Alim (cerdik pandai dalam agama Islam) yang merupakan sentra utama bagi lembaga pendidikan Islam di pondok pesantren.
5.    Sebagai Kepala Sekolah
Sebagai adalah kata depan untukmenyatakan hal yang serupa, sama, semacam (itu).[17] Atau bisa diartikan menjadi.
Kepala Sekolah adalah orang (guru) yang memimpin suatu sekolah; guru kepala.[18]
Jadi, Sebagai Kepala Sekolah maksudnya menjadi seorang yang memimpin suatu sekolah.
6.    Studi Kasus
Studi adalah penelitian ilmiah, kajian, telaahan.[19]
Kasus adalah soal; perkara; keadaan yang sebenarnya dari suatu urusan atau perkara; keadaan atau kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal.[20]
Jadi studi kasus[21] adalah penelitian ilmiah yang bekaitan dengan suatu keadaan yang sebenarnya dari suatu urusan, perkara atau keadaan khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal.
7.    MA Wali Songo Pecangaan Jepara
MA Wali Songo Pecangaan Jepara adalah sekolah menengah umum yang merupakan tempat sasaran penelitian berada.
Berdasarkan penegasan  istilah diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud Efektivitas Kepemimpinan Kyai Sebagai Kepala Sekolah (Studi Kasus Ma Wali Songo Pecangaan Jepara Tahun 2004) adalah suatu penelitian untuk mengetahui ada dan tidaknya efektifitas atas kepemimpinan seorang kyai pesantren yang menjadi kepala sekolah di MA Wali Songo Pecangaan Jepara.

III.   Alasan Pemilihan Judul

1.    Banyak orang telah mengenal bahwa kyai merupakan seorang panutan masyarakat dengan berbagai kelebihan baik pengetahuan tentang Islam, dalam hal kerohanian dan juga kharismatik bahkan dikeramatkan. Lebih-lebih Kyai yang memegang sebuah pondok pesantren, hal ini sangat menarik untuk dikaji lebih dalam.
2.    Kepala Sekolah merupakan motor penggerak penentu arah kebijakan sekolah yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan. Sehingga perlu dicari kepemimpinan Kepala Sekolah yang efektif.
3.    Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan kepemimpinan Kyai Pesantren tentu berbeda. Kepala Sekolah yang merupakan seorang manajerial dan dituntut untuk mewujudkan tujuan pendidikan khususnya lembaga yang dipimpinnya secara efektif dan efisien dengan kyai pesantren yang dengan kekharismaan dan kekeramatannya tentu berbeda dalam berbagai hal dalam memimpinnya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti kasus di MA Wali Songo Pecangaan Jepara yang di situ terdapat Kepala Sekolah dari unsur Kyai Pesantren.

B.       Tujuan Penelitian

Adapun tentang tujuan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
4.    Untuk memperoleh gambaran bagaimana pola kepemimpinan Kyai di pondok pesantren.
5.    Untuk mengetahui kepemimpinan kepala sekolah yang efektif.
6.    Untuk mengetahui efektif dan tidaknya kepemimpinan Kyai pesantren yang menjadi kepala sekolah di MA Wali Songo Pecangaan Jepara.

