Tujuan, Prinsip, Model, Pendekatan dan Tehnik Supervisi Pendidikan

1.   Tujuan supervisi pendidikan

Seperti telah dijelaskan di atas, kata kunci dari supervisi ialah memberikan layanan dan bantuan kepada guru-guru, maka tujuan supervisi adalah memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang dilakukan guru di kelas yang pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas belajar siswa.

Secara umum, pembinaan guru atau supervisi pendidikan bertujuan untuk memberikan bantuan dalam mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik, melalui usaha peningkatan profesional mengajar, menilai kemampuan guru sebagai pendidik dan pengajar dalam bidang masng-masing guna membantu mereka melakukan perbaikan dan pembinaan dalam rangka meningkatan kualitas pendidikan.[1] Dalam rumusan yang lebih rinci, Djajadisastra mengemukakan tujuan pembinaan guru atau supervisi sebagai berikut :
Artikel Relevan: Faktor-faktor yang mempengaruhi Perencanaan Supervisi Pendidikan
a. Memperbaiki tujuan Khusus mengajar guru dan belajar siswa
b. Memperbaiki materi (bahan) dan kegiatan belajar mengajar
c. Memperbaiki metode, yaitu cara mengorganisasi kegiatan belajar megajar
d. Memperbaiki penilaian atas media
e. Memperbaiki penilaian proses belajar dan hasilnya
f. Memperbaiki pembimbingan siswa atas kesulitan belajarnya
g. Memperbaiki sikap guru atas tugasnya [2]

Dalam buku Pedoman Supervisi PGAN sebagai acuan atau landasan pelaksanaan supervisi Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) menyebutkan bahwa tujuan supervisi ialah mengembangkan situasi belajar-mengajar yang lebih baik melalui pembinaan dan peningkatan profesi. Situasi belajar yang lebih baik dapat dicapai melalui pembinaan/ peningkatan kemampuan guru dalam proses penyusunan program pengajaran, penyampain bahan pelajaran dengan sistem tertentu kepada siswa. Hal ini dengan jelas tercantum dalam Undang-undang tentang pendidikan dan pengajaran No. 12 tahun 1945 Bab XVI pasal 27 yang berbunyi : “Pengawas pendidikan dan pengajaran berarti memberi pimpinan kepada para guru untuk mencapai kesempurnaan pekerjaannya ”.[3]

Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut sangatlah jelas, bahwa supervisi pendidikan bertujuan sebagai berikut :
  • Memperbaiki proses belajar mengajar dalam menciptakan situasi belajar yang lebih baik
  • Perbaikan tersebut dilaksanakan melalui pembinaan profesional
  • Sasaran pembinaan tersebut adalah guru, atau orang lain yang terkait
  • Secara jangka panjang maksud tersebut adalah memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan pendidikan
Bila dikembangkan lebih detail, maka tujuan supervisi pendidikan adalam membantu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pendidikan terhadap kualitas pengajaran.
Artikel Relevan: Pengertian Perencanaan Supervisi Pendidikan

2.   Prinsip-prinsip Supervisi Pendidikan
 
Agar pembinaan tersebut dapat dilakukan dengan baik, perlu dipedomani prinsip-prinsip pembinaan guru. Yang dimaksud dengan prinsip adalah sesuatu yang harus dipedomani dalam suatu aktivitas. Adapun yang menjadi prinsip-prinsip supervisi pendidikan adalah sebagai berikut :
 
a.       Prinsip ilmiah (scientific)
1)       Kegiatan supervisi dilakukan berdasarkan data obyektif yang diperoleh dalam kenyataan pelaksanaan proses belajar mengajar
2)       Untuk memperoleh data perlu diterapkan alat perekam data, seperti; angket, observasi, percakapan pribadi dan seterusnya
3)       Setiap kegiatan supervisi dilaksanakan seara sistematis, berencana dan kontinu[4]

