Suatu proses pembelajaran yang dilakukan dalam suatu pendidikan formal secara khusus dan non formal secara umum mengalami suatu tahap akhir yang akan dicapai dalam suatu proses belajar mengajar. Tahapan terakhir dalam suatu proses pembelajaran sangat menentukan keberhasilan siswa dalam menempuh pendidikan secara formal, tahapan tersebut adalah tes ujian akhir. Akan tetapi, sebenarnya proses evaluasi yang dilakukan tidak hanya terdapat pada akhir proses melainkan dapat juga ditengah atau disela-sela proses belajar di kelas.
Pada pembahasan ini, akan dikaji tentang proses evaluasi siswa diakhir proses belajar mengajar (PBM) yang dilkukan dalam lembaga pendidikan formal. Proses evaluasi dilakukan untuk mendata hasil belajar siswa yang dilakukan selama menjalani proses pendidikan pada lembaga tersebut. Adapun pembahasannya sebagai berikut :
1. Pengertian Hasil Belajar siswa
Sebelum melangkah lebih jauh, perlu diketahui bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar, yang merupakan suatu proses dari seorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.
Menurut Benjamin S. Bloom ada tiga ranah (domain) hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut A.J. Romiszowski sebagaimana dikutip oleh Mulyono Abdurrohman menegaskan bahwa hasil belajar merupakan keluaran (outputs) dari suatu sistem pemrosesan masukan (inputs).[1] Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi, sedangkan keluaran adalah perbuatan atau kinerja (performance). Selanjutnya Romiszowski mengemukakan, perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi. Hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam dua macam saja yaitu; pengetahuan dan ketrampilan. Pengetahuan terdiri dari empat macam yaitu : [2]
a. Pengetahuan tentang fakta
b. Pengetahuan tentang prosedur
c. Pengetahuan tentang konsep
d. Pengetahuan tentang prinsip
Sedangkan ketrampilan juga terdiri dari empat kategori yaitu :
a. Ketrampilan untuk berpikir atau ketrampilan kognitif
b. Ketrampilan untuk bertindak atau ketrampilan motorik
c. Ketrampilan untuk bereaksi atau bersikap
d. Ketrampilan berinteraksi
2. Ciri-ciri Hasil Belajar Siswa
Sebagai suatu bidang kegiatan, evaluasi hasil belajar memiliki ciri-ciri khas yang berbeda dengan bidang kegiatan yang lain. Diantara ciri-ciri yang dimiliki oleh evaluasi hasil belajar adalah sebagaimana dikemukakan pada uraian berikut ini :[3]
a. Evaluasi yang dilaksanakan dalam rangka mengukur keberhasilan belajar peserta didik itu, pengukurannya dilakukan secara tidak langsung. Seorang pendidik (guru atau dosen) yang ingin menentukan manakah diantara peserta didik (murid atau mahasiswa) yang tergolong lebih pandai dibanding peserta didik yang lain, maka yang diukur dan dicari adalah indikator atau “hal-hal yang merupakan pertanda“ bahwa seseorang dapat disebut sebagai orang yang pandai. Carl Witherington sebagaimana dikutif oleh Anas Sudijono, mangatakan bahwa indikator yang dapat dijadikan kiteria atau tolok ukur untuk menyatakan bahwa seorang peserta didik termasuk kategori “pandai” adalah, bila peserta didik itu memiliki berbagai kemampuan seperti; kemampuan untuk bekerja dengan angka-angka atau bilangan-bilangan, kemampuan menggunakan bahasa dengan baik dan benar, kemampuan untuk menangkap sesuatu yang baru atau dengan secara cepat dapat mengikuti pembicaraan orang lain, kemampuan untuk memahami hubutungan antar gejala yang satu dengan lain, dan kemampuan untuk berfantasi atau berpikir secara abstrak.
b. Pengukuran dilakukan dalam rangka menilai keberhasilan belajar peserta didik pada umumnya menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat kuantitatif atau lebih sering menggunakan simbol-simbol angka. Hasil-hasil pengukuran yang berupa angka itu selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode statistik yang pada akhirnya diberikan interpretasi secara kualitatif. Sebagai contoh dalam pemberian nilai rapor atau surat tanda tamat belajar (STTB) bagi peserta didik pada Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan Sekolah Menengah Umum, digunakan nilai standar berskala sepuluh, yaitu rentangan nilai mulai dari 1 sampai 10.