IV.             Variabel Penelitian

Variabel dapat diartikan sebagai sebuah konsep yang mempunyai macam-macam nilai[22] atau konsep yang diberi label dari satu nilai.[23] Variabel juga dapat diartikan sebagai kondisi-kondisi atau karakteristik-karakteristik yang oleh pengeksperimen dimanipulasikan, dikontrol atau diobservasi.[24] Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut diatas, dalam penelitian ini menggunakan 2 variabel yaitu sebagai berikut :
a.       Variabel bebas (independent variable) atau vriabel pengaruh yaitu Kepemimpinan Kyai Pesantren. Adapun indikatornya adalah :
1)      Pendiri dan pemimpin pesantren
2)      Mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat
3)      Memiliki otoritas dan wewenang yang menentukan semua aspek pendidikan atas tanggung jawabnya sendiri
4)      Sumbermutlak dari kekuasaan dan kewenangan (power and authority) dalam kehidupan dan lingkungan pesantren
5)      Kepemimpinan kharismatik
b.      Variabel terikatnya (dependent variable) adalah Kepemimpinan Kepala Sekolah. Adapun indikatornya adalah :
6)      Pemimpin sekolah
7)      Administrator pendidikan
8)      Kepemimpinan manajerial
9)      Bekerja atas dasar juklak dan juknis dari pusat
G.    Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif yaitu, penelitian yang tidak menggunakan perhitungan.[25] Secara teknis penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.[26] Oleh akrena penelitian ini tidak melibatkan pada perhitungan, maka hasil yang diperoleh berupa data yang berwujud kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku orang yang diamati (Kyai sebagai kepala sekolah).
Metode kualitatif ini ditekankan penggunaannya dalam mencari keterangan tentang dasar, konsep dan bentuk kepemimpinan seorang kyai pesantren yang sekaligus sebagai kepala sekolah. Metode ini lebih ditekankan untuk mengetahui tingkat efektifitas kepemimpinan tersebut.
Karena dalam penelitian ini akan dipelajari status fenomena dan hubungan antara satu faktor dengan faktor lain, maka penelitian ini juga menggunakan pendekatan studi kasus.[27]  Dalam pemilihan kasus yang sebagai objek penelitian ini digolongkan sebagai collective case study, yaitu pendekatan studi kasus yang digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap populasi dari kasus-kasus tersebut.[28]
Adapun pendekatan yang dipakai adalah penelitian deskriptif survai yaitu pengumpulan data sebanyak-banyaknya mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kepemimpinan kyai pesantren yang menjadi kepala sekolah MA Wali Songo Pecangaan Jepara.
1.       Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan serta melengkapi data-data yang dibutuhkan penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut :
a. Metode Observasi
Metode observasi adalah suatu metode ilmiah dengan cara pengamatan dan pencatatan secara sistematik atas fenomena yang diselidik.[29] Metode observasi penulis gunakan untuk memperoleh data tentang perilaku kehidupan kesehariannya dan juga gambaran umum sekolah.
b. Metode Interview (wawancara)
Metode interview adalah pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian.[30] Metode ini digunakan untuk mewawancarai pihak terkait (kepala sekolah) untuk memperoleh informasi atau data tentang proses kepemimpinannya.

c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalah dan sebagainya.[31] Metode ini penulis gunakan untuk mencari data tentang sejarah berdirinya sekolah, struktur organisasi, letak geografis, keadaan guru, karyawan, kurikulum, fasilitas dan perpustakaan.
2. Alalisis Data
Metode ini adalah untuk menelaah, mengkaji dan menganalisis data-data tersebut. Adapun metodenya adalah sebagai berikut :
a.    Metode Analisis Diskriptif
Metode diskriptif menurut Sanapiah Faisal adalah berusaha mendiskripsikan dan menginterpretasikan apa yang ada baik mengenai kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau kecenderungan yang sedang berkembang.[32]
Dalam penelitian ini penulis memaparkan konsep kepemimpinan Kyai pesantren dan kepemimpinan kepala sekolah kemudian menginterpretasikannya,  menganalisis kondisi efektivitas kepemimpinan Kyai sebagai kepala sekolah di MA Wali Songo Pecangaan Jepara Tahun 2004.