b.      Prinsip Demokratis
Supervisi harus didasarkan dengan menjunjung tinggi azas musyawarah, memiliki jiwa kekeluargaan yang kuat serta sanggup menerima pendapat orang lain. Demokratis mengandung makna menjunjung tinggi harga diri dan martabat guru, bukan berdasarkan atasan dan bawahan tapi berdasarkan rasa kesejawatan. Situasi pelaksanaan supervisi pendidikan bukan karena perintah dan karena takut dengan atasan, namun menciptakan situasi kekeluargaan, musyawarah dan saling memberi dan menerima.[5]

c.       Prinsip kerja sama/ kooperatif
Supervisi hendaklah didasarkan untuk mengembangkan usaha bersama untuk menciptakan situasi belajar yang lebih baik[6] atau menurut istilah supervisi Sharing of idea, sharing of experience, memberi, mendorong, menstimulasi guru.[7]

d.      Prinsip konstruktif dan kreatif
Setiap guru akan merasa termotivasi dalam mengembangkan potensi kreativitas dan inisiatif guru itu sendiri, sedangkan supervisor hanya memberikan dorongan agar tercipta situasi belajar yang baik atau dengan menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, bukan melalui cara-cara menakutkan.[8]

3.   Model-model supervisi pendidikan
a.       Model-model supervisi pendidikan
Yang dimaksud model dalam uraian ini adalah suatu pola yang diterapkan dalam pelaksanaan supervisi pendidikan. Ada berbagai model yang berkembang dalam supervisi pendidikan, yaitu :

1)   Model tradisional (konvensional)

Perilaku  supervisi model konvensional ialah mengadakan inspeksi untuk mencari kesalahan dan menemukan kesalahan. Kadang-kadang bersifat memata-matai, perilaku tersebut oleh Olive P.F disebut snoopervision (memata-matai) atau sering disebut supervisi korektif. Guru yang banyak kesalahan mendapat kondite buruk dan sebaliknya yang patuh mendapat kondite bagus dan dicalonkan menduduki pangkat yang lebih tinggi. Suasana antara staf yang dibina (dalm hal ini guru) dibawah pimpinan dikdatoris, tertekan dan tegang tanpa ada kegembiraan sama sekali.[9] Praktek pembinaan yang dilakukan pembina adalah lebih banyak memberikan penilikan/ inspeksi kepada guru-guru yang menjadi tanggungjawabnya sebagai kontrol atas pengajaran dari pada langkah-langkah pembinaan secara profesional/ akademik.[10]

2)   Model ilmiah (scientific)
Supervisi yang bersifat ilmiah memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
  • Sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu
  • Dilaksanakan secara berencana dan kontinu
  • Menggunakan instrumen pengumpulan data
  • Ada data yang obyektif yang diperoleh dari keadaan yang riil [11]
3)   Model klinis (clinical)
Supervisi klinis adalah suatu proses pembimbingan dalam pendidikan yang bertujuan membantu pengembangan profesional guru dalam pengenalan mengajar melalui observasi dan analisis data secara obyektif, teliti sebagai dasar untuk usaha mengubah perilaku mengajar guru. Yang terpenting dari pelaksanaan supervisi klinis disini adalah inisiatif datang dari guru untuk mengaasi permasalahan yang datang dari guru untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya. Inti dari bantuan terpusat pada perbaikan penampilan dan perilaku mengajar guru. Model pembinaan guru yang dilakukan secara kolegen atau kesejawatan antara pembina dan guru melalui tatap muka membahas tentang hal mengajar di dalam kelas guna perbaikan pengajaran dan pengembangan profesi.[12] Terdapat lima langkah dalam melaksanakan supervisi klinis, yaitu; a) Pembicaraan pra-observas, b) Melaksanakan observasi, c) Melakukan analisis dan menentukan strategi, d) Melakukan pembicaraan tentang hasil supervisi, dan e) Melakukan analisis setelah pembicaraan. [13]

