Kendala-Kendala Dalam Pembinaan Pondok Pesantren Melalui Pendidikan Ketrampilan

Dewasa ini pesantren memang sudah saatnya harus membuka mata untuk melihat dunia luas, perkembangan yang terjadi di luar dirinya harus diketahui dan diantisipasi, terutama ketika harus berbenturan. Keharusan ini meniscayakan kebutuhan pola kerja sama simbiosis-mutualisme, antara pesantren dengan institusi-institusi yang dianggap mampu memberikan kontribusi dan menciptakan nuansa transformatoris. Pola kerja sama ini dapat juga dilakukan dalam usaha pengembangan sumber daya pesantren agar dapat memberdayakan  diri dalam menghadapi tantangan kontemporer yang semakin kompleks. 

Dalam mengadakan pembinaan di pondok pesantren, tentunya selalu ada kendala-kendala yang dihadapi. Dan kendala tersebut tidaklah datang dari satu komponen saja, akan tetapi dari berbagai komponen yang ikut berpartisipasi dalam usaha pembinaan tersebut. Di antaranya meliputi :

1.    Tenaga pendidik

Kalau dikupas secara lebih luas, maka masa depan pesantren akan tergantung banyak kepada sikap para kyai dalam menghadapi tantangan-tantangan yang timbul sebagai akibat proses perkembangan masyarakat Indonesia dewasa ini. 
Kendala-Kendala Dalam Pembinaan Pondok Pesantren Melalui Pendidikan Ketrampilan
Kendala-Kendala Dalam Pembinaan Pondok Pesantren Melalui Pendidikan Ketrampilan
Meskipun pada mulanya pendidikan di pondok pesantren hanya mengajarkan agama semata, namun dalam perkembangan selanjutnya yaitu setelah diselenggarakan pendidikan umum dan pendidikan ketrampilan maka otomatis muncul adanya kekurangan tenaga pendidik yang terampil dalam bidangnya, lebih-lebih status pondok pesantren merupakan milik pribadi seorang kyai bukan oleh lembaga atau instansi, sehingga segala perencanaan dalam pelaksanaan, pembiayaan serta pengawasan pendidikan ini ditentukan oleh kyai.
Sebagaimana diuraikan oleh Drs. Zuhairimi dkk, bahwa “Kelangsungan suatu pesantren amat tergantung pada daya tarik tokoh sentral (kyai) dan guru yang memimpin dan yang terus meneruskan serta yang mewarisinya. Jika pewaris menguasai sepenuhnya pengetahuan keagamaan, wibawa (mungkin kekeramatannya) dan ketrampilan mengajar serta kekayaan lainnya yang diperlukan, maka umur pesantren akan lanjut. Sebaliknya pesantren akan mundur dan mungkin hilang, jika si pewaris atau keturunan kyai yang mewarisnya, tidak memenuhi persyaratan. 

Dengan kepemimpinan yang ada pada satu tangan (tunggal) tersebut maka peluang adanya kekurangan  atas terjaminnya kelangsungan hidup pondok pesantren sangatlah mungkin terjadi, maka untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan adanya pembagian  tugas dalam kepemimpinan. Demikian ini komentar dari Drs. Marwan Saridjo, dkk :
-    Dalam hal kepemimpinan pondok pesantren perlu adanya :
  • Pembagian tugas dan wewenang dalam memimpin
  • Perlu didirikan badan-badan hukum sebagai penanggung jawab atas kelangsungan pondok pesantren.
-    Dalam hal bidang personil
  • Demi kelangsungan dan pengembangannya, maka pondok pesantren perlu mengadakan pembinaan personil dengan diadakan :
-    Penataran
-    Pengkaderan
-    Pencangkokan (mengambil tenaga dari luar pondok yang punya keahlian)
-    Dalam hal organisasi administrasi
  • Perlunya mengadakan bimbingan tentang pola-pola struktur organisasi
  • Memfungsikan orang tua dan masyarakat dalam pembinaan dan pengembangan pondok pesantren.
-    Dalam hal-hal kurikulum perlu adanya
  • 1)    Pembaharuan kurikulum pondok pesantren dengan menambah pelajaran ketrampilan
  • 2)    Kurikulum harus mencerminkan kehidupan beragama dan bermasyarakat
  • 3)    Perpaduan antara mata pelajaran dan metode yang berpusat pada pengalaman yang pemecahan masalah (problem solving metode) yang dapat menimbulkan adanya kreasi dan swadaya anak didik.
Seperti yang diungkapkan Nur Cholis Madjid bahwa manusia yang dapat menjalankan fungsinya sebagai wakil Tuhan di bumi dan dapat melakukan reformasi menyeluruh untuk menyelamatkan bumi adalah manusia yang memiliki semangat iman dan ilmu serta memiliki etika religius.  Demikian juga halnya harapan yang muncul dari semua pihak pondok pesantren yang dipandang memiliki  semangat di atas mampu mengadakan berbagai  perubahan yang bersifat positif demi perkembangan umat.

