Agama Islam sangat menganjurkan bagi kaum muslimin yang mampu melangsungkan pernikahan. Namun demikian, bila terlihat dari segi kondisi orang yang melaksanakan serta tujuan melaksanakannya, maka melakukan pernikahan itu dapat dikenakan hukum wajib, sunnat, haram, makruh ataupun mubah.
Pada prinsipnya pernikahan itu hukumnya sunnat bagi orang yang memerlukan penyaluran biologis, sekalipun orang yang bersangkutan sibuk dengan urusan ibadanya. Hikmah yang terkandung dalam nikah adalah demi memelihara agama dan berlangsungnya keturunan.
1. Melakukan perkawinan yang hukumnya wajib.
Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk nikah dan dikawatirkan akan tergelincir kepada perbuatan zina seandainya tidak kawin, maka hukum melakukan pernikahan bagi orang tersebut adalah wajib.
Hal ini didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang terlarang. Jika penjagaan diri itu harus dengan melakukan pernikahan, sedang menjaga diri itu wajib, maka hukum melakukan perkawinan itupun wajib. Hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut merupakan hukum sarana, sama dengan hukum pokok yakni menjaga diri dari perbuatan maksiat.
2. Melakukan perkawinan yang hukumnya sunnat.
Bagi orang yang teklah mempunyai kemampuan dan kemauan untuk melagsungkan pernikahan, tetapi kalau tidak menikah tidak dikawatirkan akan berbuat zina, maka hukum melakukan pernikahan tersebut adalah sunnat.
3. Melakukan pernikahan yang hukumnya haram.
Pernikahan yang hukumnya haram adalah pernikahan yang dilakukan orang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kamampuan serta tanggung jawa untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga, sehingga apabila melagsungkan perkawinan akan terlantarlah dirinya dan istrinya, maka hukum pernikahan bagi orang tersebut adalah haram.
4. Melakukan pernikahan yang hukumnya makruh
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan dan juga kemampuan untuk menahan diri, sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina. Hanya saja orang tersebut tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban suami istri dengan baik
5. Melakukan pernikahan yang hukumnya mubah
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk mel;akukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak kawatir akan berbuat zina adan apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan istri. Pernikahan orang tersebut hanya didasarkan untuk memenuhi kesenagan bukan dengan tujuan menjaga keharmonisan, kehormatan agamanya dan membina keluarga sejahtera.
Hukum mubah ini juga ditujukan bagi orang yang antara pendorong dan pemhambatnya untuk kawin itu sama, sehingga menimbulkan keraguan orang yang akan melakukan nikah, seperti mempunyai keinginan tetapi belum mempunyai kamauan yang kaut.
Pada prinsipnya pernikahan itu hukumnya sunnat bagi orang yang memerlukan penyaluran biologis, sekalipun orang yang bersangkutan sibuk dengan urusan ibadanya. Hikmah yang terkandung dalam nikah adalah demi memelihara agama dan berlangsungnya keturunan.
1. Melakukan perkawinan yang hukumnya wajib.
Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk nikah dan dikawatirkan akan tergelincir kepada perbuatan zina seandainya tidak kawin, maka hukum melakukan pernikahan bagi orang tersebut adalah wajib.
Hal ini didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang terlarang. Jika penjagaan diri itu harus dengan melakukan pernikahan, sedang menjaga diri itu wajib, maka hukum melakukan perkawinan itupun wajib. Hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut merupakan hukum sarana, sama dengan hukum pokok yakni menjaga diri dari perbuatan maksiat.
2. Melakukan perkawinan yang hukumnya sunnat.
Bagi orang yang teklah mempunyai kemampuan dan kemauan untuk melagsungkan pernikahan, tetapi kalau tidak menikah tidak dikawatirkan akan berbuat zina, maka hukum melakukan pernikahan tersebut adalah sunnat.
3. Melakukan pernikahan yang hukumnya haram.
Pernikahan yang hukumnya haram adalah pernikahan yang dilakukan orang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kamampuan serta tanggung jawa untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga, sehingga apabila melagsungkan perkawinan akan terlantarlah dirinya dan istrinya, maka hukum pernikahan bagi orang tersebut adalah haram.
4. Melakukan pernikahan yang hukumnya makruh
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan dan juga kemampuan untuk menahan diri, sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina. Hanya saja orang tersebut tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban suami istri dengan baik
5. Melakukan pernikahan yang hukumnya mubah
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk mel;akukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak kawatir akan berbuat zina adan apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan istri. Pernikahan orang tersebut hanya didasarkan untuk memenuhi kesenagan bukan dengan tujuan menjaga keharmonisan, kehormatan agamanya dan membina keluarga sejahtera.
Hukum mubah ini juga ditujukan bagi orang yang antara pendorong dan pemhambatnya untuk kawin itu sama, sehingga menimbulkan keraguan orang yang akan melakukan nikah, seperti mempunyai keinginan tetapi belum mempunyai kamauan yang kaut.