Pandangan Para Mufassir tentang Ibadah Qurban dalam Surat Al-Kautsar

Dalam Al-Qur’an kata “inhar” hanya terdapat dan ditunjukkan dalam satu ayat saja, yakni surat Al-Kautsar ayat 2 .[1] Dengan demikian kata “inhar” maupun bentuk-bentuknya yang lain tidak ditemukan dalam Al-Qur’an kecuali pada surat ini saja sehingga tidak dapat merujuk untuk menemukan dalam konteks-konteks apa saja Al-Qur’an menggunakannya.[2]

Kata “inhar” berakar dari kata “nahara”, “yanharu”, “nahran”        yang berarti ”menyembelih binatang”.[3] Kata an-nahr (              ) memiliki arti “dada”[4], “bagian leher sebelah ke bawah” atau “sebelah atas dada”[5], dan “tempat kalung dari dada”.[6]

Seperti yang telah diuraikan di atas, Al-Qur’an surat Al-Kautsar menjelaskan tentang pemberian anugerah dan karunia Allah SWT. yang tidak terhitung jenis dan kuantitasnya kepada Nabi Muhammad saw., yakni pemberian Al-Kautsar[7]. Dengan pemberian ini, Allah SWT. menyuruh beliau dan umat Islam untuk mensyukurinya dengan melaksanakan shalat dan ibadah qurban dengan ikhlas. Perintah melaksanakan ibadah qurban ditunjukan dalam surat Al-Kautsar ayat 2.

Dalam ayat ini, dalam salah satu perintahnya Allah SWT. menyuruh Nabi Muhammad saw. dan umatnya untuk melaksanakan ibadah qurban sebagai ungkapan rasa syukur kepada-Nya.[8] Perintah ini ditunjukkan dalam penghujung ayat, yakni kata “inhar” (                   ).

Adapun pendangan dari para Mufassir dalam menafsirkan kata “inhar” dalam surat Al-Kautsar ayat 2 yang adalah sebagai berikut:

a.         Muhammad Nawawi al-Bantani berpendapat bahwa:
(                                                 ) yang berarti “hadapkanlah dadamu ke kiblat”.[9]

b.        Ahmad Musthofa al-Maraghi dalam Tafsir al-Maraghi berpendapat:

“Dan sembelihlah hewan qurbanmu itu juga lkhlas karena Allah. Allah-lah yang sebenarnya memelihara dirimu. Dan Allah-lah yang telah menganugerahkan nikmat-nikmat kepadamu yang tak terhitung banyaknya dan belum pernah dianugerahkan kepada selain kamu.”[10]
 
c.         Menurut Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir: [11]
“Dan sembelihlah hewan qurban, yakni hewan yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan hewan yang disembelih sebagai ibadah bagi kamu, yakni al-hadyu (kambing atau unta yang dihidangkan pada bulan-bulan haram) dan lain sebagainya dari hewan-hewan sembelihan karena Allah Ta’ala dan (menyebut) atas hanya nama Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Maka sesungguhnya Allah-lah, Dzat yang menjagamu dengan pendidikan dan menyenangkanmu dengan limpahan nikmat-nikmat-Nya, bukan selain Dia.”

d.        Menurut Muhammad Ali as-Shobuni:
[12]
“Dan sembelihlah binatang unta yang merupakan harta pilihan bangsa Arab sebagai ungkapan syukur atas nikmat yang telah Allah anugrahkan kepadamu dari kebaikan-kebaikan dan kemuliaan-kemuliaan.”
e.         Abi al-Fida’ Ibnu Katsir ad-Damasyqi berpendapat:
[13]
“Pendapat yang sahih (tentang makna kata “inhar”) ialah bahwa sesungguhnya yang dimaksud dengan kata “an-nahr” (           ) adalah menyembelih hewan-hewan kurban untuk beribadah kepada Allah.
f.         Muhammad ar-Razy Fahruddin Ibnu Umar berpendapat bahwa:
[14]
“Dan yang dimaksud dengan kata “inhar” ialah bersedekah dengan memberikan daging qurban.”
g.        Abu Hayyan, seperti yang dikutip Prof. Dr. Quraish Shihab, M.A., mengemukakan:
“Kata “inhar” yang dipahami sebagai “penyembelihan binatang” dalam konteks kelahiran anak, maka penyembelihan tersebut adalah sebagai aqiqah.”[15]
h.        Prof. Dr. M. Quraisy Shihab, M.A. berpendapat:
“.. Secara umum kita dapat mengatakan bahwa kata “an-nahr”    (        ) digunakan secara populer dalam arti menyembelih binatang ternak sebagai syi’ar agama. Hari raya Idul Adh-ha juga dinamai Id An-Nahr (                   ) karena kita dianjurkan untuk menyembelih binatang sebagai kurban. Atas dasar itu, penulis (Quraisy Shihab) cenderung memahami kata tersebut dalam arti menyembelih binatang, baik dalam konteks Idul Adh-ha maupun aqiqah.[16]
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa makna yang dikandung dalam kata (                ) pada Al-Qur’an surat Al-Kautsar ayat 2 ialah Allah SWT. memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. dan umat Islam untuk senantiasa melaksanakan amal-amal ibadah dengan ikhlas. Ibadah ini merupakan ungkapan rasa syukur atas limpahan karunia dan anugerah yang telah diberikan oleh-Nya dan salah satu dari bentuk pelaksanaan ibadah tersebut adalah menyembelih binatang qurban sebagai syi’ar agama untuk disedekahkan kepada fakir miskin karena Allah SWT. Penyembelihan hewan qurban ini dapat dilaksanakan pada hari raya Idul Adh-ha dan hari ketujuh kelahiran anak (aqiqah).

