Imam an-Nawawi mengistilahkan niat sebagai tujuan yang
utama dalam belajar al-Qur'an. Niat belajar dan mengajar al-Qur'an adalah untuk
mencari keridhaan Allah Swt. Sebagaimana diperintahkan Allah Swt lewat
firman-Nya:
Artinya : “Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah
dengan mengikhlaskan agama pada-Nya secara lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat, membayar zakat, itulah (pengamalan) agama yang lurus” (QS.
al-Qur'an-Bayyinah [98]: 5).
Di dalam Shahihnya (dua kitab shahih) diberitakan
bahwa Rasulullah Saw, bersabda:
Artinya : ”Sesungguhnya (sempurna dan sahnya) ibadah
itu ditentukan oleh niat. Dan bagi setiap orang itu yang berlaku adalah apa
yang diniatkanya”. [1])
Niat yang ikhlas diantaranya ditunjukkan dengan adanya
sikap menghindari untuk mencari keuntungan dunia. Menurut an-Nawawi seorang pengajar al-Qur'an tidak boleh
mempunyai maksud mendapat keuntungan duniawi dari pengajaranya, baik harta,
kekayaan, kedudukan, martabat, popularitas, untuk membanggakan diri atas orang
lain. Dia juga tidak boleh bermaksud mendapat pujian orang, menarik perhatian
manusia atau tujuan-tujuan tidak terpuji lainya. Demikian pula hadiah dari
seseorang tidak boleh diterima. [2])
An-Nawawi juga
menyebutkan beberapa pendapat yang mengutamakan niat yang ikhlas sebagai kunci
ibadah kepada Allah. Diantaranya adalah pendapat Al-Ustadz Abu Al-Qasim
Al-Qusyairi dan Dzu Al-Nun.
Menurut al-Qusyairy bahwa ikhlas adalah sengaja taat
hanya untuk taat kepada Allah yang Maha benar. Yakni melakukan taat untuk
mendekatkan diri kepada Allah swt, tanpa ada tujuan lain, baik berpura-pura
pada seseorang , mencari pujian pada seseorang, mencari pujian manusia, atau
tujuan yang bukan mencari keridlaan Allah swt. Ikhlas dapat juga diartikan
sebuah upaya membersihkan amal perbuatan dari perhatian manusia atau makhluk.
Sedangkan menurut Dzu al-Nun ada tiga tanda ikhlas:
(1) samanya pujian dan celaan dari manusia umum, (2) lupa melihat perbuatan
dalam segala amalnya, dan (3) mengharapkan pahala amalnya hanya di akhirat. [3])