HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMAISLAM

Pengertian Hasil Belajar Kognitif
Secara etimologis “hasil” dapat diartikan sebagai ”sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan).
Dr. Nana Sudjana dan Drs. Ahmad Rifa’i berpendapat bahwa belajar pada hakikatnya adalah proses perubahan tingkah laku kearah yang lebih sempurna sesuai dengen tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelumnya.

Witherington dalam buku ” Educational Psycology “  yang di kutip oleh Drs. M. Ngalim Purwanto, MP.  juga mengemukakan bahwa ”belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu perintah.

Sedangkan kognitif adalah salah salah satu matra/domain/ranah dari hasil belajar yang mencakup enam tingkat kemampuan proses berfikir yang berhubungan dari ingatan (Knowledge), pemahaman (Comprehention), penerapan (Aplication), penguraian (analysis), penyatuan (Synthesis) sampai dengan penilaian (Evaluation).  Dan Piaget dengan teoriaya yang terkena1 dengan ”Cognitive Development memandangnya sebagai suatu proses berfikir atau sebagai aktivitas gradual dari pada fungsi intelektual dari konkrit menuju abstrak.

(baca skripsi terkait:
Penggunaan Sumber Belajar dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Kognitif Siswa Bidang Studi Pendidikan Agama Islam Kelas I Tahun Pelajaran 2000/2001 Di Smu Negeri 8 Semarang )

Jadi menurut istilah hasil belajar kognitif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sesuatu hasil yang telah dicapai/ ditunjukkan oleh siswa baik berupa atau huruf dengan kriteria tertentu sebagai gambaran atau bentuk dari hasil belajar siswa yang mencakup tingkat kemampuan yang berhubungan dengan ingatan, pemahaman, penerapan, pengoraian, penyatuan dan penilaian sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. Adapun hasil belajar yang berhubungan dengan perubahan sikap atau tingkah laku dalam ranah afektif dan psikomotorik tidak dibahas lebih lanjut dalam skripsi tersebut.

Sesuai dengan pengertian di atas, maka untuk mendapatkan data hasil belajar kognitif siswa bidang studi Pendidikan Agama Islam Kelas I cawu II tahun pelajaran 2000/2001 di SMU Negeri 8 Semarang tersebut, penulis menggunakan alat pengukur yang di sebut tes.

Kata “tes” secara harfiyah berasal dari Bahasa Perancis yaitu “testum” dalam Bahasa Inggris ditulis dengan ”test”, dalam Bahasa Arab disebut “Imtihan “ dan dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan dengan ”tes”, ujian, atau percobaan Adapun dari segi istilah, menurut F.L Goodenough yang dikutip oleh Prof. Drs. Anas Sudijono mengungkapkan bahwa tes adalah suatu tugas atau serangkaian tugas yang diberikan kepada individu atau sekelompok individu, dengan maksud untuk membandingkan kecakapan mereka, satu dengan yang lain.

Sedangkan Drs. M. Chabib Thoha, MA yang mengutip Sumadi Suryabrata menyatakan bahwa ”tes adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijalankan, yang mendasarkan harus bagaimana testee menjawab pertanyaan-pertanyaan atau melakuakan perintah-perintah itu, penyelidik mengambil kesimpulan dengan cara membandingkannya  dengan standar atau testee yang lain.

Adapun tes hasil belajar bila ditinjau dari segi bentuknya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: 1) tes tertulis, 2) tes lisan dan 3) tes tindakan. Tes tertulis sendiri mempunyai dua bentuk, yaitu: 1) bentuk tes obvektif, dan 2) bentuk tes subyektif (essay). Sedangkan tes tertulis bentuk obyektif terdiri dari beberapa macam yaitu: completion, multiple choice, fill in, true false, matcbing.

Jadi tes hasil belajar kognitif yang dimaksud dalam konteks penelitian tersebut adalah suatu cara, prosedur atau suatu alat yang berupa serangkaian pertanyaan yang harus dijawab secara sengaja oleh testee (siswa) dalam suatu situasai yang di standarisasikan, dan dimaksudkan untuk mengukur kemampuan atau hasil belajar individu maupun kelompok siawa dalam ranah kognitif (pengetahuan) siswa dengan kriteria kuantitatif dan atau kualitatif tertentu sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya dan dan tes hasil belajar kognitif tersebut terdapat 30 soal yang terdiri dari; (a) 25 soal obyektif (multiple choice) dengan skor maksimal 75 dan (b) 5 soal subyektif (essay) dengan skor maksimal 25. jadi skoring tertinggi adalah 100.

HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMAISLAM

Dengan demikian dalam tes hasil belajar kognitif harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut, yaitu:
l.    Adanya obyek yang akan di ukur
2.   Adanya tujuan pengukuran
3.   Adanya alat pengukuran
4.  Adanya proses pengukuran
5.   Adanya hasi1 Pengukuran

Adapun ciri-ciri tes hasil belajar kogaitif diantaranya adalah:
    Tes dalam rangka pengukuran hasil belajar kognitif siawa tersebut dilakukan secara tidak langsung.
    Menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat kuantitatif dan dapat diinterpretasikan secara kualitatif
    Hasil yang dicapai siswa dari waktu kewaktu pada umumnya tidak selalu sama.
    Dalam tes pengukuran hasil belajar kognitif sulit untuk menghindari adanya kekeliruan pengukuran, hal ini bisa di sebabkan oleh alat evaluator, testee mauoun dari situasi dan kondisi pada saat tes berlangsung.

2.      Fungsi dan Tinjauan Tes Hasil Belajar Kognitif
a.   Fungsi Tes hasil Belajar Kognitif
DR. Nana Sudjana berpendapat bahwa, tes sebagai suatu alata penelitian terhadap hasil belajar siswa secara umum dapat berfungsi sebagaai berikut :
a)      Alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksinal.
b)      Umpan balik bagi perbaikan proses belajar mengajar.
c)      Dasar dalam meyusun laporan kemajuan kerja belajar siswa kepada para orang tuanya.

Dr. Dimyati dan Drs Mudjiono dalam bukunya yang berjudul “ Belajar dan Pembelajaran” berpendapat bahwa tes hasil belajar dapat berfungsi untuk :
1)   Menilai kemajuan belajar.
2)   Mencari masalah-masalah dalam belajar.

Pendapat yang hampir senada juga dikemukakan oleh Prof. Drs Anas Sujiono, bahwa secara umum ada dua macam fungsi dari tes, yaitu :
1)   Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hal ini berfungsi mengukurtingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah menempuh proses belajarr mengajar.
2)   Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan tersebut telah dicapai.
b.   Tujuan Tes Hasil Belajar  Kognitif

Sebagaimana kita ketahui, evaluasi banyak diguaakan dalam berbagai bidang dan kegiatan, setiap bidang dan kegiatan menuntut tujuan yang berbeda. Demikian pula dengan tes hasil belajar kognitif tersebut juga memiliki tujuan. Dr. Nana Sudjana berpendapat bahwa tes sebagai penilaian hasil belajar siswa mempunyai tujuan sebagai berikut:
HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMAISLAM
1)   Mendeskripsikan kecakapan belajar siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi yang ditempuhnya bila dibandingkan dengan siswa yang lain.
2)   Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran disekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan
3)   Menentukan tindak 1anjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam ha1 program pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaaanya
4)   Memberikan pertanggung jawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah, masyarakat, dan orang tua siswa.
Sedangkan Dr. Muchtar Buchari, M.Ed, berpendapat bahwa tujuan evaluasi dalam pendidikan adalah :
1)   Untuk mengetahui kemajuan anak atau orang yang dididik setelah siterdidik tadi telah mengalami pendidikan selama jangka waktu tertentu.
2)   Untuk mengetahui tingkat ifisiensi metode-metode pendidikan yang dipergunakaa pendidikan selama jangka waktu tertentu tadi.
Berdasarkan gambaran di atas tentunya kita dapat mengetahui tujuan diadakannya tes/evaluasi di dalam pendidikan, adapun tujuan diadakannya  tes  hasil  belajar  kognitif  dalam  penelitian  tersebut adalah :
l)    Untuk memperoleh data tentang hasil belajar dalam matra kognitif yang telah dimiliki siswa bidang studi Pendidikan Agama Islam kelas I cawu II tahun pelajaran 2000/2001 di SMU Negeri 8 Semarang.(baca : Pengertian Pendidikan Agama Islam)
2)   Untuk mengukur sejauh mana siswa telah menguasai tujuan-tujuan pengajaran yang telah ditetapkan dalam tujuan intruksional.
3)   Untuk mengetahui sampai sejauh mana keuletan dan kemampuan memori pengetahuan anak didik terbadap materi Pendidikan Agama Islam.
4)   Untuk mengetahui derajat efisiensi dan keefektifan metode maupun teknik belajar mengajar (baca : Pengertian Belajar Mengajar) bidang studi Pendidikan Agama Ialam kelas I cawu II di SMU Negeri 8 Semarang tersebut.
5)   Untuk mengetahui apakah tingkat kemajuan anak didik sudah sesuai dengan tingkat kemajuan menurut program kerja dan atau ada korelasi yang positif antara tingkat kemajuan hasil belajar kognitif siswa tersebut dengan sumber belajar yang digunakan oleh siswa kelas I cawu II tahun pelajaran 2000/2001 di SMU Negeri 8 Semarang tersebut.

