Siswa di dalam mempersiapkan sesuatu itu adalah
berbeda-beda, ada yang positif dan ada yang negatif. Pendidikan ditinjau dari
psikologi (kejiwaan kemasyarakatan) adalah upaya penumbuh kembangkan sumber
daya manusia melalui proses hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi)
yang berlangsung dalam lingkungan masyarakat yang terorganisasi dalam hal ini
masyarakat pendidikan dan keluarga. Sedangkan di dalam merespon pelajaran di
kelas. Misalnya, siswa bergantung pada persepsinya pada guru pengajar dan
teman-teman di kelasnya. Positif atau negatifnya persepsi siswa terhadap guru
dan teman-temannya itu sangat mempengaruhi kualitas hubungan sosial para siswa
dengan lingkungan kelasnya dan bahkan mungkin dengan lingkungan sekolahnya.[1]
Pendidikan agama bukanlah sekedar pengetahuan agama
dan melatih anak trampil dalam melaksanakan ibadah, akan tetapi pendidikan
agama jauh lebih luas dari pada itu. Pertama-tama bertujuan untuk membentuk
kepribadian anak sesuai dengan ajaran agama. Pembinaan sikap mental dan akhlak,
jauh lebih penting dari pada pandai menghafal dalil-dalil dan hukum-hukum agama
yang tidak diresapi dan dihayatinya dalam hidup.
Seorang siswa yang mempunyai persepsi bahwa
pendidikan agama Islam yang mereka dapat di sekolah hanya sebagai pelajaran,
dimana pelajaran itu harus diingat ketika akan menghadapi ulangan atau test.
Maka pendidikan tersebut sedikit sekali pengaruhnya bahkan tidak mempengaruhi
tingkah laku (akhlak) siswa, artinya bagi siswa yang tidak mempunyai bekal
pengetahuan agama dalam pribadinya di dalam keluarga, jika lingkungan atau
teman-temannya tidak baik, maka dia cenderung terpengaruh dan akhlaknya juga
tidak baik.