STUDI KOMPARASI PENDAPAT IMAM SYAFI’I DAN IMAM MALIK TENTANG HUKUM BACAAN AL-FATIHAH BAGI MAKMUM DALAM SHALAT BERJAMAAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Begitu banyak syari’at Islam yang Rosul Saw bawa dan ajarkan. Salah satunya adalah ibadah shalat yang diwajibkan atas setiap insan yang beriman semenjak ia dewasa (baligh) sampai ia meninggal dunia. shalat merupakan salah satu syari’at yang tidak terpengaruh oleh perubahan tempat dan waktu, dimana telah dijelaskan secara sempurna dan terperinci baik dalam Al-Qur’an maupun as-sunnah, sebagaimana telah diperintahkan shalat dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 77, sebagai berikut :


ياايّهاالّذين امنوا اركعوا واسجدوا واعبد وا ربّكم وافعلوا الخير لعلّكم تفلحون.

Artinya ;    “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, dan sembahlah olehmu akan Tuhanmu serta berbuatlah kebajikan agar kamu memperoleh kemenangan”.[1]

Shalat adalah salah satu aktivitas yang pertama kali akan dipertanyakan oleh Allah SWT pada setiap insan muslim kelak di hari pembalasan. Bila shalat seseorang terlaksana dengan baik, maka masalah lainnya akan mudah baginya dan sebaliknya jika shalat seseorang itu rusak, maka ia termasuk orang yang merugi.
Ibadah shalat fardhu diperintahkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, ketika beliau melakukan isra’ mi’raj, tepatnya satu tahun sebelum para sahabat beserta Rosul SAW, hijrah dari kota Makkah ke Madinah. Pelaksanaan shalat disunnahkan tepat pada waktunya dan dengan berjamaah. Sebab keutamaan shalat berjamaah itu 27 derajat dibanding dengan shalat sendiri. Sebagaimana Sabda Rosulullah SAW :
عن ابن عمر أن رسول الله صلى الله عليه و سلّم : قا ل صلاة الجماعة افضل من صلاة الفدّ بسبع وعشرين درجة (رواه البخارى و مسلم)

Artinya : “Dari Ibnu Umar, berkata : Rosulullah SAW telah bersabda : shalat berjama’ah lebih utama daripada shalat sendiri, sebanyak 27 derajat” (HR. Buchori dan Muslim)[2]

Oleh karena itu dalam melaksanakan shalat harus dengan baik dan benar sesuai dengan syari’at Islam. Dan untuk melaksanakan shalat dengan baik dan benar, maka kita wajib mengetahui banyak perkara yang dapat menjadikan shalat kita baik, benar dan sah menurut syari’at Islam diantaranya yaitu perkara-perkara untuk penentu berlaku tidaknya suatu perkara terutama perkara-perkara tentang cara mengikuti imam. Tanpa syarat-syarat yang telah ditentukan, maka belum dikatakan sah mengikuti imam.
Imam harus diikuti ketika takbir maka takbirlah engkau jangan takbir sehingga ia takbir, maka rukuklah bila ia rukuk jangan engkau rukuk sehingga ia rukuk, bila ia mengatakan sam’allahhu liman hamidah maka berkatalah robbana lakal hamdu, dan bila engkau sujud maka sujudlah jangan engkau sujud sehingga ia sujud, bila ia sholat berdiri maka shalatlah engkau shalat berdiri bila ia duduk maka shalatlah sambil duduk.[3]
Selain hal-hal tersebut di atas, ada hal-hal lain yang menjadi tanggungan imam atas makmum, para fuqaha sepakat bahwa imam merupakan penanggung berbagai fardhu shalat atas makmum. Para fuqaha sepakat pula apabila makmum masbuq, maka bacaan fatihahnya ditanggung oleh imam. Dalam hal ini yang menjadi permasalahan, jika makmum mendapatkan imam dalam keadaan berdiri, apakah ia wajib membaca Al-Fatihah di belakang imam atau tidak ?
Sedangkan membaca Al-Fatihah itu mempunyai makna dan aspek kejiwaan yang sangat penting bagi insan yang beriman. Dalam shalat, kita bisa menghayati makna bacaan Al-Fatihah, sehingga kita sebagai insan yang beriman bisa menghamba atau mengabdikan diri kepada Allah, meminta pertolongan dan perlindungan sepenuhnya serta bersyukur kepada Allah.
Fuqaha saling berbeda pendapat, oleh karena itu penulis tertarik dan ingin mengetahui dan mengungkap lebih jelas dari pendapat ulama, terutama pendapat Imam Syafi’i dan Imam Malik tentang hukum bacaan Al-Fatihah bagi makmum. Diantara keduanya terjadi perbedaan yang mendasar.
Menurut pendapat Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm adalah wajib atas orang yang mengerjakan shalat, baik sendirian maupun berjamaah, membaca Al-Fatihah.[4] Sedangkan menurut Imam Malik dalam kitabnya Muwatha’ Al-Imam Malik adalah barang siapa tidak membaca Al-Fatihah maka dianggap tidak mengerjakan shalat, kecuali bila ia bersembahyang di belakang imam.[5]
Dari uraian di atas terdapat perbedaan yang sangat mendasar dalam masalah hukum membaca fatihah bagi makmum antara Imam Syafi’i dan Imam Malik. Oleh karena itu penulis mencoba menganalisa bagaimana pandangan Imam Syafi’i dan Imam Malik tentang masalah tersebut di atas.