4)   Model artistik
Pada model supervisi artistik ini, pembina akan menampakkan dirinya dalam relasi dengan guru-guru yang dibimbing para guru merasa diterima, adanya perasaan aman dan dorongan positif untuk berusaha maju. Sehingga pembina lebih sering mendengarkan, dituntut mempunyai kepekaan memahami problem-problem yang dikemukakan dan menempatkan diri sebagai instrumen observasi untuk mendapatkan data dalam rangka mengambil langkah-langkah pembinaan. Oleh karena pembinaan sendiri yang ditempatkan sebagai instrumennya, maka dialah yang membuat pemaknaan atas pengajaran yang sedang berlangsung.[14]

b.      Pendekatan-pendekatan supervisi pendidikan
Pendekatan yang dikemukakan dibawah ini didadasarkan pada prinsip-prinsip psikologis yang bergantung pada prototipe guru. Berikut ini disajikan beberapa pendekatan, perilaku supervisor, yaitu:

1)      Pendekatan langsung (direktif)
Yang dimaksud pendekatan langsung (direktif) adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat langsung. Supervisor dapat menggunakan penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment). Perilaku supervisor dalam Pendekatan ini adalah; (1) menjelaskan, (2) menyajikan, (3) mengarahkan, (4) memberi contoh, (5) menetapkan tolok ukur dan (6) menguatkan.[15]

2)      Pendekatan tidak langsung (non-direktif)
Pendekatan tidak langsung (non-direktif) adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor dalam pendekatan ini adalah; (1) mendengarkan, (2) memberi penguatan, (3) menjelaskan, (4) menyajikan, (5) memecahkan masalah.[16]

3)      Pendekatan kalaboratif
Pendekatan kalaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktid dan non-direktif menjadi pendekatan baru. Pada pendekatan ini baik supervisor maupun guru bersama-sama bersepakat untuk menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru. Perilaku supervisor dalam pendekatan ini adalah; (1) percakapan awal (pre-conference), (2) observasi, (3) analisis/ interpretasi, (4) percakapan akhir (past conference) (5) analisis akhir dan (6) diskusi.[17]
Artikel Relevan: Monitoring dan Evaluasi Program Supervisi Pendidikan
c.       Teknik-tehnik supervisi pendidikan
Umumnya alat dan teknik supervisi dapat dibedakan dalam dua macam alat/ atau teknik, yaitu; individual devices dan group devices.[18]

1)   Teknik yang bersifat individual
Yaitu teknik yang dilaksanakan untuk seorang guru secara individual. Adapun yang termasuk teknik yang bersifat individual, adalah sebagai berikut :

a).    Kunjungan kelas dan sekolahan
Kunjungan kelas adalah kunjungan yang dilaksanakan oleh pengawas terhadap kelas-kelas tertentu pada sekolahan yang telah diprogramkan untuk memperoleh data mengenai keadaan sebenarnya selama guru mengajar di kelas. Sedangkan kunjungan sekolah adalah kunjungan pengawas baik atas permintaan kepala sekolah ataupun perintah ketua POKJAWA (Kelompok Kerja Pengawas) masing-masing wilayah. Kunjungan sekolah tersebut dimaksudkan untuk mengetahui sikap profesionalitas guru, pengelolaan administratif sekolah, kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan, kurikulum dan sebagainya.[19]

b).    Observasi kelas

Melalui perkunjungan kelas, supervisor dapat mengobservasi situasi belajar yang sebenarnya. Adapun hal-hal yang  perlu diobservasi antara lain; usaha kegiatan guru dan murid, usaha dan kegiatan guru dengan murid dalam penggunaan alat, bahan pelajaran dan dalam memperoleh pengalaman belajar serta lingkungan sosial, fisik baik dalam maupun luar ruang kelas dan faktor-faktor penunjang lainnya. Alat-alat/ instrumen untuk memperoleh data dalam observasi dapat mempergunakan check-list (suatu alat untuk mengumpulkan data dalam memperlengkapi keterangan-keterangan yang obyektif terhadap situasi belajar mengajar dalam kelas) dan activity check-list (suatu daftar kegiatan yang dijawab oleh si penjawab dengan cara mengecek). Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pengawas dalam observasi kelas antara lain; 1). sedapat mungkin tidak menggangu KBM, 2). Menyiapkan instrumen yang telah di perlukan, 3). harus sudah jelas hal-hal yang akan diobservasi.[20]

