Dakwah Islam dan Bimbingan Konseling Keluarga Islam

Kehadiran Islam dibawa oleh nabi Muhammad SAW yang diutus oleh Allah SWT untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam merupakan agama yang mementingkan suatu kedamaian dan ketentraman.  Di samping itu Rasulullah  SAW juga diutus untuk menyempurnakan akhlak seluruh manusia, sebagaimana sabdanya :
انما بعثت لاتمم صالح الاخلاق {رواه احمد والحكم والبيهقى}

[1]

Artinya : “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”

Berdasarkan hadis di atas, dapat dikatakan bahwa Nabi Muhammad merupakan konselor besar di tengah-tengah keluarganya, sahabatnya dan seluruh umat sepanjang zaman.

Atas dasar pemikiran di atas, agama adalah merupakan sumber yang dapat memecahkan masalah (problem) seseorang melalui potensi keimanannya. Dengan menggunakan pendekatan keagamaan dalam bimbingan konseling tersebut, klien dapat diberi insight   (kesadaran terhadap adanya hubungan sebab akibat dalam rangkaian problem-problem yang dialaminya)  dalam pribadinya dihubungkan dengan nilai keimanannya yang mungkin pada saat itu sudah lenyap dari dalam jiwa klien.[2] Melalui keimanannya itu diharapkan dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapai oleh klien. Sebab semakin kuat iman seseorang akan semakin memberikan peluang menemukan jalan keluar  yang terbaik baginya.

Seperti diterangkan di atas, bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan konselor besar yang dapat menyejukkan hati, begitu pula ulama’ dan da’i. Sebagaimana dikatakan H.M Arifin , bahwa ulama’ dan da’i dapat dikatakan sebagai seorang pembimbing atau peyuluh (Counselor)  agama yang tugasnya sebagai juru penerang, memberi petunjuk kejalan kebenaran juga sebagai juru pengingat (muzakkir), juru penghibur (Mubassyir) hati yang duka, dan juga sebagai mubaligh (penyampai pesan-pesan agama) yang perilaku sehari-harinya sebagai uswatun hasanah (contoh teladan yang baik) di tengah umatnya.[3] Bahwa demikian seorang ulama’ atau da’i dapat dikatakan sebagai pembimbing atau konselor agama yang secara derektif (terarah) di samping memberikan terapi juga dapat menyampaikan pesan-pesan agama sebagai tugas dakwah Islam.

Da’i atau Ulama’ dikatakan sebagai konselor, karena tugas dan fungsinya bagi umat manusia adalah sebagai penolong, pemberi petunjuk, juru pengingat, juru penghibur dan penyampai pesan serta sebagai uswatun khasanah. Dari fungsi Ulama’ dan Da’i tersebut, tentunya mereka dituntut memiliki intelektual yang tinggi supaya tujuannya tercapai, bahkan bukan hanya itu saja, konselor agama (Ulama’ dan Da’i) justru menuntut persyaratan lebih berat, yakni kemampuan spiritualnya menjadi sumber aktivitasnya dalam konseling, sedangkan konselor lain tidak. Lebih dari itu, konselor agama lebih berakar (dekat) dalam hati masyarakat bukan karena  kekuatan ilmiahnya melainkan kekuatan spiritualnya. Jadi apabila, seorang konselor ingin lebih efektif, maka terlebih dahulu ia menjadi Ulama’ atau Da’i.[4]

Dakwah Islam yang menggunakan media bimbingan dan konseling dirasa sangat tepat, karena antara konselor agama dengan klien dapat bertemu dan bertukar pikiran secara langsung. Hal ini akan memberikan dampak positif  bagi klien, karena dapat mengungkapkan segala masalah yang dihadapinya.

Namun perlu kita ingat, perkembangan bimbingan konseling agama sangat pesat, tidak hanya terbatas pada persoalan agama saja, akan tetapi hampir seluruh permasalahan yang ada pada diri manusia, bimbingan konseling dapat digunakan sebagai metode untuk menyelesaikannya, tidak terkecuali permasalahan hidup berumah tangga, maka bimbingan konseling pun juga dapat dijadikan sebagai media penyelesaian, yakni dikenal dengan bimbingan dan konseling keluarga.

