1. Pengertian Perilaku
Dari berbagai sudut pandang para ahli mengartikan perilaku secara berbeda-beda, sebagai berikut :
Dari berbagai sudut pandang para ahli mengartikan perilaku secara berbeda-beda, sebagai berikut :
- Dalam Kamus Bahasa Indonesia, oleh tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, dikatakan bahwa perilaku adalah “tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan”.[1]
- Hasan Langgulung, perilaku adalah “segala aktivitas seseorang yang dapat diamati”.[2]
- Menurut Lewin, perilaku manusia harus dilihat dari konteksnya. Dari fisika, Lewin meminjam konsep medan (tidd) untuk menunjukan totalitas gaya yang mempengaruhinya seseorang pada saat tertentu. Perilaku manusia bukan sekedar respon pada stimuli tetapi produk berbagai gaya yang mempengaruhinya spontan. Lewin menyebut seluruh gaya psikologis yang mempengaruhi manusia sebagai ruang hayat (life space). Ruang hayat terdiri dari tujuan dan kebutuhan individu, semua faktor yang disadarinya dan kesadaran diri. Behaviour (perilaku) adalah : ”hasil interaksi antara person (pribadi) dengan environment (lingkungan) psikologinya”.[3]
- Talcott Parsons, sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekamto, persons menamakan perilaku sebagai totalitas dari gerak motorik, persepsi dan fungsi kognitif dari manusia.[4] Namun menurutnya perilaku ini merupakan suatu sistem barangkali yang disebut “cybernetic order” (hirarki pengaturan) yang bermuara pada “perilaku nyata manusia sebagai sub terakhir dari rangkaian sistem”.[5]
Dari berbagai batasan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa “perilaku” merupakan reaksi total individu terhadap rangsang atau stimuli (situasi) dari luar, yang terwujud dalam gerak nyata yang dapat diamati.
2. Aspek Perilaku
Aspek perilaku (akhlak) sangat penting artinya karena kesempurnaan iman seseorang diantaranya ditentukan oleh baik buruknya akhlak seseorang. Akhlak (perilaku) yang dimaksud adalah perilaku keagamaan karena pada dasarnya yang dapat diamati dari akhlak seseorang adalah gejala yang tampak yaitu dalam bentuk perilaku. Orang yang bisa saja berperilaku keagamaan yang baik namun sebenarnya hanya berpura-pura belaka untuk suatu niatan yang kurang baik. Hal ini merupakan suatu tindakan atau bisa dikatakan contoh yang kurang baik.
Hal ini merupakan contoh yang tidak Islami. Islam menghendaki kesatuan antara iman dengan perbuatan sebagaimana Hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :
Artinya : “Orang mukmin yang paling baik (sempurna) imannya adalah orang yang paling baik budi pekertinya.” (HR. Ahmad)
Diantara akhlak yang dapat menghasilkan perilaku (keagamaan) yang Islami adalah :
a) Aspek perilaku (akhlak) terhadap Allah.
b) Aspek perilaku (akhlak) terhadap diri sendiri.
c) Aspek perilaku (akhlak) terhadap lingkungan, baik antara sesamanya maupun lingkungan flora dan fauna.[7]
Ketiga aspek perilaku (akhlak) di atas merupakan beban tanggung jawab manusia, yaitu manusia diciptakan untuk membentuk masyarakat manusia yang saling kenal mengenal, hormat menghormati dan tolong menolong antara satu dengan yang lain dalam rangka menunaikan tugas kekholifahannya. Sebagai individu dan kelompok dalam suatu tatanan masyarakat manusia masing-masing diberi kesempatan untuk meraih prestasi kerja dalam menunaikan tanggung jawab kekholifahan. Dengan kesempatan berkompetensi secara sehat justru akan lebih meningkatkan peradaban umat manusia sekaligus meningkatkan daya guna alam dan isinya yang memang disediakan Allah SWT. Bagi kehidupan manusia itu sendiri. Dari tujuan diciptakannya manusia tersebut maka secara tersirat dan tersurat terdapat beban dan tanggung jawab yang dipikul pada manusia itu, sehingga dari beban dan tanggung jawab itu bisa dirinci menjadi tanggung jawab terhadap lingkungan, serta tanggung jawab terhadap diri sendiri. Semua kegiatan yang terkait dengan tanggung jawab ini pada hakekatnya termasuk ibadah.