3. Kreteria Tes Hasil Belajar Kognitif yang Baik
Mengingat pentingnya penilaian dalam menentukan kualitas pendidikan, maka setidak-tidaknya ada beberapa ciri atau kriteria yang harus dimiliki oleh tes hasil belajar kognitif, sehingga tes tersebut dapat dinyatakan sebagai tes yang baik, Prof. Drs. Anas Sudjono mengungkapkan  bahwa  tes  hasil  belajar yang baik harus memiliki paling tidak   empat  ciri,  karakteriatik  atau  criteria,  yaitu . ”(1)  valid (shahih =                  ), (2) reliabel (tsabit =              ), (3) obyektif (maudu’iy =                     ) dan (4) praktis (‘amaly =                )

1)   Validitas
Menurut  bahasa, kata ”valid” dapat diartikan dengan  tepat, benar, shahih, absah. Sehingga kata ”validitas” dapat diartikan dengan ketepatan, kebenaran, keshahihan atau keabsahan. Jadi menurut istilah tes hasil belajar dapat dinyatakan valid/memiliki ”validitas” apabila tes tersebut dengan tepat, benar, shahih atau absah telah dapat mengukur atau mengungkap hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik, setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam waktu tertentu.

Adapun jenis-jenis validitas dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu :
(1) Validitas isi (content validity) jika isi tes mewakili sample hasil-hasil belajar yang seharusnya dicapai menurut tujuan kurikulam,
(2)  Validitas Konstruksi (conatruct validity) apabila isi tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir yang disebutkan dalam instruksional khusus atau sesuai dengan tingkah laku (domain) yang hendak diukur.
(3) Validitas ada sekarang (concurent validity) jika hasil suatu tes mempuayai korelasi yang tinggi dengan hasil suatu alat pengukur lain terhadap bidang yang sama pada waktu yang sama pula.
(4) Validitas Prediksi (predictive validity) jika korelasi tes itu dapat meramalkan dengan tepat keberhasilan seseorang dimasa mendatang.
Validitas sebuah tes hasil belajar dapat dinyatakan dengan “angka korelasi koefisien “ (r), kriterianya adalah sebagai berikut :
0,00 – 0,20 sangat rendah
0,20 – 0,40 korelasi rendah
0,40 – 0,70 korelasi
0,70 – 0,90 korelasi tinggi
0,90 – 1,00 korelasi sangat tinggi

Adapun cara menghitung validitas sebuah tes hasil belajar dapat menggunakan metode pearson (rumus product moment correlation) maupun metode spearman. Namun perlu disadari bahwa di dalam dunia pendidiksn, khususnya tes hasil belajar disekolah, sulit sekali ditemukan kriteria yang mernenuhi semua kualitas tersebut di atas, namun validi tas isi memegang peranan yang sangat penting bagi sebuah tes hasil belajar.

2)   Reliabilitas
Menurut bahasa, kata ”realibilitas” dapat diartikaa dengan keajengan (= stability) atau kemantapan = consistenly), maka sebuah tes hasil belajar. dapat dikatakan ”relibel” apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara berulang kali terhadap sobyek yang sama, kapan saja, dimaaa saja dan oleh siapa saja tes dilaksanakan, diperiksa, dan dinilai. senantiasa menuniukkan hasil yang tetap sama atau stabil. Jadi dalam reliabilitas sebuah tes hasil ini yang terpenting adalah ”ketelitiannya”, sejauh mana tes tersebut dapat dipercaya kebenarannya.

