IMPLEMENTASI HAM DALAM PERSPEKTIF ISLAM PADA PENDIDIKAN SOSIAL

Memahami HAM dan menerapkannya dalam pergaulan memang bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Hal ini merupakan fenomena yang terjadi dalam masyarakat kita, walaupun persoalan HAM sering digembar-gemborkan oleh beberapa kalangan masyarakat, tetapi pelanggaran-pelanggaran HAM masih sering terjadi. Salah satu sebabnya adalah kurangnya penanaman terhadap nilai-nilai kemanusiaan pada setiap individu, untuk itulah penanaman nilai-nilai kemanusiaan melalui pendidikan sosial sangat diperlukan.
Untuk mengetahui bagaimana penerapan HAM pada pendidikan sosial, dalam bab ini akan dijelaskan mengenai pendidikan sosial dalam Islam, HAM dan keadilan  dan implementasi HAM pada pendidikan sosial.

A.    HAM dan Keadilan

Apabila kita melihat seseorang tidak mempunyai sikap jelek terhadap orang lain, tidak melanggar hak-hak mereka, tidak membedakan sebagian orang dari sebagian yang lain, apabila ia bekerja pada suatu daerah dan bertanggung jawab terhadap negara, ia memperlakukan masyarakat dengan sama dan tidak pilih kasih, apabila terjadi perbedaan pendapat, yang dibelanya adalah orang yang teraniaya dan orang yang ditentangnya adalah orang yang menganiaya, maka kita memandang orang yang memiliki sikap hidup seperti ini adalah orang yang adil. Begitu juga sebaliknya apabila ada orang yang melanggar hak orang lain, melakukan pembedaan tanpa alasan yang membenarkan adanya pembedaan, sewaktu ia menjadi aparat pemerintah baik pusat maupun daerah ia selalu membela orang yang dzalim, menindas orang lemah, dan tidak memiliki kekuatan atau paling tidak, bersikap netral terhadap pertentangan dan perdebatan yang terjadi antara orang dzalim dan orang yang teraniaya, maka orang seperti ini dapat dipandang sebagai orang yang dzalim (tidak adil).[1]

Keadilan sangat berkaitan dengan hak asasi manusia, karena tidak ada keadilan tanpa hak asasi manusia dan tidak ada HAM tanpa keadilan. Keduanya bagaikan sekeping mata uang yang memiliki dua sisi  yang saling berkaitan. Keadilan berada pada sisi yang satu dan HAM berada pada sisi yang lainnya.

Keadilan harus berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis Nabi karena keadilan sejati adalah keadilan yang tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadis, seperti yang dijelaskan oleh Kurshid Ahmad bahwa: “upaya manusia untuk menemukan keadilan tanpa peduli bantuan ilahi, dan biasanya selalu gagal untuk menemukannya, sesungguhnya merupakan hal yang tragis. Karena keadilan yang merupakan dambaan manusia yang sejak awal kehadirannya di bumi telah dicari-cari, tidak dapat dikonseptualisasi dan dipraktekkan secara sungguh-sungguh kecuali jika diakarkan kepada kepercayaan terhadap Allah Yang Maha Esa.”[2]

Selain itu, keadilan merupakan tujuan Allah dalam menciptakan seluruh alam semesta dengan isinya ini yaitu dengan mengutus rasul-rasul yang perjuangan dalam seluruh hidupnya adalah mengajak dan menuntun manusia untuk mencapai keadilan.

Artinya: “Sesungguhnya kami utus rasul-rasul kami, bersama-sama dengan bukti nyata dan bersama mereka kami turunkan pula kitab dan timbangan supaya manusia tegak dalam keadilan.” (QS. Al-Hadid: 25) [3]

Sebelum membahas keadilan dalam Islam lebih jauh, maka harus dijelaskan terlebih dahulu mengenai pemahaman tentang keadilan ini. Kata adil digunakan dalam empat hal,[4] sebagai berikut:

Adil adalah keadaan sesuatu yang seimbang. Misalnya, bila suatu masyarakat ingin tetap bertahan dan mapan, maka masyarakat tersebut harus berada dalam keadaan keadaan seimbang, yaitu segala sesuatu yang berada di dalamnya harus eksis dengan kadar yang semestinya bukan dengan kadar  yang sama.

2.    Adil adalah persamaan dan penafian terhadap pembedaan apapun, dengan batasan bahwa apabila seseorang memandang sama setiap individu, tanpa melakukan pembedaan baik warna kulit, maupun suku, bangsa dan bahasa, maka orang tersebut dapat dikatakan adil dan keadilan seperti ini artinya adalah persamaan.

3.    Adil adalah memelihara hak-hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya (keadilan sosial). Pengertian keadilan seperti ini adalah keadilan yang harus dihormati di dalam hukum manusia dan setiap individu benar-benar diperintahkan untuk menegakkannya dan setiap individu dilarang melakukan perusakan dan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.

4.    Keadilan adalah memelihara hak atas berlanjutnya eksistensi dan tidak mencegah kelanjutan eksistensi, menghormati eksistensi dalam melaksanakan perkembangan dan melakukan transformasi.

Dari keempat pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa batasan dari keadilan adalah meletakkan atau memberikan sesuatu menurut kadar yang semestinya dan kepada seseorang atau sesuatu yang berhak atasnya. Dengan batasan seperti ini, maka tidak dikatakan adil bila memberikan sesuatu tidak berdasarkan kadar yang semestinya dan meletakkan sesuatu tidak kepada tempat yang sebenarnya.

1.    Keadilan dalam Hukum

Hukum diciptakan untuk menegakkan keadilan sehingga ketertiban dan ketentraman masyarakat dapat diwujudkan.

Dalam surat An-Nisa ayat 58, Allah menjelaskan:

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (An-Nisa: 58) [5]


Islam menjamin persamaan seluruh warganya di depan hukum secara mutlak dan menyeluruh. Baik al-Qur’an maupun Hadis, keduanya menyatakan bahwa seluruh kaum muslimin memiliki hak dan kewajiban yang sama.