[1]Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op. Cit, hal. 755.
[2]Hasan Langgung, Beberapa Pemikiran Tantang Pendidikan Islam, Al-Ma’arif, Bandung, 1980, hal. 139.
[3]Tim Penyusun MKDK IKIP Semarang, Psikologi Belajar, Institut Kejuruan dan Ilmu Pendidikan, Semarang, 1988, hal. 46.
[4]Soejono Soekamto, Toeri Sosiologi Tentang Pribadi dalam Masyarakat, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hal. 72.
[5]Ibid, hal. 73.
[6]Nadjih Ahjad, Terjemah Al-Jami’us Shaggier, Surabaya, 1995, hal. 407.
[7]Ahmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Aditya, t.th, hal. 83.
2. Aspek Perilaku
Aspek perilaku (akhlak) sangat penting artinya karena kesempurnaan iman seseorang diantaranya ditentukan oleh baik buruknya akhlak seseorang. Akhlak (perilaku) yang dimaksud adalah perilaku keagamaan karena pada dasarnya yang dapat diamati dari akhlak seseorang adalah gejala yang tampak yaitu dalam bentuk perilaku. Orang yang bisa saja berperilaku keagamaan yang baik namun sebenarnya hanya berpura-pura belaka untuk suatu niatan yang kurang baik. Hal ini merupakan suatu tindakan atau bisa dikatakan contoh yang kurang baik.
Hal ini merupakan contoh yang tidak Islami. Islam menghendaki kesatuan antara iman dengan perbuatan sebagaimana Hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :
اكمل المؤ منين إيمانا احسنهم خلقا (رواه أحمد)[6]
Artinya : “Orang mukmin yang paling baik (sempurna) imannya adalah orang yang paling baik budi pekertinya.” (HR. Ahmad)
Diantara akhlak yang dapat menghasilkan perilaku (keagamaan) yang Islami adalah :
a) Aspek perilaku (akhlak) terhadap Allah.
b) Aspek perilaku (akhlak) terhadap diri sendiri.
c) Aspek perilaku (akhlak) terhadap lingkungan, baik antara sesamanya maupun lingkungan flora dan fauna.[7]
Ketiga aspek perilaku (akhlak) di atas merupakan beban tanggung jawab manusia, yaitu manusia diciptakan untuk membentuk masyarakat manusia yang saling kenal mengenal, hormat menghormati dan tolong menolong antara satu dengan yang lain dalam rangka menunaikan tugas kekholifahannya. Sebagai individu dan kelompok dalam suatu tatanan masyarakat manusia masing-masing diberi kesempatan untuk meraih prestasi kerja dalam menunaikan tanggung jawab kekholifahan. Dengan kesempatan berkompetensi secara sehat justru akan lebih meningkatkan peradaban umat manusia sekaligus meningkatkan daya guna alam dan isinya yang memang disediakan Allah SWT. Bagi kehidupan manusia itu sendiri. Dari tujuan diciptakannya manusia tersebut maka secara tersirat dan tersurat terdapat beban dan tanggung jawab yang dipikul pada manusia itu, sehingga dari beban dan tanggung jawab itu bisa dirinci menjadi tanggung jawab terhadap lingkungan, serta tanggung jawab terhadap diri sendiri. Semua kegiatan yang terkait dengan tanggung jawab ini pada hakekatnya termasuk ibadah.
[1]Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op. Cit, hal. 755.
[2]Hasan Langgung, Beberapa Pemikiran Tantang Pendidikan Islam, Al-Ma’arif, Bandung, 1980, hal. 139.
[3]Tim Penyusun MKDK IKIP Semarang, Psikologi Belajar, Institut Kejuruan dan Ilmu Pendidikan, Semarang, 1988, hal. 46.
[4]Soejono Soekamto, Toeri Sosiologi Tentang Pribadi dalam Masyarakat, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hal. 72.
[5]Ibid, hal. 73.
[6]Nadjih Ahjad, Terjemah Al-Jami’us Shaggier, Surabaya, 1995, hal. 407.
[7]Ahmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Aditya, t.th, hal. 83.