Untuk mengetahui reliabilitas sebuah tes hasil belajar, kita dapat menggunakan beberapa pendekatan/metode, diantaranya adalah:

(1) Pendekatan single test atau single trial.
(2) Pendekatan test retest
(3) Pendekatan alternate forms.
Dan reliabilitas suatu hasil tes belajar dapat dinyatakan dengan ”coefficient of reliability (r)”.
3)   Obyeldifitas
Kata ”obyektif’ dapat diartikan dengan  ”apa adanya”, jadi tes dikatakan obyektif jika  belajar tersebut di susun dan dilaksanakan apa adanya baik dari segi materi tes maupun dari segi pemberian skor.

Adapun kualitas dari obyektifitas suatu tes hasil belajar dapat dibedakan menjadi beberapa tingkatan, yaitu :
a.   Obyektifitas tinggi, seperti tes yang sudah di: tandarisasi, hasil penalarannya sangat obyektif.
b. Obyektivit.as sedang, seperti tes yang sudah distandarisasi tetapi tester masi berpandangan subyektif dalam penilaian dan interpretasinya.
c.   Obyektifitas fleksibel, seperti tes-tes yang digunakan oleh LBP (Lembaga Bimbingan daa Penyuluhan).

4)   Kepraktisan (Practicability)
Kepraktisan suatu tes penting juga diperhatikan, dan tes hasil belajar yang baik tersebut bersifat praktis dan ekonomis, bersifat praktis karena mudah dilaksanakan, telah dilengkapi dengan petunjuk cara mengerjakannya, kunci jawabannya maupun pedoman skorinya. Bersifat ekonomis karena tes hasil belajar tersebut tidak memakan waktu, tenaga maupun biaya yang banyak.

Prof. Drs. Anas Sudjono lebih lanjut mengungkapkan bahwa agartes hasil belajar tersebut dapat memenuhi kriteria diatas dan dapat mengukur kemampuan peserta didik yang diharapkan maka ada bebarapa prinsip dasar yang perlu dicermati dalam menyusun tes hasil belajar tersebut, yaitu:

(1) Tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning out comes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instrukaional.
(2)  Butir-hutir soal tes hasil belajar harus merupakan sample yang representatif dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan.
(3)  Bentuk soal tes harus belajar harus dibuat bervariasi, sehingga betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar yang diiginkan sesuai dengan tujuan.
(4) Tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
(5) Tes hasil belajar harus memiliki reliabilitas yang dapat diandalkan.
(6) Tes hasil belajar disamping dapat dijadikan alat pengukur belajar siswa juga harus dapat dijadikan alat untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara belajar siswa juga harus dapat dijadikan alat untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara belajar siswaitu sendiri.

Pendapat yang hampir senada juga diungkapkan Drs. M. Ngalim Purwanto, MP. Bahwa ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan didalam penyusun tes hasil belajar agar tes tersebut benar-benar dapat mengukur kemampuan siswa, diantaranya adalah sebagaimana telah diuraikan diatas.

Untuk itu dalam kaitannya dengan penyusunan tes hasil belajar kognitif penuh dengan tes tersebut termasuk dalam klafikasi tes yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip penyusuian tes yaitu :

1)   Mnelaah kurikulum dan buku-buku pelajaran Pendidikan Agama Islam agar dapat menentukan lingkup pertanyaan, terutama materi pelajaran, baik luas maupun kedalamannya.
Baca : Kurikulum Pendidikan Agama Islam dan bandingkan dengan Pengertian Kurikulum Pendidikan secara luas
2)   Merumuskan tujuan intruksional secara operasional sehingga bisa diukur dengan alat penilitian dan jelas betul abilitas yang harus dinilai.
3) Membuat konstruksi tes hasil belajar kognitif dan membuat kisi-kisi atau blueprint alat penilaian. Dalam kisi-kisi tersebut akan memuat abilitas yang diukur serta proporsinya, memuat lingkup materi serta proporsinya, tingkat kesulitan soal dan proporsinya, jenis alat penilaian yang digunakan. jumlah soal perkiraan waktu yang diperlukan untuk mengerjakan soal tersebut.
4)   Menentukan kriteria penilaian baik kuantitatif maupun kualitatif.
5)   Menyusun butir-butir soal berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
6)   Membuat dan menentukan kunci jawaban soal.