c. Kegiatan evaluasi hasil belajar pada umumnya menggunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap. Penggunaan unit-unit atau satuan yang tetap didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa pada setiap populasi peserta didik yang sifatnya heterogen (misalnya; berbeda jenis kelamin, berbeda sekolah asal, berbeda status ekonomis orang tua, berbeda latar belakang pendidikan orang tua, bervariasi lingkungan sosial, dan berbeda domisili), jika dihadapkan pada suatu tes hasil belajar maka prestasi belajar yang mereka raih berbeda-beda sesuai dengan sifat heterogen yang dimiliki peserta didik.
d. Prestasi belajar yang dicapai oleh para peserta didik dari waktu kewaktu adalah bersifat relatif, dalam arti; bahawa hasil evaluasi terhadap keberhasilan belajar peserta didik itu pada umumnya tidak selalu menunjukkan kesamaan atau keajegan. Jadi evaluasi yang dilaksanakan pada tahap pertama untuk subyek yang sama belum tentu hasil yang diperoleh sama dengan hasil-hasil evaluasi yang dilaksanakan pada tahap berikut. Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang pada penugasan terstruktur di luar kelas tahap pertama berhasil meraih nilai 100, pada ujian pertengangan semester hanya mendapat nilai 60. Ketidaksamaan hasil evaluasi itu secara umum terjadi disebabkan karena dalam kegiatan evaluasi hasil belajar itu yang diukur bukan benda mati melainkan makhluk hidup yang sewaktu-waktu dapat berubah karena ruang dan waktu.
e. Dalam kegiatan evaluasi hasil belajar, sulit untuk dihindari terjadinya kekeliruan pengukuran ( error ). Seperti diketahui, dalam usaha untuk menilai hasil belajar peserta didik (murid, siswa, dan mahasiswa ), Pendidik (guru dan dosen ) mengadakan pengukuran terhadap peserta didik dengan menggunakan alat pengukur tes atau ujian, baik ujian tertulis maupun ujian lesan . Dengan mendasarkan diri pada jumlah jawaban betul atau kualitas jawaban yang diberikan oleh peserta tes, pendidik selaku penilai memberikan skor-skor yang diberi nama “nilai”. Pendidik yang baik senantiasa menyadari tentang kemungkinan–kemungkinan ada perbedan-perbedaan antara tes atau ujian, dengan nilai yang benar-benar menjadi hak peserta didik yang bersangkutan. Jadi bisa dipahami bahwa kekeliruan pengukuran akan segera muncul apabila terdapat perbedaan antara nilai yang telah diberikan kepada peserta didik, dengan nilai yang merupakan hak peserta didik yang bersangkutan untuk diperoleh.
3. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu: [4]
a. Faktor dari dalam diri siswa
Faktor yang datang dari diri siswa terutama terdapat dalam kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti dikemukakan oleh Clark [5] bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Di samping itu ada juga motivasi belajar, minat dan pengertian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomis, faktor fisik, dan faktor psikhis.
b. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan
Artinya, ada faktor yang berada di luar dirinya yang dapat menentukan atau mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah ialah kualitas pengajaran. Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran ialah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran.
Dari kedua hal tersebut sangat berpengaruh dalam peningkatan kualitas aspek kognitif siswa. Caroll sebagaimana dikutip oleh Gene Lucas [6] berpendapat bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi lima faktor, yakni bakat pelajar, waktu yang tersedia untuk belajar, waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran, kualitas pengajaran dan kemampuan individu.
