Prinsip dan Asas Perkawinan Dalam Islam

Perkawinan adalah suatu akad suci yang mengandung serangkaian perjanjian diantara dua belah pihak yakni suami istri, kedamaian dan kebahagian suami istri sangat tergantung pada pemenuhan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian tersebut.

Agar suatu perkawinan dapat mencapai tujuan sebagaimana ditetapkan syari’at, yaitu kebahagian duniawi menuju kebahagian akhirat. Islam mengariskan beberapa yang harus dipedomi sebagai berikut :

a.       Prinsip kebebasan memilih jodoh
Memilih jodoh merupakan hak pilih yang bebas baagi laki-laki dan perempuan sepanjang tidak melanggar ketentuan yang digariskan syari’ah. Sebelum Islam anak perempuan sama sekali tidak mempunyai hak pilih, bahkan dirinya sepenuhnya  dimiliki oleh ayahnya atau wali. Ayah atau walinya dapat menentukan siapa saja yang akan menjadi jodohnya. Selain itu ada petunjuk praktis memilih jodoh. Seperti terbaca dalam Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah “ biasanya perempuan dinikahi karena hartanya, atau keturunannya, atau kecantikannya, atau karena agamannya, maka jatuhkanlah pilihanmu atas yang beragama, kalau tidak engkau akan sengsara”.[1]

b.       Prinsip Mawadah Warohmah ( cinta dan kasih sayang)
Mawadah secara bahasa bermakna cinta kasih, sedangkan rahma bermakna kasih sayang. Mawadah Warohmah terbentuk dari susunan hati yang ikhlas dan rela berkorban demi kebahagiaan pasangannnya. Suami istri sejak akad nikah hendaknya telah dipertautkan oleh ikatan mawadah dan rahmah sehingga keduanya tidak mudah goyah dalam mengarungi samudra perkawinan.

c.       Prinsip saling melengkapi
Prinsip ini ditentukan, antara lain pada ayat 187 surat Al Baqorah sebagai berikut :

هن لبا س لكم وانتم لبا س لهن (البقره:187)

Artinya “Istri-istri kamu (para suami) adalah pakaian untuk kamu dan kamu adalah pakaian untuk mereka” (Q.S. Al- Baqarah : 187).[2]

Firman Allah diatas mengisyaratkan bahwa sebagai mahkluk, laki-laki dan perempuan masing-masing memiliki kelemahan dan keunggulan tidak ada pasti membutuhkan masing-masing harus dapat berfungsi memenuhi kebutuhan pasangannya ibarat pakaian menutupi tubuh.

d.      Prinsip Mu’asyarah bil ma’ruf (memperlakukan istri dengan baik)
Prinsip ini jelas sekali dikemukakan pada ayat 19 surat An Nisa’ berbunyi sebagai berikut :

وعا شروهن بالمعروف…(انساء :19)

Artinya “pergaulilah istri-istrimu dengan sopan” (Q.S. An Nissa’ :19)

Kebahagian dan kesejahteraan rumah tangga terletak pada kesucian, kesetiaan, kesabaran, pengorbanan dan kepedulian kedua belah pihak yaitu suami istri, sedangkan semua ini dimungkinkan dalam perkawinan poligami.[3]

Dan juga didalam undang-undang Perkawinan No.1 tahun 1974 dijelaskan tentang prinsip-prinsip dan asas-asa perkawina. Ada enam asas yang prinsipil dalam undang-undang perkawinan antara lain yaitu :
  • Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiaanya membantu dan mencapai kesejah teraan material dan spiritual.
  • Dalam undang-undang ini ditegaskan bahwa suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan per-undang-undangan yang berlaku.
  • Undang-undang ini menganut asas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkan seseorang suami dapat beristri lebih dari satu.
  • Undang-undang ini menganut prinsip bahwa calon suami istri harus masuk jiwa raganya untuk dapat meklangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berfikir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat.
  • Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera, maka undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersulit terjadinya perceraian.
  • Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan mesyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami istri.
Asas-asas tersebut diatas sejalan dengan ketentuan atau informasi nash, baik dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah.

__________
[1] Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, Diterbitkan atas kerjasama Lembaga Kajian Agama dan Gender, Jakarta Pusat, 199, hal. 11.
[2]  Ibid, hal. 45
[3]  Musda Mulia, Op. Cit, hal 15