Dengan adanya prosedur atau langkah-langkah penyusunan dan pengembangan tes hasil belajar diatas tentu memungkinkan penulis untuk mendapatkan data atau informasi tentang hasil belajar dari peserta didik menjadi lengkap dan menyeluruh. Kemampuan yang diukur bukan faktor kebetulan atau keberuntungan belaka karena butir soal tes memiliki validitas isi yang baik, disamping itu juga dapat menghindari kekeliruan-kekeliruan dalam pengukuran lainnya secara maksimal.

4.   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tes Hasil Belajar Kognitif.
Prof. Dr. Anas Sudijono berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam sebuah tessehingga menyebabkan kekeliruan dalam pengukuran hasil belajar (skor) yang seharusnya diperoleh peserta didik, diantaranya adalah :

1)   Alat Evaluasi
Yaitu, butir-butir soal tidak mencerminkan atau merupakan wakil yang representatif dari keseluruhan bahan pelajaran yang seharusnya diteskan.
2)   Evaluator (tester), Misalnya : evaluator kurang teliti dalm perhitungan skor sedang resah, murung, susah maupuin sifat evaluator yang pemurah/pelit.
3)   Peserta didik (testee), Misalnya testee, berspekulasi, bekerjasama dengan teman, kondisi fisik, kondisi psikis dan nasib sial yang menimpa diri testee pada saat berlangsungnya tes.
4)   Situasi testing, yaitu adanya suasana gabuh, kacau, atau busing, pengawasan tes yang terlalu ketat atau terlalu longgar.

Dr. Oemar Hamalik dalam term yang hampir aama menyegkapkannya dalam buku ”Teknik Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan”  bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam sebuah tes, yaitu :
1)   Faktor-faktor psikologis, diantaranya yaitu :
a.   Kemampuan guru dalam menyusun sebuah tes
b.   Adanya coaching atau latihan (drill) terhadap sesuatu yang kurang dikuasai siswa.
c.   Siswa memiliki motivasi yang tinggi dan tidak berada dalam kecemasan.

2) Faktor administratif, faktor administratif yang sering mempengaruhi hasil tes, diantaranya yaitu :
a.   Kwalitas tes yang terlalu tinggi bagi kelas tersebut.
b.   Adanya penjelasan pendahuluan sebelum dilakukan tes sehingga siswa memperoleh gambaran sebelumnya.
c.   Adanya kesalahan penskoran
d.   Terjadinya gangguan pada waktu tes, misalaya suara gaduh, keadaan yang sedang kacau dan sebagainya

Dari  apa  yang  telah  dikemukakan  oleh  Prof. Dr. Anas Sudijono dan Dr. Oemar Hamalik di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi dalam tes hasil belajar sehingga peserta didik  Memperoleh hasil belajar (nilai) yang tidak semestinya atau yang tidak sebenarnya, yaitu :

1. Faktar Internal, yaitu faktor yang timbul dari dalam diri peserta didik, misalnya :
a. Siswa kurang menguasai bahan pelajaran atau memang jarang belajar sehinggajawabannyapun hanya spekulatif saja
b.   Kondisi siswa pada saat sedang tes misalnya sedang sakit, capai, kurang tidur dan sebagainya.
c.   Kondisi psikis siswa, misalnya sedang murung atau kacau karena adanya tekanan dari orang tua, guru maupun teman.
d.   Kecakapan dalam belajar.

2.   Faktor External, yaitu faktor yang timbul dari luar diri siswa, misalnya adalah :
1)   Alat evaluasi (butir-butir soal) kurang representatif
2)   Evaluator kurang  teliti dalam perhitungan skor karena sedang resah atau susah.
3)   Situasi dan kondisi pada saat testing yang kurang tepat, sedang gaduh atau kacau dan lain-lain.
4)   kemajuan, kecerdasan, latihan dan motivasi siswa.

Dengan adanya faktor external maupun internal di ataslah sering kita jumpai kekeliruan dalam perhitungan skor atau nilai seharusnya dimiliki siswa, bisa saja siswa yang pandai mendapat nilai yaag buruk, tetapi sebaliknya siswa yang kurang pandai malah mendapat nilai yang bagus. Hal ini dapat terjadi muogkin saja siawa yang pandai tersebut sedang sakit/capak pada saat mengerjakan tes tersebut sehingga nilaiaya buruk sedangkan siswa yang kuang pandai mendapat nilai yang baik karena menjawab tes dengan spekulatif, tetapi jawaban untung-untungan tersebut ternyata justru benar. Disamping itu maaih ada faktar-faktor yang lain.