2.    Anak Didik (Santri)

Pada tujuan institusional pondok pesantren yang baru (modern) terdapat bahwa melalui guru atau ilmu pendidik atau juga kyai diharapkan dalam diri anak didik tumbuh :
  1. Kesadaran, pengakuan dan keimanan kepada Tuhan yang maha esa sebagai pencipta yang dengan rahmat dan karunianya telah menganugerahkan bangsa Indonesia tanah air yang subur  kaya dan indah, sehingga tumbuh dalam diri anak didik rasa hormat, taat dan ta’dzim kepada Allah dan kesadaran akan amar ma’ruf nahi munkar, sebagai ungkapan rasa syukur pada-Nya.
  2. Pengembangan dan pemikiran perkembangan ilmu pengetahuan yang diperlukan dalam diri anak didik dalam usaha pembinaan ilmu pengetahuan yang diperlukan oleh warga negara yang cerdas, trampil serta memiliki keahlian.
Berdasarkan tujuan institusional di atas, maka santri di pondok pesantren di harapkan menguasai ilmu pengetahuan agama dan juga ketrampilan yang mumpuni sebagai bekal hidup di tengah-tengah masyarakat. Meskipun pada kenyataannya masih banyak pondok pesantren yang belum menerapkan sisi pembaharuan ini, baik karena belum dimilikinya motivasi dari para santri sendiri untuk mempelajarinya, atau juga belum adanya kesempatan yang tersedia di lingkungan pondok, karena kyai belum memberlakukan hal tersebut, sedangkan para santri sendiri merasa tak memiliki keberanian atau hak untuk mencoba mengungkapkan aspirasinya.

3.    Fasilitas atau Peralatan

Karena pondon pesantren tumbuh dari bawah di mana dalam pertumbuhan secara perlahan-lahan sesuai kemampuan diri pribadi yang menguasainya yaitu sang kyai, hal ini disebabkan kurangnya dana yang tersedia dalam perkembangannya, sehingga dalam pengajarannya dilakukan secara sederhana. Guru (kyai) yang mengajar tidak mendapat imbalan berupa materi tapi mereka mengajar semata-mata karena Allah. Dengan kata lain santri tidak dipungut biaya.
Demikian tadi diberlakukan untuk pondok pesantren lama yang belum menerapkan pendidikan ketrampilan di dalamnya. Lain halnya jika pada pondok pesantren yang sudah menerapkan sedikit banyak model pendidikan ketrampilan maka dengan sendirinya akan memerlukan fasilitas dan sarana yang lebih, sehingga tentunya santri dipungut biaya untuk perlengkapan tersebut, yang dibutuhkan antara lain :
  1. Bantuan uang untuk rehabilitasi dan penggunaan gedung (asrama), workshop.
  2. Bantuan alat-alat komunikasi
  3. bantuan buku-buku pedoman dan kitab-kitab sesuai kurikulum yang dipakai
  4. Bantuan kitab-kitab perpustakaan
  5. bantuan alat-alat ketrampilan kejuruan sesuai dengan kejuruan yang dikembangkan
  6. Bantuan bahan praktek latihan
  7. Bantuan modal kerja untuk pengembangan unit usaha.
  8. Bantuan alat-alat kepramukaan, PPK dan lain-lain.
Sebenarnya masih ada banyak hal yang termasuk menjadi kendala dalam pengadaan pembinaan pondok pesantren ini, di antaranya : organisasi dan management, sistem yang berlaku, pola hidup yang sederhana, kesehatan serta lain yang selama ini mewarnai kondisi dan dinamika perjalanan pondok pesantren.

Walaupun demikian realita yang ada di lapangan namun semestinya disadari sejak awal bahwa perkembangan dunia telah melahirkan suatu kemajuan zaman yang modern. Perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial kultural seringkali membentur pada aneka kemapanan. Dan berakibat pada keharusan untuk mengadakan usaha kontekstualisasi bangunan-bangunan sosio kultural dengan dinamika modernisasi, tak terkecuali pondok pesantren. Karena itu, sistem pendidikan pesantren harus selain melakukan upaya rekonstruksi pemahaman tentang ajaran-ajarannya agar tetap relevan dan survive. 

Keharusan untuk mengadakan rekonstruksi ini sesungguhnya sudah dimaklumi. Bukankah dunia pesantren telah memperkenalkan sebuah kaidah yang sangat jitu :

  الما فظة على القديم الصالح والاخذ بالحديد الأصلح

Artinya : “Tetap memelihara hal-hal (budaya-budaya) lama yang baik dan menggali hal-hal (budaya-budaya) baru yang lebih konstruktif.

Kaidah ini merupakan legalitas atas segala upaya rekonstruksi yang dilakukan oleh pondok pesantren di manapun berada.

Referensi
Said Aqil Siradj,  dkk, Pesantrena Masa Depan, Pustaka Hidayat, Cirebon, 1999, hal.214.
Zamakhsari Dhofir, Op. Cit., hal.175.
Zuhairimi, dkk, Op. Cit., hal.54.
Marwar Saridjo, dkk, Op. Cit., hal.72-73.
Yasmadi, MA, Modernisasi Pesantren, Kritikan Nur Cholis Madjid terhadap Pendidikan Islam Tradision, Ciputat Press, Jakarta, cet.1, 2002, hal.149.
H. Alamsyah Ratu Prawironegoro, Pembinaan Pendidikan Agama, Penyunting HM. Afhak Mudzakar, Depag RI, Jakarta, 1982, hal.37.
Ibid., hal.38.
Said Aqil Siradj, dkk, Op. Cit., hal.216
Ibid.