The soul adalah realitas ke tiga dalam filsafat Plotinus. Sebagai arsitek semua fenomena yang ada di alam ini, soul itu mengandung satu jiwa dunia dan banyak dunia kecil. Jiwa dunia dapat dilihat dalam dua aspek, ia adalah energi dan di belakang dunia, dan pada waktu yang sama ia adalah bentuk-bentuk alam semesta. Jiwa manusia juga mempunyai dua aspek: yang pertama intelek yang tunduk pada reingkarnasi, dan yang kedua adalah irrasional. Yang irrasional ini mungkin sama dengan moral pada Kant; yang intelek itu kelihatannya sama dengan akal logis.
Teori tentang tiga realitas ini mengingatkan kita pada teologi Trinitas yang dianut oleh Kristen, tampak sekali banyak persamaannya. Teologi Trinitas itu pada masa Plotinus memang sedang dalam proses pembentukannya, atau katakanlah sedang dalam perumusannya. Untuk melihat apakah benar ada persamaannya, marilah kita ikuti uraian selanjutnya.
Pusat doktrin tentang Tuhan dalam agama Kristen adalah bahwa Tuhan berada di dalam Tiga pribadi, yaitu Bapak, Anak dan Roh Kudus. Akan tetapi, pada waktu yang sama gereja Kristen menyatakan bahwa Tuhan itu Esa dalam substansinya; hal itu merupakan misteri yang berada di atas pemahaman akal logis manusia. orang Kristen menganggap Esa dalam tiga pribadi itu bukanlah suatu konsep yang berlawanan dengan akal logis, melainkan suatu konsep yang tidak dapat dipahami dengan akal logis. Tidak dapat dipahami, bukan berlawanan. Bahwa formula ini tanpaknya bukan berasal dari pengaruh filsafat Yunani karena terbentuknya formula ini (Tiga dalam Satu) lebih dulu terbentuk dibandingkan dengan kontak gereja dengan filsafat Yunani. Formula ini memang diambil dari ayat-ayat kitab suci Kristen. Pernyataan yang paling sederhana tentang Trinitas ialah ‘Tuhan adalah Tiga dalam Satu dan Satu dalam Tiga; Tuhan adalah Bapak, dan Bapak adalah Tuhan; Tuhan adalah Anak, dan Anak Adalah Tuhan; Tuhan adalah Roh Kudus, dan Roh Kudus adalah Tuhan.”
Kelihatan dengan jelas bahwa teori tiga realitas dari Plotinus banyak persamaannya dengan Trinitas Kristen tersebut.
Istilah Trinitas (dalam bahasa Latin Trias) mula-mula digunakan oleh Teopilus dari Antakya (180 M). Perkembangan istilah itu secara sempurna terjadi di dalam filsafat skolastik abad pertengahan tatkala masalah ini dibahas secara filsafat dan psikologi. Sebenarnya pernyataan resmi tentang istilah ini dikeluarkan dalam pertemuan Konstantinopel pada tahun 382. Pada mulanya teologi Kristen tidak serumit itu. Orang Kristen dengan sungguh-sungguh menunggu kedatangan Yesus Kristus yang di yakini sebagai juru selamat. Akan tetapi , karena berbagai sebab, formula itu perlu dirumuskan, dan perumusan itu tidak sekali jadi, tetapi berangsur-angsur.
Clement adalah salah seorang tokoh yang telah ikut mengembangkan teologi Kristen. Ia berpendapat bahwa Tuhan itu transendens, Tuhan berada di luar ruang dan waktu. Menurut pendapatnya, hubungan antara manusia dan Tuhan dilakukan melalui logos. Melalui logos itulah Tuhan memperlihatkan kuasanya, menciptakan alam semesta. Dan melalui logos itu pula manusia dapat memahami Tuhan. oleh Clement, logos dijadikan sebagai jembatan antara dunia materi dengan dunia spirit.
Sekarang tibalah kita pada seorang tokoh penting abad pertengahan, yaitu Augustinus yang lahir pada tahun 354 M di Tagasta. Pengganti akal dan pemikiran kritis diletakkannya keyakinan; potensi manusia digantinya dengan kuasa Allah. Dalam seluruh filsafatnya kita temukan pendapatnya bahwa tidak ada realitas yang terpisah dari Tuhan. Di dalam hal pengetahuan ia mengajarkan bahwa teori kemungkinan itu tidak mungkin. Kita tidak perlu dipimpin oleh pemikiran bahwa ukuran kebenaran itu relatif. Jadi, kalau probabilitas itu ada, maka kebenaran tidak akan ada. Ada dua cara memahami kebenaran yang abadi. Pertama, melalui studi tentang sesuatu di luar kita. Dari situ kita akan menemukan kebesaran Tuhan. Kedua, melalui perenungan. Dengan ini kita dapat memahami bahwa kekuatan ilahiyah itu ada di dalam kita. Puncak filsafat Augustinus terletak pada teorinya tentang moral.
Moral manusia berpuncak pada dosa Adam, yaitu dosa warisan, yang menurutnya telah mempengaruhi seluruh manusia. Tadinya jasmani dan jiwa itu baik. Karena kesombongan ia terjatuh dari keadaan tidak berdosa itu. Dosa Adam itu diekspresikan berupa nafsu 53k5ualit4spada manusia. Karenanya, kita mesti waspada terhadap perangkap materi. Padanya kehidupan asketik adalah terbaik, dan kehidupan membujang (celibat) merupakan bentuk kehidupan yang paling sempurna.