Sedangkan menurut Keller sebagaimana dikutip oleh Mulyono Abdurrohman berasumsi, masukan pribadi berupa motivasi dan harapan untuk berhasil, dan masukan yang berasal dari lingkungan berupa rangsangan dan pengolahan motivasional tidak berpengaruh langsung terhadap hasil belajar, tetapi berpengaruh terhadap besarnya usaha yang dicurahkan oleh anak untuk mencapai hasil belajar.[7] Sedangkan hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha yang dilakukan anak. Hasil belajar juga dipengaruhi oleh intelegensi dan penguasaan awal anak tentang materi yang akan dipelajari. Ini berarti bahwa guru perlu menyusun rancangan dan pengelolaan pembelajaran yang memungkinkan anak bebas untuk melakukan eksplorasi terhadap lingkungan, yang pada akan berpengaruh terhadap konsekuensi atas hasil belajar, yang erat berhungan dengan motivasi. Konsekuensi atas hasil belajar tidak hanya dipengaruhi oleh hasil belajar itu sendiritetapi juga adanya ulangan penguatan (reinforcement) yang diberikan lingkungan sosial, terutama guru atau orang tua. Hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini : [8]
1. Fungsi Penilaian Hasil Belajar yang Baik
Penilaian atau evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau harga atau nilai berdasarkan kriteria tertentu. Proses belajar mengajar adalah proses yang bertujuan. Tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan tingkah laku yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajar.
Fungsi dari penyelesaian hasil belajar dalam proses belajar mengajar dirumuskan sebagai berikut : [1]
a. Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran, dalam hal ini adalah tujuan instruksional khusus. Dengan fungsi ini dapat diketahui tingkat penguasaan bahan pelajaran yang harus dikuasai oleh para siswa.
b. Untuk mengetahui keefektivan proses belajar mengajar yang telah dilakukan guru. Dengan fungsi ini guru dapat mengetahui berhasil tidaknya ia mengajar.
Dengan demikian fungsi penilaian dalam proses belajar mengajar bermanfaat ganda, yakni bagi siswa dan bagi guru. Penilaian hasil belajar dapat dilaksanakan dua tahap. Pertama, tahap jangka pendek, yakni penilaian yang dilaksanakan guru pada akhir proses belajar mengajar. Penilaian ini disebut penilaian formatif. Kedua, tahap jangka panjang, yakni penilaian yang dilaksanakan setelah proses belajar mengajar berlangsung beberapa kali atau setelah menempuh periode tertentu, misalnya penilaian tengah semester atau penilaian pada akhir semester. Penilaian ini disebut penilaian sumatif.
2. Sasaran dan Jenis Penilaian Hasil Belajar
Langkah selanjutnya yang harus ditempuh guru dalam mengadakan penilaian ialah menetapkan apa yang menjadi sasaran atau objek dan jenis alat penilaian. Hal ini penting diketahui agar memudahkan guru dalam menyusun alat evaluasinya.
Pokok bahasan ini akan dibahas satu persatu. Pertama, sasaran penilaian penting diketahui agar memudahkan guru dalam menyusun alat evaluasinya. Pada umumnya ada tiga sasaran pokok penilaian, yakni : [2]
a. Segi tingkah laku, artinya segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, ketrampilan siswa sebagai akibat dari proses mengajar dan belajar.
b. Segi isi pendidikan, artinya penguasaan bahan pelajaran yang diberikan guru dalam proses belajar mengajar.
c. Segi yang menyangkut proses mengajar dan belajar itu sendiri. Proses mengajar dan belajar perlu diadakan penilaian secara objektif dari guru, sebab baik tidaknya proses mengajar dan belajar akan menentukan baik tidaknya hasil yang dicapai siswa.
Ketiga pokok sasaran pokok tersebut harus dievaluasi secara menyeluruh, artinya jangan hanya menilai segi penguasaan materi semata-mata, tetapi juga harus menilai segi perubahan tingkah laku dan proses mengajar itu sendiri secara adil. Dengan menetapkan sasaran tersebut maka seorang guru akan mudah menetapkan alat evaluasi .