[1] Muhammad Abdul Baqi’, Al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfadh Al-Qur’an Al-Karim (Bairut: Dar al-Fikr, t.th.), halaman 690.
[2] M. Quraish Shihab, Op. Cit., halaman 575.
[3] Mahmud Yunus, Op. Cit, halaman 443. Lihat juga Abdul Hamid Zahwan, Op. Cit., halaman 528.
[4] Jamaluddin Muhammad Ibnu Mundzir, Lisan al-Arab (Bairut: Dar ash-Shadr, 1990), halaman 195-196. Untuk lebih mengetahui tentang arti dari kata “nahara” dan dalam bentuk-bentuk yang lain, lihat juga Louis Ma’ruf, Op. Cit., halaman 794.
[5] Ibid.
[6] Ar-Raghib al-Isfahani, Mu’jam Mufradat Alfadz Al-Qur’an (Bairut: Dar al-Fikr, 1972), halaman 505.
[7] At-Thabathaba’i mengutip sedikitnya dua belas pendapat Ulama tentang Al-Kautsar, yakni kebaikan yang banyak, sungai di surga, telaga Nabi saw. di  syurga atau di padang Mahsyar, anak-anak (keturunan) Nabi, sahabat-sahabat dan pengikut Nabi sampai hari Kiamat, Ulama dari umatnya, Al-Qur’an dan keutamaan-keutamaannya yang banyak, kenabian (nubuwwah), tafsir Al-Qur’an dan keringanan syari’atnya, Islam, Tauhid, ilmu dan hikmah, beberapa keutamaan Nabi, tempat yang terpuji (maqam al-mahmudah), cahaya Nabi dan lain lain. Lihat, Muhammad Husein at-Thabathaba’i, Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an (Teheran: Mu’asasah Ismailliyyan, 1992), Juz X, halaman 370.
[8] Ada 3 (tiga) perintah Allah SWT. kepada Nabi Muhammad saw. yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar ayat 2, yaitu: tekun melaksanakan shalat, ikhlas dalam beribadah dan menyembelih binatang kurban. Lihat Wahbah az-Zuhaili, Op. Cit., halaman 429.
[9] Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi, Marah Labib Tafsir an-Nawawi (Semarang: Toha Putra, t.th.), Juz II, halaman 468.
[10] Ahmad Musthofa al-Maraghi, Op. Cit., halaman 444.
[11] Wahbah az-Zuhaili, Op. Cit., halaman 433.
[12] Muhammad Ali As-Shobuni, Shafwah at-Tafasir (Makkah: Dar ar-Rosyad, 1988), Juz III, halaman 611.
[13] Para Mufassir yang mengatakan bahwa kata “an-nahr” dalam surat Al-Kautsar ayat 2 maksudnya adalah menyembelih binatang kurban antara lain: Ibnu Abbas, Atho’, Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, Muhammad bin Ka’ab Al-Qardy, Adh-Dhahhak, Ar-Rabi’, Atho’ al-Kharastani, Al-Hakim, Said bin Abi Kholid. Lihat Abu al-Fida’ al-Hafidh Ibnu Katsir ad-Damsyiqy, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim (Bairut: Maktabah an-Nur al-Ilmiyah, 1992), Juz IV, halaman 563.
[14] Muhammad ar-Razy Fahruddin Ibnu Umar, Tafsir al-Fakhru ar-Razi (Bairut: Dar al-Fikr, t.th.), Juz XXXI, halaman 117.
[15] M. Quraish Shihab, Op. Cit., halaman 570. Pendapat tentang kata “inhar” sebagai penyembelihan binatang dalam konteks aqiqah merupakan salah satu alasan para Ulama yang menafsirkan Al-Kautsar dengan keturunan Nabi Muhammad saw., yakni anak cucu Fatimah Putri Rasulullah saw. Selain Abu Hayyan, Quraisy Shihab juga mengutip pendapat Al-Alusy. Untuk memperkuat pendapat ini Shihab juga mengutip dari Muhammad Abduh dan Al-Qasimy yang mengutip dari pendapat Ibnu Jinny. Untuk lebih lengkapnya, baca Ibid., halaman 569-572.
[16] Ibid..,halaman 575.