Di Indonesia secara kontekstual, persamaan di depan hukum diakui sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 27 yang berbunyi:

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan tersebut dengan tidak ada kecuali.”

Sedangkan UDHR dalam Pasal 6 menetapkan: “Setiap orang berhak dimanapun untuk diakui pribadinya sebagai manusia di depan hukum.”

Senada dengan undang-undang tersebut, dalam CD Pasal 8 juga ditetapkan:

“Setiap orang berhak untuk memperoleh kewenangan hukum dalam hal kewajiban dan tanggung jawabnya. Seandainya kedudukan ini hilang atau rusak, ia harus diwakili oleh walinya.”

Hukum tidak hanya diterapkan bagi orang-orang lemah saja, hukum juga berlaku bagi para penguasa, pejabat, bangsawan dan semua orang tanpa kecuali. Al-Qur'an menegaskan bahwa hukum harus ditetapkan secara adil dan bijaksana berdasarkan persamaan.

Persamaan di sini bukan berarti setiap tindak kejahatan dihukumi dengan hukum yang sama, tetapi harus dilihat tingkatan kejahatan yang dilakukan oleh pelaku, maling ayam tentu mendapatkan hukuman yang lebih ringan daripada koruptor, mencuri karena lapar juga dihukumi lebih ringan daripada mencuri karena rakus atau memang sudah memiliki pekerjaan. Bila kejahatan seperti contoh di atas dihukumi sama, maka persamaan tersebut merupakan kedzaliman bukan keadilan.

Bila hukum yang berlaku di suatu daerah sudah bisa ditetapkan secara adil, maka merupakan kewajiban bagi setiap anggota masyarakat untuk mematuhi dan menerima dengan perasaan ikhlas sehingga akan tercipta ketertiban dan keamanan di semua bidang kehidupan.

Keadilan dalam Kehidupan Beragama

Memeluk suatu agama merupakan hak asasi manusia yang paling prinsip bagi kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti membutuhkan agama sebagai pedoman hidupnya.

Dalam pandangan Islam, menurut Quraish Shihab, keberagamaan adalah fitrah (sesuatu yang melekat pada diri manusia dan terbawa sejak kelahirannya). Hal ini berarti manusia  tidak bisa melepaskan diri dari agama karena agama merupakan kebutuhan hidup setiap manusia.[6]

Indonesia terdiri dari masyarakat yang majemuk, tidak hanya suku, bangsa dan bahasa saja, masyarakat Indonesia juga terdiri dari pemeluk agama yang bermacam-macam, seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Dari kelima agama tersebut, banyak aliran-aliran yang berkembang yang menyebabkan beraneka ragamnya paham dan cara beribadah.

Oleh karena itu, sikap saling hormat menghormati dan toleransi antar umat beragama sangat dibutuhkan untuk menghindari perpecahan dan mempererat persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia.

Yang harus dijaga adalah jangan sampai terjadi pemaksaan untuk menganut suatu agama. karena Islam sendiri sangat melarang adanya pemaksaan agama.


Artinya: “Tidak ada paksaan dalam agama (Islam)…”. (Q.S. Al Baqarah: 256) [7]

Agama Islam memiliki prinsip kebebasan dalam memilih agama dan menjaga perdamaian di antara semua pemeluk agama yang berbeda satu dengan yang lainnya. Begitu juga kebebasan bertukar pikiran dalam masalah agama yang berkenaan dengan kehidupan dan urusan-urusan dunia.

Tukar pikiran antara penganut agama yang berbeda ini dilakukan dengan saling menghormati, juga dengan saling mengemukakan dalil, akal, dan logika yang benar. Jika ada persoalan yang dihadapi hendaklah diselesaikan secara baik, sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Segala perbedaan pendapat perlu diselesaikan dengan kembali kepada kebenaran dari Allah yaitu berdasarkan al-Qur'an dan Hadis.

Dengan demikian, hendaklah kita berhati-hati dalam menuduh suatu aliran sebagai aliran yang sesat sebelum diperoleh  bukti-bukti kesesatannya dan harus diteliti terlebih dahulu dengan seksama dan berdasarkan pada ajaran agama. karena apabila kita menuduh suatu aliran sebagai aliran yang sesat padahal tuduhan tersebut tidak terbukti, maka berarti kita telah menyakiti perasaan pemeluknya dan melanggar haknya dalam beragama dan mendapatkan kedamaian dalam hidup.

Oleh karena itu, hendaklah dipelihara kearifan dalam menghadapi masalah-masalah sosial yang peka termasuk masalah aliran dalam suatu agama, karena tindakan yang tidak hati-hati dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa.

Adanya perbedaan dalam suatu agama janganlah dijadikan sebagai alasan untuk menciptakan golongan atau kelompok yang dapat merusak persatuan. Golongan atau kelompok boleh dibentuk, tetapi dalam menyelesaikan suatu masalah hendaklah lebih diutamakan kemaslahatan bersama, tidak mementingkan golongannya sendiri, demi tegaknya persatuan dan kesatuan karena persatuan adalah sumber yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan bersama.

Agar dapat memiliki sikap yang demikian, maka permohonan suatu agama secara benar sangat diperlukan. Dalam mempelajari agama jangan dilakukan dengan setengah-setengah, karena hal itu akan menimbulkan fanatisme yang tidak berdasar, karena pada dasarnya tidak ada satu agamapun yang menginginkan perpecahan dan tidak menghormati hak-hak asasi manusia.

Keadilan dalam Pendidikan

Suatu agama dapat diyakini dan dipahami dengan benar melalui pendidikan, baik dalam keluarga, masyarakat maupun sekolah.

Oleh karena itu, mendapatkan pendidikan merupakan hak asasi bagi semua manusia tanpa kecuali.