c).    Percakapan pribadi (individual conference)
Individual conference atau percakapan pribadi antara seorang supervisor dengan seorang guru. Dalam percakapan ini supervisor dapat bekerja secara individual dengan guru dalam memecahkan problem-problem pribadi yang berhubungan dengan jabatan mengajar (personal and profesional problem). Menurut George Kyte, ada dua jenis percakapan melalui perkunjungan kelas, yaitu; percakapan pribadi setelah kunjungan kelas (formal) dan percakapan pribadi melalui percakapan biasa sehari-hari (informal).[21]

d).   Inter-visitas
Yang dimaksud dengan inter-visitas ialah saling mengunjungi antara guru yang satu kepada guru yang lain yang sedang mengajar. Sisi positif dari teknik ini adalah memberi kesempatan mengamati rekan lain yang sedang memberi pelajaran dan membantu guru-guru yang ingin memperoleh ketrampilan tentang teknik, metode dan cara mengatasi kesulitan-kesulitan tertetu dalam mengajar dan yang paling utama adalah memberikan motivasi yang terarah terhadap aktivitas mengajar.[22]

e).    Menilai diri sendiri (self evaluation chec- list)
Salah satu tugas yang tersukar bagi guru-guru ialah melihat kemampuan diri sendiri dalam menyajikan bahan pelajaran. Instrumen/ alat yang dapat dipergunakan antara lain berupa;  suatu daftar pandangan/ pendapat yang disampaikan kepada murid-murid untuk menilai suatu aktivitas atau pekerjaan guru, menganalisa test-test terhadap unit-unit kerja dan mencatat aktivitas murid-murid dalam suatu catatan (record) baik mereka bekerja secara perseorangan maupun kelompok.[23]
Artikel Relevan: Operasionalisasi Program Supervsisi Pendidikan
2)    Teknik yang bersifat kelompok
Yaitu teknik yang dilaksanakan untuk melayani beberapa orang bukan satu orang. Adapun yang termasuk dalam teknik pengawasan/ supervisi yang bersifat kelompok adalah; pertemuan orientasi bagi guru baru (orientation meeting for new teacher), rapat guru, studi kelompok antar guru, diskusi sebagai proses kelompok, lokakarya (workshop), seminar, simposium, penerbitan buletin profesional guru dan lain sebagainya.[24]

Referensi
[1]Pedoman Pengembangan Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Depag RI, Jakarta, 2003, hlm, 12. [2]Ali Imron, Op. cit, hlm. 12. [3]M. Darmanto, Administrasi Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hlm. 178-179. [4]Piet A. Sahertian, Op. cit, hlm. 20. [5]Suharsimi Arikunto, Organisasi Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hlm. 181. [6] Pedoman Guru PGAN, Op. cit, hlm. 112. [7] Piet A. Sahertian, Op. cit, hlm. 157. [8] Suharsimi Arikunto, Op. cit, hlm 158. [9] M. Darmanto, Op. cit, hlm. 188. [10] Ali Imron, Op. cit, hlm. 17. [11] Piet A. Sahertian, Op. cit, hlm. 36. [12]Ahmad Azhari, Supervisi Rencana Program Pembelajaran, Rian Putra, Ciputat, 2003, hlm. 18. [13] Piet A. Sahertian, Op. cit, hlm. 38. [14] Ali Imron, Op. cit, hlm. 48. [15] Piet A. Sahertian, Op. cit, hlm. 46. [16] Ibid, hlm. 48. [17] Ibid, hlm. 49-50. [18] M. Daryanto, Op. cit, hlm. 191. [19] Pedoman Pengembangan Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Depag RI, Jakarta, 2003, hlm. 47-48. [20] Panduan Tugas Jabatan Fungsional Pengawas Pendidikan Agama Islam,Op. cit, hlm. 20. [21] Piet A. Sahertian, Op. cit, hlm. 73-74. [22] Ibid, hlm. 79. [23] Ibid, hlm. 83. [24] Ibid,, hlm. 86.