b.    Metode Analisis Induktif

Yaitu berfikir dari hal-hal yang khusus dan kongkrit kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum atau general.[33]
Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data tentang kepemimpinan kepala sekolah di MA Wali Songo Pecangaan Jepara Tahun 2004 yang berasal dari unsur Kyai Pesantren sebanyak mungkin. Data-data ini kemudian diolah menjadi kesimpulan yang bersifat general.
H.    Sistematika Penulisan Skripsi
Untuk memudahkan dalam memahami skripsi ini akan dideskripsikan sistematikan penulisan skripsi sebagai berikut :
1.      Bagian Muka, terdiri dari :
Halaman judul, halaman nota persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, halaman persembahan, halamn kata pengantar, halaman daftar isi.
2.      Bagian Isi, terdiri dari :
BAB I       : Pendahuluan, yang meliputi : latar belakang, rumusan masalah, penegasan istilah, alasan pemilihan judul, tujuan penelitian, variabel penelitian metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II     : Kepemimpinan Kyai Pesantren Sebagai Kepala Sekolah.
                   Di dalamnya membahas: pengertian kepemimpinan secara umum, kepemimpinan Kyai pesantren, yang meliputi: pengertian kepemimpinan Kyai, sistem pendidikan dan pengajaran pesantren, kepemimpinan Kyai di pesantren, pola kepemimpinan Kyai. Kepemimpinan kepala sekolah, yang meliputi: pengertian kepemimpinan kepala sekolah, tugas dan fungsi kepala sekolah, gaya kepemimpinan kepala sekolah, kepemimpinan kepala sekolah yang efektif.
BAB III    : Kepemimpinan di MA Wali Songo Pecangaan Jepara.
                    Di dalamnya membahas:  Situasi Umum MA Wali Songo Pecangaan Jepara, kepemimpinan Kyai, kepemimpinan kepala sekolah.
BAB IV    : Efektifitas Kepemimpinan Kyai Pesantren sebagai Kepala Sekolah di MA Wali Songo Pecangaan Jepara. Di dalamnya membahas: Kepemimpinan Kharismatik dan Kepemimpinan Manajerial
BAB V     : Penutup, meliputi: kesimpulan, saran-saran, penutup.
3.      Bagian Akhir.
Pada bagian akhir terdiri dari daftar pustaka, lampiran-lampiran yang mendukung pembuatan skripsi dan riwayat hidup penulis.




[1] Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan (Konsep, Strategi dan Aplikasi), PT Grasindo Gramedia Widia sarana Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 49.
[2] Ibid, hal. 51.
[3] Ibid.
[4] Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahnya, CV Al-Waah, Semarang, 1989, hal. 128.
[5] E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah ( Konsep, Strategi dan Implementasi), Rosda Karya, Bandung 2003, hal. 126.
[6] Daud Rasyid, Islam dalam Berbagai Dimensi, Gema Insani Press, Jakarta, 1998, hal. 299.
[7] Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai (Kasus Pondok Pesantren Tebuireng), Kalimasada Press, Malang, 1993, hal. 3.
[8] Ibid.
[9]  Ibid, hal. 45.
[10] Ibid, hal. 47.
[11] E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah ( Konsep, Strategi dan Implementasi), Rosda Karya, Bandung 2003, hal. 108.
[12] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Lengkap Bahas Indonesia, PN. Hasta, Bandung, 1980, hal. 40.
[13] Hassan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, PT Lehtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hal. 88.
[14] E. Mulyasa, Op Cit, hal.107.
[15] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II, Balai Pustaka, Jakarta, 1994, hal. 499.
[16] Imron Arifin, Loc Cit.
[17] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op Cit, hal. 74.
[18] Imron Arifin, Op Cit, hal. 480.
[19] Ibid, hal. 965.
[20] Ibid, hal. 451.
[21] Penelitian studi kasus dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu studi-studi kasus eksploratoris dan deskriptif. Lihat: Robert K. Yin, Studi Kasus (Desain dan Metode), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hal. 1.
[22] Moh Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hal. 149.
[23] Masri Singarimbun, Sofia Effendi, Metode Penelitian Survay, LP3ES, akarta, 1989, hal. 48.
[24] Samapiah Faisal, Metode Penelitian Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1982, hal. 82.
[25] Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Cet. ke-4, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1993, hal 2.
[26] Ibid, hal. 3.
[27] Moh Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, Cet. 3, hal. 63.
[28] AH. Kahar Usman, Desain Penelitian Kualitatif dan Aplikasi dalam Praksis Keberagamaan, Makalah disampaikan dalam workshop Metode Penelitian Kualitatif, diselenggarakan oleh STAIN Kudus pada tanggal 21 s.d 22 Juli, 2003 di Pesanggrahan Colo Kudus.
[29]  Sutrisno Hadi, Metodologi ReseachJilid I, Offset, Jakarta, 1987,hal. 4.
[30]  Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), Rineka cipta, Jakarta, 1993, hal. 62.
[31]  Sutrisno Hadi, Op Cit, hal. 200.
[32] Sanapiah Faisal, Op. Cit., hal. 213.
[33] Sutrisno Hadi, Op. Cit., hal. 42