Pendidikan merupakan masalah yang fundamental dalam Islam, al-Qur'an menganggap orang yang berpendidikanlah yang mendatangkan cinta kepada Allah, kesejahteraan dan kedamaian dunia. Pendidikan jugalah yang bisa membuka akal pikiran manusia terhadap kenyataan hidup dalam dunia ini dan terhadap hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan dengan sesama manusia. Karena itu pendidikan wajib hukumnya bagi setiap orang baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda. Nabi bersabda:

Artinya: “Menuntut Ilmu adalah wajib bagi setiap orang Islam (laki-laki maupun perempuan).” (H.R. Ibnu Majah) [8]

Pendidikan harus dimulai di lingkungan keluarga sejak dini dengan menanamkan nilai-nilai moral agar anak mempunyai kepribadian yang mulia setelah ia dewasa. Pendidikan juga dilakukan melalui lembaga formal seperti sekolah atau madarasah untuk menambah pengetahuan dan wawasan anak tentang masalah-masalah yang berkembang di masyarakat. Dengan pendidikan seorang anak diharapkan dapat menghadapi masalah-masalah kompleks yang sering terjadi dalam kehidupan manusia.

Oleh karena itu, pendidikan wajib diberikan kepada setiap manusia tanpa memandang jenis kelamin, warna kulit dan bahasa. Dengan demikian adat budaya kita yang memandang bahwa perempuan tidak perlu mendapatkan pendidikan jelas merupakan kesalahan yang fatal karena sebenarnya perempuanlah yang harus lebih banyak mendapatkan pendidikan karena akan menjadi seorang ibu yang wajib mendidik anak-anaknya. Apa jadinya generasi muda bila pendidik utamanya sendiri tidak berpendidikan, maka dapat dibayangkan generasi muda sebagai penerus bangsa nantinya juga akan mempunyai pendidikan yang rendah.

Demikianlah ajaran agama mengenai keadilan dalam mendapatkan pendidikan yang merupakan hak asasi setiap manusia, tidak memandang jenis kelamin, warna kulit dan bahasa. Semuanya berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan harapan dan kemampuannya.

Dari keseluruhan pembahasan di atas jelaslah bahwa memberikan kesadaran kepada setiap manusia mengenai hak asasi manusia harus diterapkan melalui pendidikan khususnya pendidikan sosial, karena dengan pendidikanlah manusia dapat mencapai derajat yang tinggi dan mampu menghormati perbedaan-perbedaan yang ada di antara masyarakat Indonesia. Pendidikan ini harus dimulai sejak anak masih kecil yaitu dalam lingkungan keluarga dengan menanamkan nilai-nilai moral yang tinggi agar anak mempunyai kepribadian yang luhur sehingga dapat menghargai dan menghormati orang lain sebagai eksistensi hidup di dunia.

B.     Pendidikan Sosial dalam Islam

Seperti yang sering disebutkan di atas bahwa umat manusia yang bertebaran di muka bumi ini terdiri dari berbagai suku, bahasa, bangsa yang bermacam-macam warna kulitnya, beraneka ragam bahasa dan kebudayaannya serta berlainan adat istiadatnya. Namun meskipun demikian, mereka tetap merupakan satu kesatuan umat, satu keluarga besar manusia yang dilahirkan dari satu nenek moyang yakni Adam dan Hawa dan dengan fungsi yang satu pula, sebagai khalifah Allah di bumi untuk melaksanakan pengabdian kepada-Nya dan pengemban amanat-Nya. Allah berfirman:

Artinya: “Hai manusia, bertakwalah kamu kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu dari satu diri (Adam) lalu ia jadikan daripadanya isterinya (Hawa), kemudian dikembangkan dari keduanya laki-laki dan perempuan yang sangat banyak.”  (QS. An-Nisa: 1) [9]

Karena umat manusia ini merupakan satu kesatuan, maka ajaran Islam telah meletakkan dasar-dasar kemanusiaan yang universal, antara lain: persamaan, kemerdekaan, persatuan, persaudaraan, kasih sayang, gotong royong, pertanggungjawaban bersama, keseimbangan dalam tanggung jawab, kewajiban hak antara individu dan masyarakat, serta keadilan sosial yang merata. Islam menentang diskriminasi dan kasta-kasta yang akan melahirkan sifat-sifat egoisme, firaunisme, sukuisme dan kolonialisme dalam kehidupan manusia. Karena sifat-sifat tersebut hanya akan mengakibatkan pertentangan, ketegangan, perbudakan, dan berbagai macam eksploitasi yang dilakukan seseorang atau kelompok yang menganggap dirinya kuat terhadap seseorang atau kelompok yang dipandang lemah, yang akhirnya orang yang lemah akan selalu menjadi sasaran penindasan, penjajahan, perkosaan dan penindasan dari orang-orang yang kuat.[10]

Untuk menghindari sifat-sifat seperti itu, maka sosialisasi hak asasi manusia melalui pendidikan sekolah maupun luar sekolah (tim keluarga, lingkungan dan masyarakat) sangat dibutuhkan demi tegaknya keadilan di segala aspek kehidupan baik ekonomi, sosial, politik, maupun agama.

Pendidikan sosial ini ditujukan bagi setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar, tua maupun muda, karena realitas yang sering terjadi di masyarakat dari masa ke masa selalu berubah seiring dengan perubahan zaman.

Pendidikan sosial ini meliputi:

1.    Mengembangkan sikap kasih sayang dan persaudaraan.

Pada dasarnya semua manusia itu baik, mendambakan kasih sayang dan cinta, karena sesungguhnya ia tercipta melalui jalan cinta yang penuh dengan kasih sayang oleh Dzat yang Maha Rahman dan Rahim, tetapi lingkungan dimana ia tinggal bisa menentukan apakah seorang manusia bisa bertahan dengan sifat baiknya ataukah berubah menjadi tidak baik.