B.     Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok-pokok permasalahan adalah sebagai berikut :
1.      Apa makna membaca Al-Fatihah dalam shalat berjamaah bagi makmum menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik ?
2.      Adakah aspek kejiwaan dalam penghayatan makna bacaan Al-Fatihah dalam shalat berjamaah ?
3.      Bagaimana hukum membaca Al-Fatihah dalam shalat berjamaah menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik ?

C.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.      Adapun tujuan pembahasan atas permasalahan tesebut adalah :
a.       Untuk mengetahui makna membaca Al-Fatihah bagi makmum dalam shalat berjamaah.
b.      Ingin mengetahui aspek kejiwaan dalam penghayatan makna bacaan Al-Fatihah dalam shalat berjamaah.
c.       Untuk mengetahui lebih lanjut pendapat Imam Syafi’i dan Imam Malik tentang hukum bacaan Al-Fatihah bagi makmum dalam shalat berjamaah.
2.      Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai sumbangsih ilmu pengetahuan agama Islam yang berpautan dengan pembahasan syari’ah, khususnya dalam bidang ibadah

D.    Penegasan Istilah

Agar tidak terjadi kesalahpahaman pengertian judul yang penulis sajikan dalam skripsi ini, yaitu “Studi Komparasi Pendapat Imam Syafi’i Dan Imam Malik Tentang Hukum Bacaan Al-Fatihah Bagi Makmum Dalam shalat Berjamaah”, maka akan penulis terangkan maksud dari kata-kata penting dalam judul ini, yaitu sebagai berikut :
1.      Studi                     : Penelitian ilmiah, kajian, telaahan.[6]
2.      Komparasi             : a. Perbandingan
b.   Pandangan, pendapat (sesudah, menyelidiki, mempelajari dan sebagainya).[7]
3.      Imam Syafi’i         : Nama aslinya adalah Muhamad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin said bin Abdu Yasid bin Hasyim bin Abdul Mutholib bin Abdu Manaf.[8]        
Beliau disebut Syafi’i karena dibangsakan kepada nama datuknya yang ketiga yaitu Syafi’i Bin Said.[9]
4.      Imam Malik           :  Nama Aslinya Malik Bin Anas Abdullah (94 – 179 / 716 – 795). Pendiri Madzhab Fiqh Makiyah, ia dilahirkan dan meninggal di Madinah dan menerima hadits dari Sahl Abu Sa’ad, satu diantara sahabat Malik bin Anas. Ia belajar kepada Ja’far Al-Shodiq, ulama besar dar keturunan Nabi Muhammad.[10]
5.      Hukum                  : Peraturan/ adat secara resmi dianggap mengikat yang dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas.[11]
6.      Bacaan                  : Untuk dibaca, penafsiran makna sebuah kalimat.[12]
7.      Al-Fatihah             : Nama surat yang (1), terdiri atas 7 ayat, termasuk surat-surat Makiyah. Disebut Al-Fatihah yang artinya pembukaan, karena dengan surat Al-Fatihah ini dibuka atau dimulainya Al-Qur’an.[13]
8.      Makmum               :  Orang yang shalat di belakang (mengikuti) imam, baik dalam shalat fardhu ataupun shalat-shalat sunnah.[14]


9.      Shalat Berjamaah : Shalat yang dikerjakan bersama-sama, salah seorang diantaranya sebagai iman dan yang lainnya sebagai makmum.[15]
Jadi maksud judul tersebut secara keseluruhan adalah suatu kajian mendalam untuk menganalisis pendapat Imam Syafi’i dan Imam Malik tentang hukum, makna dan aspek kejiwaan membaca Al-Fatihah bagi makmum dalam berjamaah.