PENGARUH PENGGUNAAN SUMBER BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNlTlF SISWA BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Dari uraian yang telah lalu dapat kita ketahui bahwa : sebuah proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan untuk melaksanakan kurikulum suatu lembaga pendidikan, agar dapat membantu dan mempengaruhi para siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan pada dasarnya mengantarkan para siswa menuju pada perubahan-perubahan tingkah laku baik intelektual, moral maupun sosial agar dapat hidup mandiri sebagai individu dan makhluk sosial. Dalam mencapai tujuan tersebut siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur guru melalui proses pengajaran yang mencakup komponen-komponen pengajaran, yaitu tujuan pengajaran, bahan pengajaran, metodologi pengajaran dan evaluasi pengajaran.

Tujuan pengajaran adalah rumusan kemampuan yaag diharapkan dimiliki para siswa setelah ia menempuh berbagai pengalaman belajarnya. Bahan pengajaran adalah .materi kurikulum yang bersumber dari kurikulum dan dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran. Metodologi pengajaran adalah metode dan teknik yang digunakan guru dalam melakukan interaksinya dengan siswa agar bahan pengajaran sampai kepada siswa, sehingga siswa menguasai tujuan pengajaran, dalam metodologi pengajaran tersebut paling tidak ada dua aspek yang paling menonjol yaitu metode mengajar dan media pendidikan. Dari aini kita dapat mengetahui kedudukan dari sumber belajar yaitu aebagai alat bautu meqgajar/ada dalam komponen metodologi pengajaran agar proses belajar mengajar berjalsn lebih efektif dan efesien.

Penggunaan sumber belajar atau media pengajaran dalam proaes belajar mengajar bertujuan untuk mempertinggi proses belajar siswa dalam peagajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Hal ini dapat dimengerti karena adanya beberapa alasan, yaitu :

1)   Berdasarkan dengan manfaat media pengajaran dalam proses belajar mengajar yaitu:
a.   Dapat lebih menarik perhatian siswa sehingga mampu menumbuhkan motivasi belajar.
b.   Siswa akan lebih memahami bahan pengajaran sehingga tujuan pengajaran lebih mudah tercapai
c.   Dengan adanya variasi dalam metode mengajar akan membuat siawa tidak mudah bosan.
d.   Siswa akan lebih banyak melalmkan aktivitas, sebab siswa tidak hanya mendengarkan guru saja.

2)   Berkenaan dengan taraf berfikir siswa dari kogkrit menuju ke berfikir abstrak. Dan dengan peaggunaan media belajar hal-hal yang abstrak dapat dikongkritkan.
baca juga

Pemanfaatan Internet Sebagai Media Pembelajaran Di SMP Negeri 02 Malang

Namun, begitu media belajar dipergunakan diruang kelas, pernyataan yang timbul adalah “ Apakah siswadapat belajar dari media (sumber belajar) itu ? bila dapat “ Apakah mereka belajar lebih baik dengan menggunakan media tersebut di banding tanpa mengguankan media ?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas, akan penulis nukilkan beberapa setudi komperatif mengenai sumber belajar. Hartlay (1966) telah mengadakan 112 studi yang memabndingkan pengajaran konvensional, dan hasilnya 41 studi menunjukkan pengajaran dengan media dan pengajaran dengan media ternyata lebih unggul, 6 studi menunjukkan pengajaran dengan media lebih buruk, 37 studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan.

Stickell (1963) mengkaji 250 studi eksperimen yang membandingkan televisi dengan pengajaran konvensional juga berkesimpulan bahwa pengajaran dengan televisi lebih berhasil dari pada pengajaran konvensional. Moldstad (1974) dalam penelitiannya tentang media berkesimpulan bahwa program instruksional dengan menggunakan media sering kali memudahkan siswa dalam belajar lebih efektif dari pada pengajaran tradisional.

Sedangkan Lorgel (1963) melalaui studi komprehensifnya tentang penggunaan rekaman audio untuk pengajaran bahasa asing pada 17 Kelas di New York City berkesimpulan bahwa 11 kelas terbukti lebih baik secara signifikan dalam berbicara bahasa asing baik untuk kecepatan, kefasihan maupun intonasi.