Kasih sayang adalah suatu kelembutan di dalam hati, perasaan halus di dalam hati nurani dan suatu ketajaman perasaan yang mengarah pada perlakuan lemah lembut terhadap orang lain, keturutsertaan di dalam merasakan kepedihan, belas kasih terhadap mereka dan upaya menghapus air mata kesedihan dan penderitaan.[11]

Abdurrasyid Ridha mengartikan kasih sayang sebagai suatu sikap yang bisa berbentuk ketegasan dan kekerasan terhadap ketidakadilan, pengkhianatan, kedzaliman, penindasan, pengingkaran kepada prinsip-prinsip kebenaran.[12]

Rasulullah telah menjadikan kasih sayang manusia dengan sesama mereka sebagai jalan untuk mendapatkan kasih sayang Allah kepada mereka, sebagaimana hadis Nabi yang berbunyi:

Artinya: “Orang-orang yang mengasihi akan dikasihi oleh Yang Maha Pengasih. Kasihilah oleh kalian siapa yang ada di bumi niscaya kalian akan dikasihi oleh Siapa Yang ada di langit.”(H.R. Turmudzi) [13]

Allah berfirman:

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imran: 159) [14]


Ayat tersebut menjelaskan bahwa kita sebagai umat Islam dianjurkan untuk berlaku lemah lembut dalam bergaul dengan siapa saja, agar kita bisa diterima ditengah-tengah masyarakat dengan baik karena bila kita berlaku kasar, maka kita tidak akan diterima baik dalam kehidupan masyarakat kita.

Sebagai seorang Muslim, seyogyanyalah apabila kita selalu menyebarkan rasa kasih sayang kepada setiap orang dalam lingkup yang luas. Tidak terbatas pada keluarga, sahabat atau saudaranya saja, bahkan mencakup segenap umat manusia, petunjuk Allah dan bimbingan Nabi sendiri merupakan rahmat bagi seluruh alam.

Nabi bersabda:

Artinya: “Barangsiapa yang tidak mengasihi manusia maka Allah tidak akan mengasihinya.” [15]

Artinya: “Bukan termasuk golonganku siapa yang tidak mengasihi anak kecil kami, memuliakan orang besar kami.” [16]

Dari hadis tersebut dapat dipahami bahwa berkasih sayang antar sesama manusia harus terdapat keseimbangan yakni orang yang lebih muda harus menghormati yang lebih tua dan sebaliknya orang yang lebih tua harus mengasih orang yang lebih muda. Bila hubungan timbal balik tersebut dapat dipraktekkan dalam pergaulan sehari-hari, maka kehidupan ini akan terasa aman, tenteram dan damai dengan rasa saling mengasihi antar sesama manusia.

Memang menumbuhkan sikap kasih sayang pada setiap manusia tidak bisa langsung begitu saja tumbuh di hati setiap orang, sebaiknya sikap kasih sayang ini dikembangkan melalui proses pendidikan, sejak anak lahir hingga dewasa, agar sikap tersebut tumbuh dan berkembang secara wajar sehingga sudah menjadi sifat yang sudah mendarah daging.

Kasih sayang termasuk salah satu sifat dasar yang sangat menentukan setiap perilaku manusia dalam kehidupan sosial maka pendidikan sikap kasih sayang perlu ditanamkan sedini mungkin pada diri anak[17] baik dalam keluarga, sekolah maupun dalam masyarakat. Begitu pula halnya dengan rasa persaudaraan, harus ditumbuhkan sedini mungkin kepada setiap anak agar dapat membentuk pribadi yang mampu menjalin hubungan persaudaraan yang baik dengan sesama manusia.

Persaudaraan adalah ikatan kejiwaan yang mengisi perasaan mendalam tentang kasih sayang, kecintaan dan penghormatan terhadap setiap orang yang diikat oleh perjanjian-perjanjian akidah Islamiah, keimanan dan ketakwaan. Rasa persaudaraan yang benar ini akan melahirkan perasaan-perasaan mulia dalam jiwa manusia untuk membentuk sikap-sikap positif seperti saling menolong, menghormati orang lain, saling mengasihi, saling menjaga dan menghormati hak-hak asasi orang lain serta menjauhi sikap-sikap negatif seperti menjauhi setiap hal yang membahayakan manusia di dalam diri, harta dan kehormatan mereka.[18]

Menumbuhkan rasa persaudaraan pada jiwa anak sebaiknya dilakukan lewat jalur pendidikan yang dilakukan sejak anak masih diasuh oleh kedua orang tuanya di rumah, lebih-lebih ketika anak mengenal teman-teman bermainnya karena bagi anak, bermain merupakan proses pengenalan diri terhadap lingkungannya dan proses kelangsungan pendidikan rasa persaudaraan baginya.

Muhammad Jamaludin al-Qasimiy seperti yang dikutip oleh Mahjudin menyatakan, bahwa keberhasilan dalam pendidikan rasa persaudaraan bila terjadi pada diri manusia sifat-sifat yang sangat menaruh perhatian terhadap orang yang dianggapnya bersahabat, yang indikasinya sebagai berikut:

a.    saling membantu dan saling memberikan hak-hak dalam pemilikan harta benda
b.    saling memberikan pertolongan moral dan saling menjaga ketersinggungan perasaan, baik melalui tutur kata maupun dengan perilaku
c.    menghindari sikap dan perilaku yang saling memberatkan dan mempersulit kedua belah pihak yang menjalin hubungan persaudaraan
d.   saling mengikhlaskan suatu bantuan atau pemberian
e.    saling mendoakan dengan sesamanya, baik ketika sehat, sakit maupun ketika ada yang meninggal dunia di antara mereka.[19]

Dari penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan rasa persaudaraan, terwujudnya sikap dan perasaan bersaudara dengan orang lain dan terciptanya ikatan batin dengan orang yang dijadikan saudara, sehingga potensi jiwa yang sering menimbulkan permusuhan dengan orang lain tidak pernah muncul. Bila seluruh masyarakat telah dihiasi dengan jiwa persaudaraan yang penuh kasih sayang, maka akan terwujudlah suatu keadaan masyarakat yang damai dan bahagia baik lahir maupun batin.