Terhadap bidang sains ia hampir-hampir tidak tertarik sama sekali. Bahkan ia berpendapat bahwa mempelajari hukum-hukum alam merupakan pemborosan waktu. Dengan kepercayaan yang penuh pada Bibel tentang teori penciptaan, ia menolak teori Heliosentris; ia berpendapat bahwa bumi ini adalah pusat jagat raya.
Teori tentang tiga realitas ini mengingatkan kita pada teologi Trinitas yang dianut oleh Kristen, tampak sekali banyak persamaannya. Teologi Trinitas itu pada masa Plotinus memang sedang dalam proses pembentukannya, atau katakanlah sedang dalam perumusannya. Untuk melihat apakah benar ada persamaannya, marilah kita ikuti uraian selanjutnya.
Pusat doktrin tentang Tuhan dalam agama Kristen adalah bahwa Tuhan berada di dalam Tiga pribadi, yaitu Bapak, Anak dan Roh Kudus. Akan tetapi, pada waktu yang sama gereja Kristen menyatakan bahwa Tuhan itu Esa dalam substansinya; hal itu merupakan misteri yang berada di atas pemahaman akal logis manusia. orang Kristen menganggap Esa dalam tiga pribadi itu bukanlah suatu konsep yang berlawanan dengan akal logis, melainkan suatu konsep yang tidak dapat dipahami dengan akal logis. Tidak dapat dipahami, bukan berlawanan. Bahwa formula ini tanpaknya bukan berasal dari pengaruh filsafat Yunani karena terbentuknya formula ini (Tiga dalam Satu) lebih dulu terbentuk dibandingkan dengan kontak gereja dengan filsafat Yunani. Formula ini memang diambil dari ayat-ayat kitab suci Kristen. Pernyataan yang paling sederhana tentang Trinitas ialah ‘Tuhan adalah Tiga dalam Satu dan Satu dalam Tiga; Tuhan adalah Bapak, dan Bapak adalah Tuhan; Tuhan adalah Anak, dan Anak Adalah Tuhan; Tuhan adalah Roh Kudus, dan Roh Kudus adalah Tuhan.”
Kelihatan dengan jelas bahwa teori tiga realitas dari Plotinus banyak persamaannya dengan Trinitas Kristen tersebut.
Istilah Trinitas (dalam bahasa Latin Trias) mula-mula digunakan oleh Teopilus dari Antakya (180 M). Perkembangan istilah itu secara sempurna terjadi di dalam filsafat skolastik abad pertengahan tatkala masalah ini dibahas secara filsafat dan psikologi. Sebenarnya pernyataan resmi tentang istilah ini dikeluarkan dalam pertemuan Konstantinopel pada tahun 382. Pada mulanya teologi Kristen tidak serumit itu. Orang Kristen dengan sungguh-sungguh menunggu kedatangan Yesus Kristus yang di yakini sebagai juru selamat. Akan tetapi , karena berbagai sebab, formula itu perlu dirumuskan, dan perumusan itu tidak sekali jadi, tetapi berangsur-angsur.
Clement adalah salah seorang tokoh yang telah ikut mengembangkan teologi Kristen. Ia berpendapat bahwa Tuhan itu transendens, Tuhan berada di luar ruang dan waktu. Menurut pendapatnya, hubungan antara manusia dan Tuhan dilakukan melalui logos. Melalui logos itulah Tuhan memperlihatkan kuasanya, menciptakan alam semesta. Dan melalui logos itu pula manusia dapat memahami Tuhan. oleh Clement, logos dijadikan sebagai jembatan antara dunia materi dengan dunia spirit.
Sekarang tibalah kita pada seorang tokoh penting abad pertengahan, yaitu Augustinus yang lahir pada tahun 354 M di Tagasta. Pengganti akal dan pemikiran kritis diletakkannya keyakinan; potensi manusia digantinya dengan kuasa Allah. Dalam seluruh filsafatnya kita temukan pendapatnya bahwa tidak ada realitas yang terpisah dari Tuhan. Di dalam hal pengetahuan ia mengajarkan bahwa teori kemungkinan itu tidak mungkin. Kita tidak perlu dipimpin oleh pemikiran bahwa ukuran kebenaran itu relatif. Jadi, kalau probabilitas itu ada, maka kebenaran tidak akan ada. Ada dua cara memahami kebenaran yang abadi. Pertama, melalui studi tentang sesuatu di luar kita. Dari situ kita akan menemukan kebesaran Tuhan. Kedua, melalui perenungan. Dengan ini kita dapat memahami bahwa kekuatan ilahiyah itu ada di dalam kita. Puncak filsafat Augustinus terletak pada teorinya tentang moral.
Moral manusia berpuncak pada dosa Adam, yaitu dosa warisan, yang menurutnya telah mempengaruhi seluruh manusia. Tadinya jasmani dan jiwa itu baik. Karena kesombongan ia terjatuh dari keadaan tidak berdosa itu. Dosa Adam itu diekspresikan berupa nafsu 53k5ualit4spada manusia. Karenanya, kita mesti waspada terhadap perangkap materi. Padanya kehidupan asketik adalah terbaik, dan kehidupan membujang (celibat) merupakan bentuk kehidupan yang paling sempurna.
Terhadap bidang sains ia hampir-hampir tidak tertarik sama sekali. Bahkan ia berpendapat bahwa mempelajari hukum-hukum alam merupakan pemborosan waktu. Dengan kepercayaan yang penuh pada Bibel tentang teori penciptaan, ia menolak teori Heliosentris; ia berpendapat bahwa bumi ini adalah pusat jagat raya.