Cara Membuat Alokasi Waktu dalam Interaksi Belajar Mengajar

R.D. Conners mengindentifikasikan tugas mengajar guru yang bersifat suksesif menjadi tiga tahap. Tahap-tahap tersebut adalah tahap sebelum pengajaran (perencanaan), tahap pengajaran (pelaksanaan) dan tahap sesuadah pengajaran (evaluasi).[1]

Tahap sebelum pengajaran (perencanaan)

Pada hakekatnya bila suatu kegiatan direncakan lebih dahulu, maka tujuan dari kegiatan tersebut akan lebih terarah dan lebih berhasil. Itulah sebabnya guru harus memiliki kemampuan dalam merencanakan pengajaran. Seorang guru sebelum mengajar hendaknya merencanakan pengajaran, membuat persiapan pengajaran yang hendak diberikan.

Perencanaan itu dapat bermanfaat bagi guru sebagai kontrol terhadap diri sendiri agar dapat memperbaiki cara pengajarannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto, bahwa selain berguna sebagai alat kontrol, maka persiapan mengajar juga berguna sebagai pegangan bagi guru sendiri.[2]

Dalam tahap ini guru harus menyusun program tahunan pelaksanaan kuriklum, program semester atau catur wulan (cawu), program satuan pelajaran (satpel) dan program perencanaan pengajaran. Dalam merencanakan program-progam tersebut di atas perlu dipertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan :

1)   Bekal bawaan anak didik
Bekal bawaan anak didik sebagai bahan apersepsi anak didik perlu diperhatikan oleh guru. Guru menyadari bahwa setiap anak didik membawa bahan apersepsi yang berbeda-beda. Bahan-bahan yang dipersiapkan guru harus tidak jauh dari pengalaman dan pengetahuan yang anak didik punyai. Paling tidak masih berhubungan, sehingga anak didik mudah menyerap penjelasan guru di kelas.[3]

2)   Perumusan tujuan pembelajaran
Perumusan tujuan pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru tidak sembarangan, tetapi pada tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga ranah ini akan terlihat jika anak didik sudah mampu memproses dan menerapkan perolehannya ke dalam situasi lingkungan yang berbeda yaitu lingkungan kehidupan nyata.[4]

3)   Pemilihan metode
Metode adalah cara atau siasat yang dipergunakan dalam pengajaran. Banyak faktor yang perlu diketahui untuk mendapatkan pemilihan metode yang akurat. Seperti faktor guru sendiri, sifat bahan pelajaran, fasilitas, jumlah anak didik di kelas, tujuan dan sebagainya.[5]

Dasar pemilihan metode mengajar terdiri dari :
a)      Relevansi dengan tujuan.
b)      Relevansi dengan materi.
c)      Relevansi dengan kemampuan guru.
d)     Relevansi dengan keadaan siswa.
e)      Relevansi dengan perlengkapan atau fasilitas sekolah.[6]

4)   Pemilihan pengalaman-pengalaman belajar
Pengalaman belajar apa yang harus diberikan anak didik adalah suatu hal yang perlu mendapat perhatian guru. Guru tidak memberikan pengalaman yang negatif kepada anak. Karena semua itu akan berkesan di dalam jiwa anak didik.[7]

5)   Pemilihan bahan dan peralatan belajar
Bahan apa yang diterima oleh anak didik harus disesuaikan dengan tingkat penguasaannya, bukan memberikan bahan pelajaran yang sukar dicerna dan diterima anak didik. Bahan pelajaran yang akan dipilih guru biasanya berasal dari buku paket dan ditambah buku penunjang.[8]

Pemilihan alat bantu pengajaran harus disesuaikan dengan sifat bahan pelajaran dan tujuan pembelajaran.

6)   Mempertimbangkan jumlah dan karakteristik anak didik
Jumlah anak didik dan karakteristik anak didik yang berbeda-beda akan mempengaruhi dalam pengelolaan kelas, jadi guru harus dapat mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya.

7)   Mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia
Perbedaan jumlah jam pelajaran itu akan mempengaruhi pertimbangan guru terhadap pemakaian dan pembagian jam pertemuan kelas.[9]

8)   Mempertimbangkan pola pengelompokan
Dalam kegiatan interaksi belajar mengajar, tidak selamanya anak didik belajar sendiri-sendiri. Anak didik perlu juga dibagi ke dalam beberapa kelompok belajar. Pola pengelompokan sebaiknya mempertimbangkan perbedaan individu antara lain anak didik. Pertimbangan itu bisa atas dasar perbedaan biologis, intelektual atau psikologis.

9)   Mempertimbangkan prinsip-prinsip belajar
Belajar adalah berubah. Perubahan dalam belajar adalah disadari setelah berakhirnya kegiatan belajar. Agar perubahan itu tercapai, ada beberapa prinsip belajar yang harus diperhatikan yaitu prinsip motivasi, pemusatan perhatian, pengambilan pengertian yang pokok, pengulangan, kegunaan pemanfaatan hasil belajar atau pengalaman dan penghindaran dari segala gangguan dalam belajar.[10]

Tahap pengajaran (pelaksanaan)

Dalam tahap ini berlangsung interaksi antara guru dengan anak didik, anak didik dengan anak didik, anak didik dalam kelompok atau anak secara individual. Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan apa yang telah direncanakan, ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam tahap pengajaran ini, yaitu :

1)   Pengelolaan dan pengendalian kelas
Kelas yang kondusif adalah suasana kegiatan belajar mengajar yang sebagian besar jauh dari hambatan dan gangguan, baik yang bersumber dari anak didik maupun dari luar anak didik.