2.    Mengembangkan Sikap Gotong Royong dan Tolong Menolong

Manusia memiliki fitrah sosial sebagai potensi kejiwaan yang selalu cenderung melakukan hubungan sosial atau berinteraksi dengan orang lain dalam segala macam bentuknya, karena tanpa ada hubungan dengan bantuan orang lain, manusia tidak akan bisa hidup di dunia ini dengan baik. salah satu bentuk hubungan antara sesama manusia adalah bergotong royong dan saling menolong.

Agama Islam sangat menganjurkan setiap manusia untuk bergotong royong dan tolong menolong, tetapi sebatas pada hal-hal yang menuju kebaikan. Allah berfirman:

Artinya: “Tolong menolonglah kamu sekalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah: 2) [20]

Dan harus diketahui bahwa Islam menyuruh umatnya untuk tolong menolong dan bergotong royong dengan semua masyarakat dengan tidak membedakan golongan. Bahkan dengan orang yang tidak seagamapun, Islam menganjurkan untuk bergotong royong dan tolong menolong, selama hal itu bukan menyangkut masalah akidah (tauhid) atau kepercayaan dan tidak menimbulkan kejelekan.

Tolong menolong ada dua macam, yakni tolong menolong yang merupakan uluran tangan dalam bentuk kebendaan dengan jalan memberikan bantuan kepada siapa saja yang membutuhkan untuk mempertahankan dan meringankan beban hidup, meringankan penderitaan orang yang menderita, menentramkan orang yang takut serta menegakkan kepentingan-kepentingan umum dalam masyarakat.

Yang kedua adalah tolong menolong dalam bentuk spiritual yakni untuk berbuat baik dan takwa, tolong menolong memberikan tuntunan dan bimbingan atau pengajaran melalui jalan memberikan petunjuk kepada masyarakat untuk melakukan kebaikan dan menolak kejahatan. Bila kehidupan kita ini telah diliputi suasana tolong menolong, maka masyarakat akan merasakan tanggung jawab bersama dan akan terdorong untuk mencapai kemajuan, mengatasi kesukaran-kesukaran dalam kehidupan masyarakat.[21]

Untuk membentuk pribadi manusia yang mempunyai sikap suka menolong dan senang bergotong-royong perlu ditanamkan melalui pendidikan yang lebih dahulu dilakukan dalam lingkup yang kecil, yaitu keluarga, bila dalam sebuah keluarga seudah dibiasakan untuk selalu hidup dengan saling gotong royong dan tolong menolong, maka dalam pergaulan pada lingkup yang lebih luas pun seorang anak akan terbiasa untuk mengembangkan kehidupan yang saling tolong menolong antara sesama anggota masyarakat.

Potensi rasa kegotong-royongan dan saling menolong harus dididik dengan penanaman rasa kepekaan terhadap lingkungan sosial, dengan tujuan untuk membantu mengatasi persoalan yang dihadapi orang lain, agar tercipta ketenangan batin. Setelah melakukan pertolongan kepada orang lain yang berarti perasaan tersebut sudah tertanam dalam hatinya sehingga sudah merupakan bagian dari hidupnya.

Marilah kita pupuk dan kita suburkan jiwa dan rasa tolong menolong terhadap sesama hamba Allah, dan selanjutnya kita terapkan, kita laksanakan tolong menolong dalam keluarga kita, kepada tetangga kita dan dalam lingkungan masyarakat, agar tercipta suasana yang damai, tenteram dan penuh rasa kebahagiaan. Karena dengan berkembangnya sikap saling gotong royong dan tolong menolong dalam masyarakat kita, maka tidak akan ada lagi orang yang merugikan orang lain, orang yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri, dan orang yang menghancurkan kehidupan orang lain.

3.    Mengembangkan Sikap Saling Menghargai Pendapat Orang Lain

Menghargai pendapat orang lain adalah perbuatan yang sangat mudah dilakukan tetapi sering dilupakan  oleh sebagian orang, mereka tidak menaruh perhatian kepada orang yang mengemukakan pendapat sebesar perhatiannya kepada pendapatnya sendiri. Hal ini merupakan perbuatan yang salah dan keliru, karena setiap orang pasti menginginkan pendapatnya didengar dan dihormati walaupun mungkin pendapat tersebut kurang sesuai dengan yang diharapkan.

Salah satu bentuk menghargai pendapat orang lain adalah mendengarkan apabila dia bicara dan memberikan nasihat apabila dia meminta nasihat.

Mendengarkan bukanlah hal yang sulit, melainkan suatu kecakapan sederhana yang bersandar pada pemberian kesempatan kepada pihak lain untuk mengemukakan pikirannya. Kecakapan ini bersandar pada keinginan untuk menjaga lidah dan tidak memotong pembicaraan pihak lain sampai mereka menyelesaikan  pembicaraannya.[22] Hal ini tidak saja dilakukan dalam acara-acara resmi seperti rapat, musyarawah, seminar dan sebagainya, tetapi dalam praktek kehidupan sehari-hari pun kecakapan seperti ini harus dilakukan bahkan lebih diutamakan karena biasanya, bila seseorang tidak dihargai pendapat dan perkataannya maka ia akan marah dan bisa jadi akan menimbulkan hal-hal yang buruk seperti pertengkaran dan lain-lain.

Mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain harus dilakukan walaupun pendapat tersebut tidak sesuai dengan pendapat kita, dan kitapun tidak harus mengikuti pendapatnya tersebut. Karena apabila ada dua orang atau lebih berkumpul dan bertukar pikiran maka pasti akan terdapat perbedaan pendapat di antara mereka. Namun ini bukan berarti bahwa seorang manusia diharapkan berbeda dari manusia lainnya, karena, walaupun perbedaan adalah suatu yang nyata dalam kehidupan ini, tapi agama tidak menganjurkannya jika perbedaan itu mendorong kepada renggangnya persaudaraan dan hancurnya persatuan.[23]

Kemudian, bagaimana sikap kita bila terjadi perdebatan, maka yang harus dilakukan adalam memilih antara kedua pendapat yang berbeda. Salah satunya pasti ada yang terbaik. Apabila kita menganggap bahwa pendapat kita benar, sedangkan pendapat lawan bicara kita salah, maka kita harus menjelaskan pikiran kita secara rinci dan jelas dengan cara  yang baik. apabila lawan bicara kita tetap bersikeras dan memaksa kita untuk menerima pendapatnya, maka jalan terbaik untuk menghindari perdebatan adalah meninggalkannya.

Untuk membentuk sikap saling menghormati pendapat orang lain, harus dilakukan sejak anak masih kecil dalam kehidupan keluarga. Setiap anak harus dihormati dan dihargai perkataannya dan dididik untuk dapat menghargai pendapat orang lain seperti kakak atau adiknya. Bila dalam kehidupan keluarga, seorang anak sudah terbiasa dengan didikan seperti ini, maka dalam bergaul dengan teman-temannya di lingkungan tempat ia tinggalpun akan terbiasa menghargai pendapat orang lain dengan baik, bahkan dalam lingkup yang lebih luas sekalipun didikan tersebut akan  tetap melekat dan menjadi kepribadian yang santun.

Bila sikap saling menghargai pendapat orang lain selalu diterapkan dalam kehidupan masyarakat, maka perdebatan-perdebatan yang tidak perlu dan hanya menimbulkan pertengkaran dan perkelahian dalam masyarakat kita tidak akan terjadi, bahkan sebaliknya, yang timbul adalah sikap saling menyayangi dan menghormati antar sesama manusia dengan penuh kerukunan dan kedamaian. Adanya perbedaan dalam kehidupan masyarakat adalah hal yang wajar bahkan merupakan rahmat dari Allah SWT.

C.    Implementasi HAM pada Pendidikan Sosial

Pemahaman HAM mempunyai pengaruh yang terbesar terhadap perbuatan manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh sebab itu masalah HAM harus dipahami dengan baik oleh setiap manusia.

Dengan pemahaman HAM yang baik, setiap manusia akan dapat menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dengan tidak memandang perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam masyarakat. Salah satu cara memahamkan manusia tentang HAM adalah melalui pendidikan sosial, baik pendidikan sosial dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah.

1.    Implementasi HAM pada Tujuan Pendidikan Sosial

Pendidikan nasional, seperti yang tercantum dalam UUSPN No.2 tahun 1989 yaitu bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dari tujuan pendidikan nasional tersebut, tujuan pendidikan sosial sudah tercantum di dalamnya yaitu membentuk manusia yang berbudi pekerti luhur, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, mempunyai kepribadian yang mantap dan mandiri dan rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Secara umum, tujuan pendidikan sosial adalah membentuk manusia (peserta didik) yang berkepribadian mulia sehingga dapat berinteraksi dengan masyarakat secara baik dan berpartisipasi dalam membangun bangsa.

Dengan demikian, tujuan dari implementasi HAM pada pendidikan sosial adalah untuk memberikan pengetahuan yang seluas-luasnya kepada peserta didik mengenai segala hal yang berkaitan dengan HAM. Dengan harapan manusia dapat menyadari hak-hak asasinya tanpa meninggalkan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakannya serta dapat menghormati dan memuliakan hak-hak asasi manusia lain sebagai eksistensi hidup di dunia.

2.    Materi Pendidikan Sosial

Beberapa usaha yang dilakukan oleh pendidik dalam memberikan pendidikan sosial terutama dalam memberikan pemahaman mengenai HAM tidak dapat lepas dari maksud dan tujuan yang telah diuraikan di atas. Oleh karena itu, pendidikan sosial harus dilakukan sejak anak masih kecil yaitu dalam lingkungan keluarga.

Usaha-usaha yang dapat dilakukan di dalam keluarga untuk memberikan pemahaman tentang HAM ini antara lain:

a.       Membiasakan anak untuk selalu disiplin dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari sehingga anak mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap kewajibannya.

b.      Mengajarkan anak agar bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

c.       Anak dibiasakan untuk menahan diri dan belajar mengekang keinginan dan kehendaknya, melatih diri kepada kebiasaan bekerja sama dan tolong menolong dengan anggota keluarganya.[24]

d.      Membiasakan anak untuk selalu menghormati dan menyayangi anggota keluarga yang lain, yang kecil menghormati yang besar dan sebaliknya yang besar menyayangi yang kecil.

e.       Mengajarkan anak untuk dapat menghormati dan menghargai pendapat orang lain walaupun pendapat tersebut dari orang yang lebih muda.

f.       Membiasakan anak untuk selalu melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai anggota masyarakat dan memberikan hak-hak yang patut diterimanya.

Kebiasaan-kebiasaan baik tersebut seharusnya makin lama makin disadari oleh anak sendiri, sehingga anak mempunyai sifat yang mulia dengan mematuhi perintah dan larangan orang tuanya dan juga patuh pada peraturan rumah tangga. Hal itu penting benar artinya bagi hidup anak tersebut di dalam masyarakatnya.

Selain dalam lingkungan keluarga, pendidikan sosial juga dilakukan dalam lingkungan sekolah. adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan di sekolah dalam menanamkan nilai-nilai kemanusiaan melalui pendidikan sosial dilakukan dengan dua cara yaitu secara praktis dan teoritis.

a.    Secara praktis, antara lain:

1)      Siswa dibiasakan datang dan pergi ke sekolah tepat pada waktunya, masuk dan ke luar sekolah pada waktunya pula.