Kedua, setelah sasaran ditetapkan maka langkah kedua bagi guru adalah menetapkan alat penilaian yang paling tepat untuk menilai sasaran tersebut. Pada umumnya alat evaluasi dibedakan menjadi dua jenis, yakni : [3]
a. Tes
Tes yang ada sudah distandarisasi, artinya tes tersebut telah mengalami proses validasi (ketepatan) dan reliabilitasi untuk suatu tujuan tertentu dan untuk sekelompok siswa. Tes ini terdiri dari tiga bentuk, yakni :
1) Tes lisan
2) Tes tulisan
3) Tes tindakan
Jenis ini biasanya digunakan untuk menilai isi pendidikan, misalnya aspek pengetahuan, kecakapan, ketrampilan dan pemahaman pelajaran yang telah diberikan guru.
b. Non tes
Untuk menilai aspek tingkah laku, jenis non tes lebih sesuai digunakan sebagai alat evaluasi. Seperti menilai aspek sikap, minat, perhatian, dan karakteristik. Alat evaluasi jenis ini antara lain :
1) Observasi
Yang dimaksud observasi adalah pengamatan kepada tingkah laku pada suatu situasi tertentu.
2) Wawancara
Yang dimaksud wawancara ialah komunikasi langsung antara yang mewawancarai dengan yang diwawancarai.
3) Studi kasus
Mempelajari individu dalam periode tertentu secara terus menerus untuk melihat perkembangan. Misalnya untuk melihat sikap siswa terhadap pelajaran yang diberikan guru selama satu semester.
4) Rating Scale (skala penilaian)
Rating scale, merupakan satu alat penilaian yang menggunakan skala yang telah disusun dari ujung yang negatif sampai kepada ujung yang positif.
5) Check list
Hampir menyerupai rating scale, hanya pada check list tidak perlu disusun kriteria cukup, dengan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang akan minta dari yang dievaluasi
6) Inventory
Daftar pertanyaan yang disertai alternatif jawaban diantara setuju, kurang setuju, atau tidak setuju.
_______________
[1] Mulyono Abdurrohman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hal. 37.
[2] Ibid., hal. 38.
[3] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, jakarta, 1996, hal. 33-38
[4] Nana Sudjana, Op. Cit., hal. 39-43.
[5] Richard Clark and Calvin Bovy, Cognitive Prescriptive theory and Psycoeducational Design, University of Southern California, California, 1981, p. 12.
[6] Gene Lucas at al, Exploring Teaching Alternatives, Bergers Publishing Company, Mineapolis, 1977, p. 16
[7] Mulyono Abdurrohman, Loc. Cit.
[8] Ibid., hal. 39.
[1] Nana Sudjana, Op. Cit., hal. 111.
[2] Ibid., hal. 112.
[3] Ibid., hal. 113-115.
Pada pembahasan ini, akan dikaji tentang proses evaluasi siswa diakhir proses belajar mengajar (PBM) yang dilkukan dalam lembaga pendidikan formal. Proses evaluasi dilakukan untuk mendata hasil belajar siswa yang dilakukan selama menjalani proses pendidikan pada lembaga tersebut. Adapun pembahasannya sebagai berikut :
1. Pengertian Hasil Belajar siswa
Sebelum melangkah lebih jauh, perlu diketahui bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar, yang merupakan suatu proses dari seorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.