E.     Metode Penelitian
Metode mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai suatu tujuan, dengan memakai teknik serta alat-alat tertentu untuk mendapatkan kebenaran yang obyektif dan terarah dengan baik.
Adapun metode yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah :
1.   Jenis Penelitian dan Pendekatan
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang data-datanya diperoleh dengan cara menelaah buku-buku atau referensi dari perpustakaan.[16]
Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, artinya penelitian dalam teknik analisis tidak menggunakan teknik perhitungan atau statistik akan tetapi menggunakan logika ilmiah.[17]
Langkah yang dilakukan adalah meneliti dan menelaah buku-buku perpustakaan seperti kitab Al-Umm karya Imam Syafi’i dan kitab Al-Muwatha’ karya Imam Malik. Dan data tersebut kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif analitik, yaitu menggambarkan secara jelas, akurat dan tepat dengan memberikan analisa pembagian tertentu.

2.   Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data yang bersumber pada library research, penulis akan melakukan kajian kepustakaan dengan cara mencari bahan-bahan yang relevan dengan pembahasan.
3.   Sumber Data 
Sumber data dalam penelitian ini antara lain :
a.   Data Primer, berupa buku-buku atau kitab tentang bacaan Al-Fatihah bagi makmum dalam sholat berjamaah karangan para imam madzhab, seperti kitab Al-Umm dan kitab Al-Muwatha’.
b.   Data Sekunder, berupa bahan-bahan bacaan yang ditulis oleh para ahli fiqh.
c.   Data Tersier, buku kamus istilah fiqih, kamus besar bahasa Indonesia, Ensiklopedi Islam, biografi empat serangkai imam madzhab.
4.   Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknis analisis sebagai berikut :
a.       Metode Deduktif
Deduktif adalah metode yang pembahasannya dimulai dari kaidah-kaidah yang bersifat umum agar diperoleh kesimpulan yang bersifat khusus.[18] Metode ini digunakan untuk mengkaji tentang metode istimbath yang digunakan oleh Imam Syafi’i dan Imam Malik, biografi Imam Syafi’i dan Imam Malik yakni meliputi kehidupan Imam Syafi’i dan Imam Malik, Pola pemikiran Imam Syafi’i dan Imam Malik.
b.      Metode Induktif
Induktif adalah suatu metode yang berangkat dari faktor yang bersifat khusus atau peristiwa kongkrit, kemudian dari faktor-faktor itu ditarik kesimpulan yang bersifat umum.[19] Metode ini akan digunakan untuk mengkaji tentang pendapat Imam Syafi’i dan Imam Malik tentang makna membaca Al-Fatihah bagi makmum, aspek kejiwaan dalam penghayatan membaca Al-Fatihah, pendapat Imam Syafi’i dan Imam Malik tentang bacaan Al-Fatihah bagi makmum dan dasar hukumnya.
c.       Metode Komparatif
Untuk mengetahui spesifikasi pendapat Imam Syafi’i dan Imam Malik dan pendapat imam-imam lain, maka perlu digunakan metode komparatif. Metode komparatif adalah metode yang digunakan untuk memperoleh kesimpulan dengan menilai faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi yang diselidiki dan membandingkan dengan faktor-faktor lain.[20] Metode ini digunakan untuk membandingkan pendapat Imam Syafi’i dan Imam Malik dan juga pendapat Imam yang lain kemudian menganalisis pendapat tentang hukum membaca Al-Fatihah bagi makmum.

F.     Sistematika Penulisan

Dalam upaya untuk memudahkan penulisan penelitian ini, agar dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca, maka penyusunan ini dibagi menjadi perbab, dalam setiap bab memuat sub bab. Bab yang masih umum sifatnya, yang mana satu dengan yang lainnya terdapat satu keterikatan  antara bab yang  terdahulu dengan bab yang berikutnya.
Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut :
1.   Bagian Muka, terdiri dari :
Halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman nota pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar, dan halaman daftar isi.