2)      Siswa harus diajar bekerja secara teratur, baik bekerja perorangan maupun bekerja kelompok. Dalam hal ini, perasaan tanggung jawab pada anak-anak itu harus dipupuk.

3)      Siswa dibiasakan melakukan segala sesuatu di sekolah menurut peraturan-peraturan yang berlaku di sekolah agar anak dapat menuruti peraturan-peraturan yang berlaku di masyarakat.

4)      Siswa diajar bergaul dan menyesuaikan diri dengan siswa-siswa lain di sekolah, bekerja sama dengan saling membantu.[25]

5)      Siswa dibiasakan untuk saling menghormati dan saling menyayangi dan diajarkan untuk tidak membeda-bedakan antara teman yang satu dengan teman yang lain.

b.    Secara teoritis dengan melalui beberapa mata pelajaran, seperti:

1)      IPS

Dengan pelajaran IPS, siswa dibimbing untuk menjadi manusia yang dapat hidup di tengah-tengah masyarakat yang baik dan dapat berpartisipasi aktif dalam mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Dengan pelajaran IPS siswa dibina untuk memahami, menghargai dan menghayati adanya keanekaragaman dan kesamaan kultural antar kelompok maupun individu.

2)      PPKn

Pelajaran Pancasila dan kewarganegaraan membimbing siswa untuk dapat menjadi warga negara yang baik, sesuai dengan aturan-aturan yang terdapat dalam Pancasila dan UUD’45, dapat memahami dan menghargai perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat, dapat menyeimbangkan antara hal dan kewajiban dalam masyarakat dimana ia tinggal.

3)      Sejarah

Melalui pelajaran sejarah, siswa diajak untuk kembali mengingat peristiwa-peristiwa yang telah lalu dengan mengambil kebaikan-kebaikannya dan meninggalkan kejelekannya.

4)      Bahasa

Dari pelajaran bahasa, siswa belajar menyadari arti dan pentingnya bahasa nasional. Selain itu, siswa juga dididik untuk dapat menghormati dan menghargai semua bahasa daerah sebagai salah satu kekayaan bangsa.

Dengan kata lain, semua mata pelajaran di sekolah dapat digunakan sebagai alat untuk mendidik siswa dari segi sosial, asalkan guru dapat menyampaikan pelajaran tersebut dengan baik dan dapat mengembangkannya seluas mungkin.

c.    Metode Pengajaran Pendidikan Sosial

Untuk dapat memperoleh hasil pengajaran yang baik dibutuhkan metode pengajaran yang sesuai dengan materi pelajaran yang akan diberikan.

Untuk itu, beberapa metode yang penulis anggap tepat dan sesuai dengan materi pendidikan sosial dalam mengembangkan kepribadian siswa yang mulia adalah:

1)      Metode Pengaruh dan Keteladanan (Uswatun Hasanah)

Pemberian teladan yang baik merupakan salah satu metode mengajar yang sangat berpengaruh terhadap kepribadian anak, karena anak akan selalu memperhatikan setiap perkataan dan perbuatan yang dilakukan oleh orang dewasa apalagi orang dewasa tersebut adalah pendidiknya. Oleh sebab itu, setiap pendidik harus mempunyai tingkah laku yang mulia sesuai dengan apa yang pernah dikatakannya akan berdampak negatif apabila seorang pendidik mengajarkan berbuat baik sedangkan ia sendiri tidak melaksanakannya. Hal ini akan merusak kepribadian anak didik, karena pendidik ibarat cermin bagi anak didik yang akan ditiru setiap perbuatannya.

Di samping itu, pergaulan mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkah laku anak. Pergaulan kadang-kadang membentuk seseorang menjadi manusia yang shaleh, dan tak jarang pula pergaulan dapat merusak diri anak didik bila pergaulan tersebut dilakukan dengan orang-orang jahat. Karena itu, pendidik terutama orang tua harus dapat mengarahkan pergaulan anak dengan siapa ia berteman dan dimana ia bermain, agar anak tidak terjerumus dalam pergaulan yang tidak baik.

Salah satu ayat al-Qur’an yang menekankan pentingnya teladan dan pergaulan serta persahabatan yang baik ini adalah dijelaskan dalam firman Allah yang berbunyi:

Artinya: “Dan mereka (orang kafir) berkata: Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan yang benar. Ya Tuhan kami, berlah kepada mereka adzab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar”. (Q.S. Al-Ahzab: 67 – 68)[26]

Ayat ini menjelaskan bahwa manusia menjadi kafir karena terpengaruh pada orang-orang yang dianggap lebih besar dan pintar yang ternyata menjerumuskan mereka ke jalan yang sesat. Oleh sebab itu, metode pengaruh dan uswatun hasanah adalah metode yang baik dalam membentuk jiwa dan kepribadian anak dari segi sosial.

2)      Metode Pemberian Peringatan, Perintah Berbuat Baik dan Nasihat-Menasihati.

Di antara metode pengajaran yang sesuai dengan materi pendidikan sosial adalah mengharuskan sebagian anggota masyarakat menjadi contoh atau mendidik sebagian yang lain. Hal ini ditekankan karena pentingnya peringatan, amar makruf nahi munkar dan nasihat-menasihati dalam menaati kebenaran. Maka dari itu, kita semua disetiap saat adalah sebagai pendidik juga sebagai peserta didik. Sebagian di antara kita membutuhkan sebagian yang lain, yang kecil belajar dari yang besar, demikian pula sebaliknya.

Allah SWT berfirman:

Artinya: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S. Ad-Dzariyat: 55)[27]

Mengajarkan kebaikan dan kebenaran serta mengajak melaksanakannya, memberi peringatan, melarang mengerjakan kejelekan dan kejahatan adalah metode pendidikan sosial yang dibutuhkan oleh masyarakat sekarang ini.

3)      Metode Historis

Metode pengajaran historis sering digunakan oleh para pendidik dalam menggugah emosional anak untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik melalui cerita-cerita orang terdahulu, apalagi bila cerita tersebut benar-benar dapat menyentuh hati nurani anak yang peka.

