Malam 1 Muharam 1437 H penulis menghadiri pengajian dalam rangka memperingati tahun baru Islam. Seperti tahun tahun sebelumnya, pengajian ini digelar selama dua minggu atau setengah bulan. Dan ini adalah malam pertama. Nah, di awal pembukaan pengajian yang pertama ini, Sang Mursyid sedikit memberikan hidangan ruhani bagi para pengikut tarekat atau jama'ahnya. Satu di antaranya adalah "Mati Suri Dalam Pandangan Ahli Tarekat".
Sejujurnya penulis bukan jama'ah dari pengajian tersebut. Apalagi kalau ada yang mengatakan bahwa, penulis adalah Ahli Tarekat, maka itu adalah Fitnah yang sangat kejam yang anda tujukan kepada penulis. Hal ini bukan berarti penulis tidak tertarik dengan Tarekat, Namun jauh dari apa yang penulis ketahui tentang tarekat, penulis sebenarnya sangat mengagumi ajaran-ajaran Tarekat yang pernah penulis baca dan dengar.
Lalu mengapa penulis tidak atau belum masuk dalam Jama'ah tersebut? Ini karena mengingat usia penulis yang masih jauh dari kata "mampu" dalam hal mengontrol diri, dan tentunya juga mengingat status penulis yang masih single. Mungkin menurut kita semua, sedini mungkin masuk dalam Jamaah Tarekat akan lebih baik ketimbang diusia yang telah lanjut. Sebab umur siapa yang tahu?. Namun setelah melewati banyak pertimbangan, penulis masih juga belum berani karena faktor-faktor yang lain.
Baiklah, Kita beralih pembicaraan dan masuk dalam kajian kita yang sebenarnya. Namun untuk melanjutkan pembicaraan kita, terlebih dahulu penulis ingin memberitahukan kepada teman-teman bahwa, dalam tulisan ini penulis membuat semacam rumusan masalah. Adapun rumusan tersebut adalah:
- Pengertian Tarekat atau Tariqah
- Mati Suri Dalam Pandangan Ahli Tariqah
Pengertian Tarekat atau Tariqah
Dalam website wikipedia dijelaskan, Tarekat berasal dari bahasa Arab, yakni " طرق " yang mengandung makna "metode/jalan". Sementara menurut arti yang lain, Tarekat adalah salah satu cabang dari ilmu atau aliran yang ada dalam paham tasawuf.
Yang dimaksud jalan atau metode di atas adalah: tata cara yang digunakan oleh para Ahli Tarekat di dalam mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Hal ini disebut juga dengan istilah lainnya sebagai Hablun Minallah.
Jumlah Tarekat yang ada di dunia ini banyak sekali. Mulai dari yang jumlah jama'ahnya besar hingga yang terkecil. Di Indonesia saja terdapat banyak sekali macam-macam Tarekat. Contohnya seperti Tarekat Naqsyabandiyah, Tarekat Rifa'iah, Tarekat Qadiriyah, Tarekat Al-Mu'tabarah, Dan lain-lain.
Dari banyaknya tarekat di atas bukan berarti mereka berbeda antara satu dengan yang lainnya. Mereka tetap sama, karena pada intinya, Tarekat yang mereka ikuti adalah jalan bagi diri mereka untuk Mendekatkan Diri Kepada Allah, atau dalam bahasa Arabnya Taqarrub Ilallah.
Mati Suri Dalam Pandangan Ahli Tarekat
Dalam acara pembuka Sang Mursyid menjelaskan, "orang tarekat adalah orang yang pandai berdzikir". Maksud dari kata pandai berdzikir ini adalah, orang-orang tarekat hendaklah senantiasa berdzikir kepada Allah. Menyebut Asma Allah.
Dimanapun ia berada, kapanpun mereka sadar (tidak tidur), maka bagi mereka dzikir termasuk dalam kategori ibadah yang hukumnya hampir mendekati wajib.
Lalu dimana letak mati surinya? o_O
Letak mati Suri para Ahli Thariqah terletak pada, tatkala mereka melantunkan bacaan-bacaan Dzikir, dalam ingatan mereka, dalam pandangan mereka, dalam pendengaran mereka, seluruhnya adalah Asma Allah. Mereka Mendengar apa yang tidak mereka dengar, mereka melihat apa yang sejatinya tidak mereka lihat, dan mereka merasakan apa yang sama sekali tidak dirasa. Hanya: Allah, Allah, Allah, dan Allah.
Sahabatku, kiranya cukup sampai di sini tulisan ini, semoga apa yang penulis sampaikan terkait "Mati Suri Dalam Pandangan Ahli Tarekat / Toriqoh" bisa menambah pengetahuan kita.