APLIKASI TEORI THORNDIKE DALAM BELAJAR AL- QUR’AN

1.   Law of Readiness
Hukum ini dapat diopahami sebagai persiapan individu untuk bertindak.[1]) Dalam belajar al-Qur’an dapat diilustrasikan ketika seorang santri yang merasa senang untuk mendapatkan manfaat dari membaca al-Qur’an di depan gurunya dengan keadaan khusuk dan penuh semangat.

2.   Law of Exercise
Seperti telah dikatakan diatas bahwa hukum ini mengandung dua hal yaitu law of use dan law of disuse. Aplikasi dari law of use dapat diperhatikan pada proses individu yang berlajar membaca al- Qur’an secara lancar. Pada kondisi awal mungkin dia adalah dalam kategori pembaca lamban (tidak lancar) namun kondisi ini bisa berubah dengan menambah frekwensi membaca dari yang semula dua hari membaca sekali menjadi dua kali dalam sehari. Sedang dalam law of diuse yang terjadi sebaliknya yaitu pengurangan jumlah frekwensi membaca.

3.   Law of Effect
Contoh hukum ini, yaitu seorang guru di TPQ memberikan nilai 90 kepada muridnya dikarenakan ketekunan dalam belajar dan kepatuhan mengerjakan tugas-tugas. Dalam kasus ini tugas-tugas dari guru adalah stimulus dan nilai 90 adalah penguat yang menimbulkan kepuasan dalam diri murid. Sesuatu yang menimbulkan kepuasan biasanya di pertahankan,

Sedangkan dalam proses pemberian hukuman misalnya murid disuruh membersihkan ruang kelas karena seringnya tugas dari  guru  yang tidak dilaksanakan. Contoh ini menggambarkan bahwa tugas dari guru adalah stimulus, ketidakpatuhan murid adlah respon dan membersihkan ruang kelas adalah koneksinya yang menimbulkan ketidakpuasan dalam diri murid. Sesuatu yang menimbulkan ketidakpuasaan biasanya cenderung untuk tidak diulang.

4.   Hukum-hukum minor
a.     Law of multiple response
Dalam bukunya Margaret E. Bell Gedler, yang diterjemahkan oleh Munandir, Thorndike  mendiskripsikan bahwa berbagai respons mula-mula sering terjadi pada stimulus-stimulus. [2])

Menurut penulis hal ini dapat dijelaskan pada pelafalan bunnyi makhroj huruf hijaiyah.Untuk melafalkan bunyi huruf “sin”  dan “tsa” mula-mula murid belum bisa membedakannya, sehingga guru menyalahkan dan menerangkan bahwa kedua huruf tersebut mempunyai makhroj yang berbeda. Pada latihan kedua mungkin dia masih terpengaruh dengan lafal huruf “sin” karena kemudahan dalam mengucapkan, numun kegagalan ini akan dapat teratasi ketika murid berlatih terus dengan cara penempatan lesan secara bervariasi.

b.     Law of attitude

Dalam hukum ini juga dideskripsikan oleh Thorndike bahwa law of attitude menunjukkan keadan siswa yang mempengaruhi belajar, termasuk sikap yang mantap dan faktor-faktor situasi yang sementara sifatnya.[3]) Menurut hemat penulis hukum minor kedua ini dapat dihubungkan dengan sikap yang tenang dan penuh perhatian ketika seorang murid tadarus dalam suatu majelis. Kondisi ini memungkinkan hasil yanmg diperoleh dalam belajar al Qur’an tersebut akan membawa keberhasilan berupa bacaan yang lebih baik dibandingkan ketika ia membaca dengan tergesa-gesa.

c.     Law of partial activity ( law of prepotency element )

Kecenderungan untuk merespon terhadap respon atau hal-hal tertentu dari situasi stimulus merupakan diskripsi-diskripsi dari hukum law of partial  activity.[4])

Keadaan tersebut dapat dicontohkan oleh seseorang yang membaca al Qur’an dengan memilih waktu yang cocok baginya, Misalkan saja ia memilih waktu setelah istirahat karena ia telah melakuakan pekerjaan. Hal tersebut dipertimbangkannya sebab berpengaruh terhadap kualitas bacaan yang diharapkan.

d.   Law of response by analogy
Secara sederhana dapat digambarkan oleh Thorndike bahwa law of response by analogy berarti kecenderunganm    situasi B untuk sebagian menimulkan respon sama seperti situasi A.[5])

Ilustrasi dari hukum ini sebagaimana murid yang telah diajarkan ikhfa’ dalam ilmu tajwid. Mula-mula murid ersebut elah mampumemahami dan memperatekkan dalam lafal         , dimana ada nun berharokat tanwin bertemu dengan huruf ta’ dibaca samar. Demikian ini akan dilakaukan oleh murid dalam kalimat yang sama bila ia temui lagi pada ayat atau surat berikutnya.

e.   Law of association shufting
Pada hukum minor yang terakhir ini, Thorndike mendiskripsikan dengan keadaan yang secara berturutan mengganti stimulus sampai responsnya terikat oleh stimulus yang baru.[6])

Aplikasi hukum ini menurut penulis, misalnya untuk melatih anak untuk melatih makhroj harus dengan menjelaskan disertai dengan memberi contoh-contoh dari tiap tiap huruf. Untuk selanjutnya anak dikenalkan keadaan makhroj huruf tersebut dalam suatu ayat. Demikian dapat terjadi agi dengan koreksi dari gru sehingga ahirnya ia dapat melafalkan sendiri huruf hijaiyah dalam ayat-ayat al Qur’an sesuai dengan mahrojnya.

[2]Munandir, Belajar dan Membelajarkan, Terj. Margaret E. Ball, Cet. I, Rajawali, Jakarta, 1991, hlm. 53.