Menurut Benjamin S. Bloom ada tiga ranah (domain) hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut A.J. Romiszowski sebagaimana dikutip oleh Mulyono Abdurrohman menegaskan bahwa hasil belajar merupakan keluaran (outputs) dari suatu sistem pemrosesan masukan (inputs).[1] Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi, sedangkan keluaran adalah perbuatan atau kinerja (performance). Selanjutnya Romiszowski mengemukakan, perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi. Hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam dua macam saja yaitu; pengetahuan dan ketrampilan. Pengetahuan terdiri dari empat macam yaitu : [2]
a. Pengetahuan tentang fakta
b. Pengetahuan tentang prosedur
c. Pengetahuan tentang konsep
d. Pengetahuan tentang prinsip
Sedangkan ketrampilan juga terdiri dari empat kategori yaitu :
a. Ketrampilan untuk berpikir atau ketrampilan kognitif
b. Ketrampilan untuk bertindak atau ketrampilan motorik
c. Ketrampilan untuk bereaksi atau bersikap
d. Ketrampilan berinteraksi
2. Ciri-ciri Hasil Belajar Siswa
Sebagai suatu bidang kegiatan, evaluasi hasil belajar memiliki ciri-ciri khas yang berbeda dengan bidang kegiatan yang lain. Diantara ciri-ciri yang dimiliki oleh evaluasi hasil belajar adalah sebagaimana dikemukakan pada uraian berikut ini :[3]
a. Evaluasi yang dilaksanakan dalam rangka mengukur keberhasilan belajar peserta didik itu, pengukurannya dilakukan secara tidak langsung. Seorang pendidik (guru atau dosen) yang ingin menentukan manakah diantara peserta didik (murid atau mahasiswa) yang tergolong lebih pandai dibanding peserta didik yang lain, maka yang diukur dan dicari adalah indikator atau “hal-hal yang merupakan pertanda“ bahwa seseorang dapat disebut sebagai orang yang pandai. Carl Witherington sebagaimana dikutif oleh Anas Sudijono, mangatakan bahwa indikator yang dapat dijadikan kiteria atau tolok ukur untuk menyatakan bahwa seorang peserta didik termasuk kategori “pandai” adalah, bila peserta didik itu memiliki berbagai kemampuan seperti; kemampuan untuk bekerja dengan angka-angka atau bilangan-bilangan, kemampuan menggunakan bahasa dengan baik dan benar, kemampuan untuk menangkap sesuatu yang baru atau dengan secara cepat dapat mengikuti pembicaraan orang lain, kemampuan untuk memahami hubutungan antar gejala yang satu dengan lain, dan kemampuan untuk berfantasi atau berpikir secara abstrak.
b. Pengukuran dilakukan dalam rangka menilai keberhasilan belajar peserta didik pada umumnya menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat kuantitatif atau lebih sering menggunakan simbol-simbol angka. Hasil-hasil pengukuran yang berupa angka itu selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode statistik yang pada akhirnya diberikan interpretasi secara kualitatif. Sebagai contoh dalam pemberian nilai rapor atau surat tanda tamat belajar (STTB) bagi peserta didik pada Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan Sekolah Menengah Umum, digunakan nilai standar berskala sepuluh, yaitu rentangan nilai mulai dari 1 sampai 10.
c. Kegiatan evaluasi hasil belajar pada umumnya menggunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap. Penggunaan unit-unit atau satuan yang tetap didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa pada setiap populasi peserta didik yang sifatnya heterogen (misalnya; berbeda jenis kelamin, berbeda sekolah asal, berbeda status ekonomis orang tua, berbeda latar belakang pendidikan orang tua, bervariasi lingkungan sosial, dan berbeda domisili), jika dihadapkan pada suatu tes hasil belajar maka prestasi belajar yang mereka raih berbeda-beda sesuai dengan sifat heterogen yang dimiliki peserta didik.
d. Prestasi belajar yang dicapai oleh para peserta didik dari waktu kewaktu adalah bersifat relatif, dalam arti; bahawa hasil evaluasi terhadap keberhasilan belajar peserta didik itu pada umumnya tidak selalu menunjukkan kesamaan atau keajegan. Jadi evaluasi yang dilaksanakan pada tahap pertama untuk subyek yang sama belum tentu hasil yang diperoleh sama dengan hasil-hasil evaluasi yang dilaksanakan pada tahap berikut. Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang pada penugasan terstruktur di luar kelas tahap pertama berhasil meraih nilai 100, pada ujian pertengangan semester hanya mendapat nilai 60. Ketidaksamaan hasil evaluasi itu secara umum terjadi disebabkan karena dalam kegiatan evaluasi hasil belajar itu yang diukur bukan benda mati melainkan makhluk hidup yang sewaktu-waktu dapat berubah karena ruang dan waktu.
e. Dalam kegiatan evaluasi hasil belajar, sulit untuk dihindari terjadinya kekeliruan pengukuran ( error ). Seperti diketahui, dalam usaha untuk menilai hasil belajar peserta didik (murid, siswa, dan mahasiswa ), Pendidik (guru dan dosen ) mengadakan pengukuran terhadap peserta didik dengan menggunakan alat pengukur tes atau ujian, baik ujian tertulis maupun ujian lesan . Dengan mendasarkan diri pada jumlah jawaban betul atau kualitas jawaban yang diberikan oleh peserta tes, pendidik selaku penilai memberikan skor-skor yang diberi nama “nilai”. Pendidik yang baik senantiasa menyadari tentang kemungkinan–kemungkinan ada perbedan-perbedaan antara tes atau ujian, dengan nilai yang benar-benar menjadi hak peserta didik yang bersangkutan. Jadi bisa dipahami bahwa kekeliruan pengukuran akan segera muncul apabila terdapat perbedaan antara nilai yang telah diberikan kepada peserta didik, dengan nilai yang merupakan hak peserta didik yang bersangkutan untuk diperoleh.
3. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu: [4]
a. Faktor dari dalam diri siswa
Faktor yang datang dari diri siswa terutama terdapat dalam kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti dikemukakan oleh Clark [5] bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Di samping itu ada juga motivasi belajar, minat dan pengertian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomis, faktor fisik, dan faktor psikhis.
b. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan
Artinya, ada faktor yang berada di luar dirinya yang dapat menentukan atau mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah ialah kualitas pengajaran. Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran ialah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran.
Dari kedua hal tersebut sangat berpengaruh dalam peningkatan kualitas aspek kognitif siswa. Caroll sebagaimana dikutip oleh Gene Lucas [6] berpendapat bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi lima faktor, yakni bakat pelajar, waktu yang tersedia untuk belajar, waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran, kualitas pengajaran dan kemampuan individu.
Sedangkan menurut Keller sebagaimana dikutip oleh Mulyono Abdurrohman berasumsi, masukan pribadi berupa motivasi dan harapan untuk berhasil, dan masukan yang berasal dari lingkungan berupa rangsangan dan pengolahan motivasional tidak berpengaruh langsung terhadap hasil belajar, tetapi berpengaruh terhadap besarnya usaha yang dicurahkan oleh anak untuk mencapai hasil belajar.[7] Sedangkan hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha yang dilakukan anak. Hasil belajar juga dipengaruhi oleh intelegensi dan penguasaan awal anak tentang materi yang akan dipelajari. Ini berarti bahwa guru perlu menyusun rancangan dan pengelolaan pembelajaran yang memungkinkan anak bebas untuk melakukan eksplorasi terhadap lingkungan, yang pada akan berpengaruh terhadap konsekuensi atas hasil belajar, yang erat berhungan dengan motivasi. Konsekuensi atas hasil belajar tidak hanya dipengaruhi oleh hasil belajar itu sendiritetapi juga adanya ulangan penguatan (reinforcement) yang diberikan lingkungan sosial, terutama guru atau orang tua. Hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini : [8]
1. Fungsi Penilaian Hasil Belajar yang Baik
Penilaian atau evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau harga atau nilai berdasarkan kriteria tertentu. Proses belajar mengajar adalah proses yang bertujuan. Tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan tingkah laku yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajar.
Fungsi dari penyelesaian hasil belajar dalam proses belajar mengajar dirumuskan sebagai berikut : [1]
a. Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran, dalam hal ini adalah tujuan instruksional khusus. Dengan fungsi ini dapat diketahui tingkat penguasaan bahan pelajaran yang harus dikuasai oleh para siswa.
b. Untuk mengetahui keefektivan proses belajar mengajar yang telah dilakukan guru. Dengan fungsi ini guru dapat mengetahui berhasil tidaknya ia mengajar.
Dengan demikian fungsi penilaian dalam proses belajar mengajar bermanfaat ganda, yakni bagi siswa dan bagi guru. Penilaian hasil belajar dapat dilaksanakan dua tahap. Pertama, tahap jangka pendek, yakni penilaian yang dilaksanakan guru pada akhir proses belajar mengajar. Penilaian ini disebut penilaian formatif. Kedua, tahap jangka panjang, yakni penilaian yang dilaksanakan setelah proses belajar mengajar berlangsung beberapa kali atau setelah menempuh periode tertentu, misalnya penilaian tengah semester atau penilaian pada akhir semester. Penilaian ini disebut penilaian sumatif.