2)   Penyampaian informasi
Awal terjadinya komunikasi di kelas diawali dengan penyampaian informasi dari guru kepada anak didik, ini dapat diartikan dengan membuka pelajaran yaitu kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menumbuhkan kesiapan mental siswa dalam menerima pelajaran.

3)   Penggunaan tingkah laku verbal dan non verbal
Dalam menyampaikan bahan pelajaran anak didik sebaiknya guru tidak duduk berlama-lama di kursi. Sewaktu-waktu guru harus bergerak ke sisi kiri dan kanan dari tempat duduk anak didik, ke depan dan ke belakang, dan pada waktu yang tepat berhenti sebentar. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat konsentrasi anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan.

4)   Merangsang tanggapan balik dari anak didik
Indikator adanya tanggapan dari anak didik adalah ketika menyampaikan bahan pelajaran, ketika itu juga anak didik memberikan perhatian dan tanggapan atas tugas yang diberikan untuk dikerjakan dalam kelompok atau sendiri-sendiri.[11]

Banyak cara yang dapat dilakukan guru untuk mendapatkan tanggapan balik dari anak didik. Misalnya menerapkan ketrampilan bertanya dasar maupun berlanjut, menggunakan metode tanya jawab, dan sebagainya.

5)   Mempersiapkan prinsip-prinsip belajar
Dalam mengajar guru tidak terlalu dituntut memperhatikan gerak fisik anak didik, tetapi sangat diharapkan mempertimbangkan prinsip-prinsip belajar anak didik. Fenomena jiwa anak didiklah yang perlu guru perhatikan.

6)   Mendiagnosis kesulitan belajar
Dalam kegiatan interaksi belajar mengajar tidak selamanya mulus. Pasti terdapat anak didik yang mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran. Guru harus tanggap terhadap sikap anak didik dan cepat mengambil keputusan untuk mendiagnosis anak tersebut. Mencari faktor penyebab berat ringannya kesulitan belajar anak, kemudian mengidentifiaksi faktor utama dan faktor pendukung kesulitan belajar anak didik.

7)   Mempertimbangkan perbedaan individual
Dalam kelas dengan jumlah anak didik yang banyak cenderung heterogen. Hiterogenitas kelas seperti itu lebih  mudah menyulut konflik antar anak didik. Hal inilah yang harus dipertimbangkan oleh guru dalam melakukan interaksi belajar mengajar.

8)   Mengevaluasi kegiatan interaksi
Interaksi antara guru dan anak didik bervariasi, ada interaksi satu arah (guru ke anak didik), ada interaksi 2 arah (guru ke anak didik dan anak didik ke guru), ada interaksi banyak arah (guru ke anak didik, anak didik ke guru dan anak didik ke anak didik). Ketiga interaksi inilah yang dapat dijadikan bahan evaluasi.[12]

Tahap sesudah pengajaran (evaluasi)

Tahap ini merupakan kegiatan setelah pertemuan tatap muka dengan anak didik. Beberapa kegiatan guru setelah pengajaran.

1)   Menilai pekerjaan anak didik

Penilaian dalam proses belajar mengajar yang harus dilakukan oleh guru, salah satunya dengan melaksanakan tes tulisan, tes lisan atau tes perbuatan atau tindakan. Adapun secara rinci penilaian dalam proses belajar mengajar meliputi :

a)      Evaluasi formatif.
b)      Evaluasi sumatif.
c)      Pelaporan hasil evaluasi.
d)     Pelaksanaan program perbaikan dan pengayaan.[13]

2)   Menilai pengajaran guru
Penilaian ini diarahkan pada aspek antara lain : gaya mengajar, struktur penyampaian materi, penggunaan metode, ketepatan perumusan tujuan pembelajaran, ketepatan pemakaian alat dan alat bantu pengajaran.

3)   Membuat perencanaan untuk pertemuan berikutnya
Membuat perencanaan pengajaran tidak semua guru tetapi harus ada bahan pijakan yang dijadikan sebagai patokan. Bahan pijakan ini adalah hasil penilaian pekerjaan anak didik dan hasil penilaian pengajaran guru.[14]


[1]Ibid, hlm. 69.
[2]B. Suryosubroto, Op.cit, hlm. 28.
[3]Syaiful Bahri Djamarah, Op.cit., hlm. 70.
[4]Ibid.
[5]Ibid, hlm. 71.
[6]B. Suryosubroto, Op.cit, hlm. 34.
[7]Syaiful Bahri Djamaroh, Op.cit, hlm. 71.
[8]Ibid.
[9]Ibid, hlm. 72.
[10]Ibid. hlm. 73.
[11]Ibid.
[12]Ibid, hlm. 74-77.
[13]B. Suryosubroto, Op.cit, hlm. 53.
[14]Syaiful Bahri Djamarah, Op.cit, hlm. 78.