Bagi negara-aegara berkembang, khususnya negara Indonesia penggunaan media visual baik dilinghmgan sekolah maopun di luar aekolah bagi siswa sudah banyak digunakan, buku-buku dari setiap mata pelajaran bisa lebih dari dua buku deagan penerbit yang berbeda Sedangkan media visual lamanya seperti majalah maupun koran sudah bisa didapatkan dan dinikmati oleh siswa di perpustakaan.

Bagi pengguna media visual hal-hal tersebut tidak ada masalah, hanya hanya bagaimana seorang guru memban itksn minat dan motivasi siswa untuk lebih giat membaca. Namun berbeda lagi bila kita bicara soal peaggunaan media tersebut disamping memerlukan ketrampilan khusus dari guru juga memerlukan biaya yang lebih. Apalagi penggunaan media audio maupun aodio visual tersebut, untuk bidang studi Pendidikan Agama Islam di dalam kelas masih di tabu.

Meskipun begitu sebagai guru yang efektif, pemberian tugas kepada anak-anak anak tersebut (siswanya) dapat dimasukkan dalam kegiatan iatra maupun extrakurikuler. Dengan jalan demikian berarti guru (seorang guru agama) telah mengarahkan anak didiknya menonton televisi maupun media audio maupun media aodio, audio visual lainnya yang harus ditontonnya. Hal ini karena sekolah merupakan suatu lembaga yang paling efektif untuk mendidik anak.

Oleh karena itu, hal ini kiranya perlu mendapatkan perhatian dari kita semua, mengingat bahwa para siswa dalam menonton televisi cenderung hanya sekedar menonton. Mereka pasif dan hampir-hampir tidak berfikir. Hal ini akan sangat merugikan bagi perkembangan siswa tersebut dan kalau gejala yang demikian dibiarkan berlarut-larut, akhirnya siswa tersebut akan menjauhi kegemaran membaca mediaviaual, yang harus di barengi dengan kemampuan berfikir dan mencerna. karena itu arahan orang tua dan guru di sekolah khususnya guru agama sangat membantu, mengubah anak atau siswanya untuk mejadi aktif dan akhirnya akan meningkatkan daya berfikir  kritis siswa.

Orang tua disini juga memegang peranan yang sangat penting dalam memberikan perhatian dan pengawasan pada anaknya karena dengan pengawasan orang tua tersebut anak akan mudah untuk diarahkan dalam berinteraksi dengan sumber-sumber belajar maupun media komunikasi lainnya. Hal ini dapat dimengerti karena untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidaklah cukup hanya menggantungkan kepada guru disekolah yang memberikan sejumlah pengetahuan yang bersifat teoritis beberapa jam saja, akan tetapi juga perlu di dukung oleh pengawasan dan pengarahan orang tua di rumah.

Dengan demikian oraag tua harus menciptakan suasana yang mendorong anak untuk raju belajar. Tidak selayaknya kalau kalau keluarga orang tua menyerahkan segala tugas dan tanggung jawab pendidikan kepada sekolah atau guru sepenuhnya, karena pada dasarnya guru di sekolah hanya berperan sebagai pembantu orang tua dalam memberikan pendidikan intelek, sedangkan anak akan lebih banyak bersama dengan orang tua dari pada guru di sekolah. Disamping itu harus ada kemampuan dari murid sendiri untuk belajar lebih aktif, karena  tanpa di dasari dengan aktifitas dan motivasi yang tinggi belajar tidak akan berhasil dengan baik.

Sesuai dengan judul skripsi tersebut ”Penggunaan Sumber Belajar dan pengaruhnya terhadap Hasil Belajar Kognitif Siswa Bidang Studi Pendidikan  Agama Islam Kelas I Cawu II Tahun Pelajarari 2000/2001 di SMU  8 Semarang “ sampai kepada kesimpulan bahwa proses belajar mengajar dan hasil belajar para siswa menunjukkan perbedaan yang berarti antara pengajaran tanpa media dengan pengajaran menggunakan media. Oleh sebab itu penggunaan media pengajaran dalam proses pengajaran sangat dianjurkan untuk mempertinggi kualitas pengajaran. Sedangkan penggunaan sumber belajar yang berupa media visual, audio dan media audio viaual secara teoritis akan banyak membantu siswa agar cakap dalam belajar, mudah memahami pelajaran dan pengetahuan luas yang pada akhirnya memperoleh hasil belajar yang baik.