2. Sasaran dan Jenis Penilaian Hasil Belajar
Langkah selanjutnya yang harus ditempuh guru dalam mengadakan penilaian ialah menetapkan apa yang menjadi sasaran atau objek dan jenis alat penilaian. Hal ini penting diketahui agar memudahkan guru dalam menyusun alat evaluasinya.
Pokok bahasan ini akan dibahas satu persatu. Pertama, sasaran penilaian penting diketahui agar memudahkan guru dalam menyusun alat evaluasinya. Pada umumnya ada tiga sasaran pokok penilaian, yakni : [2]
a. Segi tingkah laku, artinya segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, ketrampilan siswa sebagai akibat dari proses mengajar dan belajar.
b. Segi isi pendidikan, artinya penguasaan bahan pelajaran yang diberikan guru dalam proses belajar mengajar.
c. Segi yang menyangkut proses mengajar dan belajar itu sendiri. Proses mengajar dan belajar perlu diadakan penilaian secara objektif dari guru, sebab baik tidaknya proses mengajar dan belajar akan menentukan baik tidaknya hasil yang dicapai siswa.
Ketiga pokok sasaran pokok tersebut harus dievaluasi secara menyeluruh, artinya jangan hanya menilai segi penguasaan materi semata-mata, tetapi juga harus menilai segi perubahan tingkah laku dan proses mengajar itu sendiri secara adil. Dengan menetapkan sasaran tersebut maka seorang guru akan mudah menetapkan alat evaluasi .
Kedua, setelah sasaran ditetapkan maka langkah kedua bagi guru adalah menetapkan alat penilaian yang paling tepat untuk menilai sasaran tersebut. Pada umumnya alat evaluasi dibedakan menjadi dua jenis, yakni : [3]
a. Tes
Tes yang ada sudah distandarisasi, artinya tes tersebut telah mengalami proses validasi (ketepatan) dan reliabilitasi untuk suatu tujuan tertentu dan untuk sekelompok siswa. Tes ini terdiri dari tiga bentuk, yakni :
1) Tes lisan
2) Tes tulisan
3) Tes tindakan
Jenis ini biasanya digunakan untuk menilai isi pendidikan, misalnya aspek pengetahuan, kecakapan, ketrampilan dan pemahaman pelajaran yang telah diberikan guru.
b. Non tes
Untuk menilai aspek tingkah laku, jenis non tes lebih sesuai digunakan sebagai alat evaluasi. Seperti menilai aspek sikap, minat, perhatian, dan karakteristik. Alat evaluasi jenis ini antara lain :
1) Observasi
Yang dimaksud observasi adalah pengamatan kepada tingkah laku pada suatu situasi tertentu.
2) Wawancara
Yang dimaksud wawancara ialah komunikasi langsung antara yang mewawancarai dengan yang diwawancarai.
3) Studi kasus
Mempelajari individu dalam periode tertentu secara terus menerus untuk melihat perkembangan. Misalnya untuk melihat sikap siswa terhadap pelajaran yang diberikan guru selama satu semester.
4) Rating Scale (skala penilaian)
Rating scale, merupakan satu alat penilaian yang menggunakan skala yang telah disusun dari ujung yang negatif sampai kepada ujung yang positif.
5) Check list
Hampir menyerupai rating scale, hanya pada check list tidak perlu disusun kriteria cukup, dengan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang akan minta dari yang dievaluasi
6) Inventory
Daftar pertanyaan yang disertai alternatif jawaban diantara setuju, kurang setuju, atau tidak setuju.
_______________
[1] Mulyono Abdurrohman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hal. 37.
[2] Ibid., hal. 38.
[3] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, jakarta, 1996, hal. 33-38
[4] Nana Sudjana, Op. Cit., hal. 39-43.
[5] Richard Clark and Calvin Bovy, Cognitive Prescriptive theory and Psycoeducational Design, University of Southern California, California, 1981, p. 12.
[6] Gene Lucas at al, Exploring Teaching Alternatives, Bergers Publishing Company, Mineapolis, 1977, p. 16
[7] Mulyono Abdurrohman, Loc. Cit.
[8] Ibid., hal. 39.
[1] Nana Sudjana, Op. Cit., hal. 111.
[2] Ibid., hal. 112.
[3] Ibid., hal. 113-115.