Dalam cerita terhadap pendidikan dan sasaran moral yang kadang-kadang bisa menyentuh hati seseorang yang paling dalam sehingga menggugah, merangsang dan mendorong dia untuk mengerjakan kebaikan dan meninggalkan perbuatan-perbuatan tercela.

Allah SWT menjelaskan dalam firmannya yang berbunyi:

Artinya: ”Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal …” (Q.S. Yusuf: 44)[28]

Al-Qur'an datang dengan membawa cerita-cerita kependidikan yang sangat berguna bagi pembinaan akhlak dan rohani manusia. Sebagai contoh adalah dalam surat al-Maidah terdapat kisah dua anak Adam, Qabil dan Habil. Kisah tersebut menggambarkan sifat hasud, dengki dan suka memusuhi yang dimiliki Qabil. Di samping itu juga rasa kasih sayang, belas kasih dan toleransi yang dimiliki Habil. Kisah ini diakhiri dengan gambaran betapa rendah dan hinanya orang yang hasud sehingga ia benar-benar malu pada seekor burung gagak.

Contoh dari Al-Qur'an tersebut menguatkan pentingnya pemberian cerita-cerita untuk menggugah anak meniru kebaikan-kebaikan yang terdapat di dalamnya dan meninggalkan sifat-sifat jelek dari cerita tersebut.

Tetapi, metode ini menuntut kemampuan pendidik dalam merangsang hati nurani anak agar dapat menerima pesan yang dimaksudkan pendidik harus benar-benar mampu menyentuh emosi anak sehingga anak akan mengambil manfaat dari cerita-cerita yang disampaikan.


4)      Metode Pemberian Nasehat

Metode ini penting diberikan kepada anak karena anak mempunyai jiwa yang masih labil dan mudah dipengaruhi oleh orang lain. Untuk mengarahkan anak kepada perbuatan-perbuatan yang baik diperlukan nasihat dari orang dewasa. Bila anak berbuat salah maka ia harus diberi nasehat dan pengarahan agar ia menyadari kesalahan itu dan tidak akan mengulanginya lagi.

Allah SWT berfirman:

Artinya: “Hai Anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang munkar…”(Q.S. Luqman: 17)[29]

Memberi nasehat kepada anak harus dilakukan dengan halus, lembut dan penuh kasih sayang agar anak bisa meresapinya dengan baik sehingga bisa berpengaruh besar terhadap perubahan tingkah laku anak. Apabila nasehat diberikan secara kasar, maka yang akan timbul di hati anak adalah rasa takut dan bila anak melakukan perubahan tingkah laku, itu akan dilakukan karena rasa takut, bukannya kesadaran dari hati. Jika hal ini terjadi, anak akan mengulangi kesalahan tersebut bila rasa takut hilang atau berkurang.

Beberapa metode yang telah dijelaskan tersebut dapat dikembangkan oleh pendidik sesuai dengan situasi dan obyek yang dihadapi. Metode-metode tersebut hanyalah sebagai alat yang digunakan untuk menyampaikan pendidikan sosial, sedangkan inti dari semuanya adalah pendidik itu sendiri, sejauh mana pendidik dapat menggunakan metode-metode tersebut dengan tepat akan berpengaruh pada hasil yang diharapkan yaitu terbentuknya kepribadian anak yang mulia sehingga dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan dimana ia berada dan dapat menggunakan hak dan menjalankan kewajibannya dengan baik.

[1] Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi – Asas Pandangan Dunia Islam, Mizan, Jakarta, 199  , hlm.43.
[2] Kurshid Ahmad, Khurram Murad, dkk., Islam, Sifat, Prinsip dasar dan Jalan Menuju Kebenaran, Sri Gunting, Jakarta, 1995, hlm. 99.
[3] Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H., Op.Cit., hlm. 904.
[4] Murtadha Muthahhari, Op.Cit., hlm. 54 – 58.
[5] Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H., Op.Cit., hlm. 128.
[6] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Mizan, Jakarta, 1998, hlm. 284.
[7] Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H., Op.Cit., hlm. 63
[8] Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al Qozwaininah, Sunan Ibnu Majah, Juz I, Darul Fikr, Bairut, t.th., hlm. 87.
[9] Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H., al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemahan al-Qur’an, Departemen Agama RI, Jakarta, 1989, hlm. 114
[10] Farid Ma’ruf Noor, Islam Jalan Hidup Lurus, Bina Ilmu, Surabaya, 1983, hlm. 177.
[11] Dr. Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, CV, Asy Siyfa’, Semarang, 1981, hlm. 400
[12] Abdurrasyid Ridha, Memasuki Makna Cinta, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000, hlm. 97.
[13] Imam Turmudzi, Jamius Shohih, Juz IV, Darul Kutub al-Alamiah, Beirut, t.th., hlm. 285.
[14] Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H., Op.Cit., hlm. 103.
[15] Imam Turmudzi, Op.Cit., hlm. 284.
[16] Ibid.
[17] Drs. Mahjuddin, Pendidikan Hati – Kajian Tasawuf Amali, Kalam Mulia, Jakarta, 2000, hlm. 55.
[18] Dr. Abdullah Nasih Ulwan, Op.Cit., hlm. 395
[19] Drs. Mahjuddin, Op.Cit., hlm. 56.
[20] Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H., Op.Cit., hlm. 157.
[21] Muhammad al-Ghazali, Akhlaq Seorang Muslim, Wicaksono, Semarang, 1986, hlm.348.
[22]
[23] Ibid., hlm. 141
[24] Drs. M. Ngalim Purwanto, MP., Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Rosda Karya, Bandung, 2000, hlm. 172.
[25] Ibid., hlm. 173
[26] Prof. R.H.A. Soenarjo, SH., Op.cit., hlm. 680.
[27] Ibid., hlm. 862.
[28] Ibid., hlm. 366.
[29] Ibid., hlm. 655