Asbabun Nuzul Surat Al-Kautsar

Menurut Dr. Wahbah az-Zuhaili, surat Al-Kautsar turun karena adanya anggapan bahwa: pertama, Nabi Muhammad saw. lemah dan pengikutnya sedikit. Kedua, perasaan gembira dengan meninggalnya putra-putra beliau (Al-Qasim meninggal di Makkah dan Ibrahim meninggal di Madinah). Ketiga, perasaan suka cita ketika orang-orang mukmin ditimpa kesusahan dan ujian.

Maka turunlah surat ini untuk menunjukkan bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. adalah orang yang kuat dan keluar sebagai pemenang (melawan mereka), pengikutnya banyak dan tersebar (di penjuru dunia), dan meninggalnya putra-putra beliau tidak melemahkan kepribadiannya. Surat ini juga menunjukkan bahwa orang-orang yang membencinya akan terputus dan tidak terdengar namanya disebut-sebut lagi serta mereka jauh dari segala kebaikan.[1]

Menurut Ahmad Musthofa al-Maraghi, surat ini turun dikarenakan kaum Musyrikin Makkah dan kaum Munafik Madinah senantiasa mencela dan mengejek Nabi Muhammad saw. dengan tuduhan-tuduhan sebagai berikut:

a.         bahwa para pengikut Nabi Muhammad saw. itu hanya terdiri dari orang-orang biasa dan lemah. Di antara mereka tidak ada seorangpun dari kalangan pemimpin dan orang terhormat. Jika agama yang dibawa Muhammad itu benar sudah tentu yang menjadi pengikutnya adalah orang-orang yang pandai atau kaum cendekiawan dan orang-orang yang terpandang yang mempunyai kedudukan di masyarakat.[2]

b.        Jika penduduk Makkah melihat anak Nabi meninggal dunia, mereka mengatakan “Terputuslah sebutan Muhammad, dan ia menjadi buntung”. Mereka menganggap itu sebuah keajaiban. Karenanya, mereka terus memperolok dan berupaya mempengaruhi khalayak agar tidak mengikuti Nabi Muhammad saw.

c.         Jika mereka melihat musibah menimpa kaum Muslimin, perasaannya begitu gembira seperti orang mabuk. Kemudian, mereka pun berharap sambil menunggu saat kehancuran kaum Muslimin. Dengan demikian, mereka berupaya mengambil tampuk kepemimpinan di kalangan bangsa Arab yang selama ini goyah setelah kedatangan agama Islam.

Kemudian turunlah surat ini untuk menguatkan pendirian Rasulullah saw., di samping menegaskan bahwa apa yang digemborkan oleh kaum Musyrikin Makkah itu adalah omong kosong belaka dan sama sekali tidak ada bukti-buktinya. Surat ini juga untuk memperteguh jiwa orang-orang yang masih lemah iman dan Islamnya, di samping sebagai jawaban atas muslihat yang dilakukan oleh kaum Musyrikin sehingga mereka mengerti bahwa Rasulullah saw. akan berdiri sebagai pemenang dan para pengikut beliau adalah orang-orang yang beruntung.[3]

Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Muhammad Abduh telah diriwayatkan[4] bahwa beberapa orang Quraisy  yang suka mengejek Nabi Muhammad saw., seperti Al-Ash bin Wa’il, Uqbah bin Abi Mu’aith, Abu Lahab dan beberapa lagi lainnya, setipa kali mengetahui putra-putra Nabi meninggal dunia, selalu saja mereka berkata: “Muhammad telah terputus.” Yakni tidak ada lagi yang sebutan tentangnya melalui putra-putranya setelah ia wafat kelak. Keadaan seperti itu mereka anggap sebagai suatu cacat cela yang mereka gunjingkan dan mereka jadikan alat untuk menghilangkan simpati kepada beliau dan para pengikutnya. Selain itu, manakala mereka melihat kelemahan dan kemiskinan kaum Muslim, serta sedikitnya jumlah mereka, mulailah para pembenci iu mengejek dan meremehkan mereka, serta menilai hal itu sebagai alasan untuk melecehkan agama. Mereka menjadikan kelemahan serta kesedikitan jumlah kaum Muslim sebagai bukti bahwa Islam bukanlah agama yang benar.  Sekiranya mereka benar, niscaya ia akan tumbuh dan berkembang dengan meraih kekayaan dan kekuatan. Dan memang begitulah anggapan orang-orang berbuda rendah, pada setiap zaman dan tempat yang didominasi oleh kebodohan.

Demikian pula oran-orang munafik, setiap kali menyaksikan betapa parahnya penderitaan kaum Muslim, timbullah harapan mereka akan kemenangan saudara-saudara lama mereka yang kini merupakan para pengingkar agama Islam. Mereka ini juga  menunggu-nunggu kejatuhan kamu Muslim, karena sedikitnya jumlah mereka ataupun kemiskinan mereka. Sedangkan orang-orang yang lemah kedudukannya –di antara orang-orang Mukmin yang masih baru dalam Islam- seringkali terlintas pikiran-pikiran buruk dalam benak mereka terutama di saat-saat mengetatnya rangkaian cobaan dan penderitaan.[5] Kemudian Allah SWT. menurunkan surat ini untuk menyangkal perkataan orang kafir dan orang munafik menghibur Nabi dan umatnya serta mengecam musuh-musuhnya.
______________________
[1] Ibid., halaman 131.
[2] Ahmad Musthofa al-Maraghi, Op. Cit., halaman 440.
[3] Ibid, halaman 441-442.
[4] Riwayat-riwayat mengenai asbab an-nuzul surat Al-Kautsar di sini untuk selengkapnya dan lebih jelasnya, lihat Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakart as-Suyuthi, Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul, diterjemahkan oleh A. Mustafa (Semarang: Asy-Syifa’, 1993), halaman 618-620.
[5] Muhammad Abduh, Tafsir Al-Qur’an al-Karim (Juz Amma), diterjemahkan oleh Muhammad Bagir (Bandung: Mizan, 1999), halaman 337-338.