Lahirnya konseling keluarga adalah untuk mengatasi problem keluarga yang ditimbulkan dari perubahan sosio-kultural, seperti kehidupan keluarga yang damai, tenteram beralih kepada kehidupan yang serba gelisah, cemas, penuh persaingan, materialistis, dan egoistis.[5]  Sehingga kebutuhan akan bimbingan dan konseling terhadap keluarga mutlak diperlukan, dengan tujuan mengarahkan keluarga dalam mencegah problem-problem yang akan muncul dalam keluarga dan juga membantu memecahkan problem-problem yang muncul dalam keluarga agar mencapai kebahagiaan hidup.[6]

Dalam perkembangan selanjutnya, lahirlah wacana tentang bimbingan dan konseling keluarga Islami yang di rasa amat perlu bagi masyarakat Indonesia, karena mayoritas penduduknya pemeluk agama Islam. Lebih dari itu, perkembangan zaman sekarang ini mengakibatkan bobroknya akhlak bangsa Indonsia, hal ini adalah bermula pada keluarga, sehingga hal ini sangat perlu adanya pemecahannya.

Bimbingan  dan  konseling keluarga Islami bertujuan untuk : pertama, membantu   individu   dalam  mencegah  timbulnya  problem  yang  berkaitan

dengan kehidupan berumah tangga (preventiv), kedua, membantu individu dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan berumah tangga (curative), ketiga, individu dalam memelihara situasi dan kondisi rumah tangga agar tetap baik dan mengembangkan agar jauh lebih baik (development).[7]

Tujuan dari bimbingan dan konseling Islami di atas ada relevansinya dengan usaha-usaha yang ingin dicapai dalam proses berdakwah, hanya saja, bimbingan dan konseling keluarga Islami ini hanya terbatas pada masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan berumah tangga. Akan tetapi, perlu diingat permasalahan keluarga dewasa ini begitu kompleks, di antara salah satunya adalah orang tua kurang mengerti dan memahami tentang tugas dan kewajibanya dalam pembinaan akhlak anak. Dalam hal ini seorang konselor ataupun da’i harus memberikan solusi yang terbaik untuk klien atau mad’u, sehingga diperlukan pengusaan ilmu pengetahuan (professional) bagi seorang Da’i ataupun konselor.

Sebagai langkah awal dalam melaksanakan proses dakwah maupun bimbingan dan konseling keluarga Islami, konselor atau da’i harus memahami ayat Allah dalam al-Qur’an surat At-Tahrim ayat : 6 sebagai berikut :

ياايهاالذين أمنواقواأنفسكم واهليكم نارا...{التحريم : 6}

Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”.(Q.S. At-Tahrim :6)[8]

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa kewajiban seorang yang beriman adalah mengajak/dakwah kepada diri sendiri kemuadian baru kepada orang lain yaitu keluarga. Apabila seorang da’i atau konselor benar-benar memahami dan menjalani esensi ayat di atas, maka diharapkan seorang da’i atau konselor mampu menjadi tauladan yang baik bagi klien atau mad’unya.

Di sinilah esensi bimbingan dan konseling keluarga Islami yang terdapat dalam dakwah Islam. Jadi konselor tatkala membimbing klien atas dasar ajaran-ajaran Islam, maka konselor tersebut sama artinya menjalankan proses dakwah kepada orang lain. Dari uraian di atas antara dakwah Islam dengan bimbingan dan konseling keluarga Islami memiliki arah dan tujuan yang sesuai. Dengan demikian bimbingan dan konseling keluarga Islami berkaitan erat dengan dakwah Islam itu sendiri, keduanya dapat saling mengisi dan melengkapi.

Daftar Pustaka
[1] Muhammad Abdissalam Abdisyafi’I, Musnad Imam Ibnu Hanbal, Dar al Kutb al-Ilmu, Beirut, Libanon, 1993, Juz II, Cet. I, hlm. 504.  [2] H.M. Arifin, Teori-teori Counseling Umum dan Agama, Golden Terayon Perss, Jakarta, 1994, hlm. 20.  [3] Ibid., hlm. 30.  [4] Ibid., hlm. 46.  [5] Sayekti Pujosuwarno, Bimbingan Konseling Keluarga, Menara Mas Offset, Yogyakarta, 1994, hlm. 90-91.  [6] Ibid., hlm. 84.  [7] Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, UII Perss,Yogyakarta 2001, hlm. 84.  [8] Depag RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Jakarata, 2000, hlm. 951.