Dalam
perkawinan Islam mengatur kewajiban-kewajiban timbal balik antara suami sebagai
kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga. Apabila kedua belah pihak
telah menunaikan kewajibannya masing-masing.
Terpenuhinya
nafkah keluarga yang terdiri dari kebutuhan pakaian, makanan dan tempat tinggal
merupakan unsur penting dalam kehidupan suami istri. Sadar akan hal tersebut,
maka seorang suami yang bekerja dalam rangka memenuhi nafkah istri dan anak
mendapat perhatian istimewa dalam kacamata Islam.[1]
Memberi belanja (nafkah) hukumnya wajib menurut al Qur'an, sunnah dan ijma’.
Adapun
wajibnya menurut al Qur'an sebagai berikut :
وَعلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ
وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلاَّ وُسْعَهَا (البقرة:
233)
Artinya: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya”. (QS. Al Baqarah: 233)[2]
Rizki
yang dimaksud dalam ayat ini ialah makanan secukupnya. Pakaian ialah baju atau
penutup badan dan ma’ruf yaitu kebaikan sesuai dengan ketentuan agama, tidak
berlebihan dan tidak berkekurangan.
Ayat
di atas menunjukkan tanggung jawab seorang ayah untuk memberi nafkah terhadap
istri yang merawat anaknya serta memberi nafkah kepada keluarga yang menjadi
tanggungannya. Firman Allah SWT:
أَسْكِنُوهُنَّ
مِنْ حَيْثُ سَكَنتُم مِّن وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا
عَلَيْهِنَّ وَإِن كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ
حَمْلَهُنَّ (الطلاق: 6)[3]
Artinya: “Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana
kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq)
itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka
bersalin, (QS. At Thalaq: 6)
Firman
Allah SWT :
لَا
يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلَّا مَا آتَاهَا (الطلاق: 7)[4]
Artinya: “Allah tidak memikulkan beban kepadanya
seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya” (QS. At Thalaq: 7)
Adapun
wajibnya menurut sunnah sebagai berikut:
a. Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. sewaktu haji
Wada’ bersabda:
أن رسول الله
ص.م. قال فى حجة الوداع: فاتقوا الله فى النساء فانكم اخذتموهن بكلمة الله.
واستحللتم فروجهن بكلمة الله ولكم عليهن الا يؤطئن فرشكم احدا تكرهونه. فان فعلن
ذلك فاضربوهن ضربا غير مبرح، ولهن عليكم رزقهن وكسوتهن بالمعروف. (رواه مسلم)[5]
Artinya: “Bahwasanya Rasulullah Saw bersabda pada
waktu haji wada’: Hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah di dalam urusan
perempuan. Karena sesungguhnya kamu telah mengambil mereka dengan kalimat
Allah. Kamu telah menghalalkan kemaluan (kehormatan) mereka dengan kalimat
Allah. Wajib bagi mereka (istri-istri) untuk tidak memasukkan ke dalam rumahmu
orang yang tidak kamu sukai. Jika mereka melanggar yang tersebut pukullah
mereka, tetapi jangan sampai melukai. Mereka berhak mendapatkan belanja dari
kamu dan pakaian dengan cara yang ma’ruf. (HR. Muslim)
b. Bukhari dan Muslim meriwayatkan
عن عائشة أن
هند بنت عتبة قال يا رسول الله إن ابا سفيان رجل شحيح وليس يعطينى ما يكفينى وولدى
إلا ما اخذت منه وهو لا يعلم فقال خذى ما يكفيك وولدك بالمعروف.[6]
Artinya: Dari
Aisyah, ia berkata:
Sesungguhnya Hindun putri ‘Utbah pernah berkata; Wahai Rasulullah, sesungguhnya
Abu Sufyan adalah seorang lelaki yang sangat kikir. Dia memberi selalu tidak
mencukupi kebutuhanku dan anakku, kecuali kalau aku mengambil miliknya tanpa
sepengetahuannya. Beliau bersabda: “Ambillah sesuatu yang bisa mencukupi
kebutuhanmu dan anakmu dengan cara yang baik”.
Adapun
menurut ijma’ sebagai berikut: Para ahli ilmu
sepakat tentang kewajiban suami membelanjai istri-istrinya, bila sudah baligh,
kecuali kalau istri itu berbuat durhaka. Ibnul Mundzir dan lain-lainnya
berkata: Istri yang durhaka boleh dipukul sebagai pelajaran. Perempuan adalah
orang yang tertahan di tangan suaminya. Ia telah menahannya untuk bepergian dan
bekerja. Karena itu ia berkewajiban untuk memberikan belanja kepadanya.[7]
Dalam
pada itu semua ahli fiqih sependapat bahwa makanan, pakaian dan tempat tinggal
itu merupakan hak istri yang wajib dibayar oleh suaminya menurut yang patut dan
tidak seorangpun di antara mereka mengingkarinya.
Dari
ayat hadits dan ijma di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:
a. Suami wajib memberinya istrinya makanan, pakaian dan
tempat tinggal
b. Suami melaksanakan kewajiban itu sesuai dengan
kesanggupannya.
[1] Warno Hamid, Merajut
Perkawinan Harmonis, Surabaya:
Insan Cendikia, 1999, hlm. 82
[2] Departemen Agama, Al
Qur'an dan Terjemahnya, juz 1-30, Trikarya Surabaya: Mekar Surabaya, 2004,
hlm. 47
[3] Departemen Agama, Ibid, hlm. 817
[4] Departemen Agama, Ibid, hlm. 817-818
[5] K.H. Kahar Mansyhur, Bulughul
Maram, terj. Bulughul Maram, Karya Ibnu Hajar al Asqalani, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992, hlm. 143
[6] Ahmad Sunarto, dkk., Shahih
Bukhari, terj. Shahih Bukhari jilid VII karya Imam Abdullah Muhammad bin
Ismail, Semarang:
CV. Asy Syifa’, 1993, hlm. 263
[7] Drs. Moh. Thalib, Fikih
Sunnah, terj. Fiqh al Sunnah, karya Sayyid Sabiq, Bandung: PT al Ma’arif, 1997, hlm. 75