2.   Bagian Isi, terdiri dari beberapa bab :
Bab I        : Pendahuluan memaparkan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II      : Bab ini berisi tentang biografi Imam Syafi’i dan Imam Malik yang meliputi kelahiran, guru dan murid-muridnya, karya-karya, sreta kelebihan masing-masing Imam dan kewajibannya metode istimbath yang digunakan oleh Imam Syafi’i dan Imam Malik.
Bab III     : Bab ini berisi tentang pendapat Imam Syafi’i dan Imam Malik tentang tentang bacaan Al-Fatihah bagi makmum, meliputi sekilas tentang ibadah shalat, pendapat Imam Syafi’i dan Imam Malik tentang makna membaca,  aspek kejiwaan dalam penghayatan membaca Al-Fatihah, pendapat Imam Malik tentang bacaan Al-Fatihah bagi makmum dan dasar hukumnya.
Bab IV     : Bab ini berisi tentang analisis hukum bacaan Al-Fatihah bagi makmum menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik.       
Bab V ini adalah sebagai kesimpulan dari keseluruhan pembahasan yaitu berupa kesimpulan, saran-saran dan penutup.
3.   Bagian Akhir, terdiri dari :
      Daftar pustaka, daftar riwayat pendidikan penulis dan lampiran-lampiran




DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, 1992.
Al-Imam Asy-Syafi’i, Al-Umm, Dar Al-Fikri, Bairut, 1990.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989.
Huston Smith, Ensikopedi Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996.
Imam Malik Bin Anas, Al-Muwatha’. Dar Al-Fikri, Bairut, 1989.
Imam Bin Abdillah Muhamad Bin Ismail, Shahih Al-Bukhari, Toha Putra, Semarang, t.th
Lexy J. Moleony, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1993.
Masri Singarimbun dan Sofian Efendy, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989.
Muhammad bin Ismail, Subulus Salam, Juz II, Dar Al-Fikri, Bairut, 1991.
M. Abdul Mujieb, Mabruri Tholhat, Syafi’at, AM, Kamus Istilah Fiqh, PT. Pustaka Firdaus, Jakarta, 1994.
Munawar Kholid, Biografi Empat Serangkan Imam Madzhab, Bulan Bintang, 1983.
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Psycologi, UGM, Yogjakarta, 1998.
Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, Tarsito, Bandung, 1972.

PROPOSAL SKRIPSI


NAMA        :   DIAH HERAWATI

NIM             :   200 018
JURUSAN  :   SYARI’AH/ AS
JUDUL       :   “STUDI KOMPARASI PENDAPAT IMAM SYAFI’I DAN IMAM MALIK TENTANG HUKUM BACAAN AL-FATIHAH BAGI MAKMUM DALAM SHALAT BERJAMAAH”




[1]Al-Qur’an, Surat An-Hajj Ayat 77, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, 1992. hlm. 308.
[2]Imam Bin Abdillah Muhamad Bin Ismail, Shahih Al-Bukhari, Toha Putra, Semarang, t.th, hlm. 158.

[3]Muhammad bin Ismail, Subulus Salam, Juz II, Dar Al-Fikr, Beirut, 1991, hlm. 48-49.
[4]Imam Abi Abdillah bin Idris Asy-Syafi’i, Al-Umm, Dar Al-Fikri, Bairut, 1990, hlm. 129.

[5]Imam Malik bin Anas, Al-Muwatha’. Dar Al-Fikri, Bairut, 1989, hlm. 53.
[6]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, 965.

[7]Ibid, hlm. 515.

[8]Munawar Kholil, Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab, Bulan Bintang, 1983, hlm. 150.
[9]Ibid, hlm. 152.

[10]Huston Smith, Ensikopedi Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm. 65.

[11]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op.cit, hlm. 360.

[12]Ibid, hlm. 171.

[13]M. Abdul Mujieb, et.al, Kamus Istilah Fiqh, PT. Pustaka Firdaus, Jakarta, 1994, hlm. 176.

[14]Ibid, hlm. 189.

[15]Ibid, hlm. 318.

[16]Masri Singarimbun dan Sofiah Efendy, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989, hlm. 70.

[17]Lexy J. Moleony, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1993, hlm. 2.
[18]Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Psycologi, UGM, Yogjakarta, 1998, hlm. 36.
[19]Ibid, hlm. 42.

[20]Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, Tarsito, Bandung, 1972, hlm. 135.