Dasar dan Tujuan Kewajiban Orang Tua dalam Memberikan Perhatian Kepada Anak

Dasar kewajiban orang tua dalam memberikan perhatian kepada anak

Secara kodrati, maka bapak-ibu di dalam rumah tangga keluarga adalah sebagai penanggung jawab tertinggi. Mau tidak mau merekalah yang menjadi tumpuan segala harapan, tempat meminta segala kebutuhan bagi semua anak-anaknya, orang tualah yang menjamin kesejahteraan materiil dan kesejahteraan rohani. Tanggung jawab ini tidak dapat dielakkan lagi oleh orang tua, harus dipikul dengan rasa tanggung jawab. Disinilah letak beratnya sebagai orang tua yang tak dapat mengelakkan dari tugas itu.[1]

Tugas keluarga adalah meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan anak berikutnya, agar anak dapat berkembang secara baik. Sudah tentu pendidikan keluarga adalah sebagai pondasi pertama dan utama, sebab bisa berpengaruh terhadap corak kehidupan selanjutnya.[2]  Maka, tidak heran jika agama Islam sangat memperhatikan pendidikan dalam keluarga.
Sebagaimana Firman Allah SWT yang berbunyi:

يا ايها الذين امنوا قواانفسكم واهليكم نارا (التحريم : 6)

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah diri dan keluargamu dari api neraka”. (QS. At-Tahrim : 6).[3]


Masalah kewajiban orang tua dalam memberikan perhatian kepada anak sangat relevan dengan bunyi Hadits Nabi Muhammad SAW, sebagai berikut :


عن الاسواد بن سريع قال : كل مولود يولد على الفطرة حتى يعرب عنه لسا نه فأ بواه يهودانه اوينصرانه اويمجسا نه. (رواه ابو يعلى الطبرانى والبيهقى[4] (

Artinya : “Dari Aswad bin Sari telah berkata; setiap anak dilahirkan atas fitrah, sehingga ia lancar lisannya (berbahasa), maka kedua orang tualah yang menjadikan dia kafir Yahudi atau Nasrani atau Majusi”. (HR. Abu Ya’la Thabrani dan Baihaqi).


Bahkan ketika anak masih dalam kandungan sudah memerlukan pendidikan dari ibunya. Pendidikan dalam kandungan tersebut antara lain perilaku dan pola hidup sang ibu. Hal itu akan mempengaruhi kepribadian anak yang akan terlihat pada masa perkembangan dan masa remaja sampai dewasa. Sebagaimana yang dikatakan Abu Ahmadi bahwa pengaruh ibu pada anak itu dimulai sejak anak masih dalam kandungan.[5]

Oleh karena itu apabila sang ibu selalu membiasakan perilaku yang baik dan terpuji maka akan mempengaruhi bayi yang ada dalam kandungannya. Maka anak itu lahir dengan membawa pendidikan-pendidikan yang baik yang ia terima dalam kandungan ibunya.

Hal inilah yang selanjutnya dijadikan dasar pendidikan berlangsung seumur hidup yang dilaksanakan di rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Di sini pula tanggung jawab dan kewajiban orang tua untuk terus memberikan perhatiannya kepada anak.

Tujuan kewajiban orang tua dalam memberikan perhatian kepada anak

Anak yang masih dalam proses belajar, perlu adanya perhatian dari keluarga terutama orang tua. Karena orang tuan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kegiatan  belajar anak-anaknya. Hal ini jelas dan dipertegas oleh Sutjipto Wirowidjojo dalam bukunya Slameto yaitu “keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia.”[6]

Melihat pernyataan tersebut, dapatlah dipahami betapa pentingnya peranan keluarga di dalam pendidikan anaknya. Cara orang tua mendidika anak-anaknya berpengaruh terhadap kegiatan belajarnya baik dalam pendidikan sekolah, masyarakat dan keluarga.

Karena keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama, maka orang tua juga akan selalu mengetahui perkembangan anaknya baik fisik maupun psikis. Selama anak belum dewasa, maka orang tua mempunyai peranan penting bagi anak-anaknya untuk membawa anak menuju kedewasaan. Oleh karena itu orang tua harus memberikan contoh yang baik karena anak suka mengimitasi kepada orang tua.[7]

Kemudian menurut M. Athiyah al-Abrasyi dalam bukunya Kamrani Buseri, menyatakan bahwa keluarga besar pengaruhnya terhadap anak terutama antara lain:

  1. Dalam bahasa dan logat bicara, dalam mana anak bicara dengan bahasa ibunya. Maka jika pembicaraan ibu itu baik, maka baik pula pembicaraan anaknya.
  2. Dalam tingkah laku, adab dan pergaulan anak. Adab luhur akan timbul pada keluarga yang luhur. Suasana yang tercipta yang melingkungi anak adalah faktor penting daalm pembentukan akhlaknya.
  3. Berpengaruh pada perasaannya, pemusnahan atau penguasaannya watak yang baik. Anak yang dihiasi dengan pemandangan yang menarik, rupa yang indah dan perumpamaan halus akan lahir kekuatan rasa dan seni.[8]
Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan kewajiban orang tua dalam memberikan perhatian kepada anak yang dimaksud  di sini adalah :

  • Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak.
  • Mencetak anak agar mempunyai kepribadian yang baik, yang kemudian dapat dikembangkan dalam lembaga-lembaga berikutnya seperti; sekolah dan masyarakat.
  • Untuk membawa anak menuju kepada kedewasaan.

 Oleh karena itu dengan mengetahui tujuan pendidikan keluarga secara jelas, orang tua akan dapat membimbing dan mengarahkan anaknya ke jalan yang sesuai dengan kaidah agama. 

Tugas dan Tanggung Jawab Orang Tua dalam Memberikan Perhatian Pendidikan pada Anak.

Keluarga adalah salah satu pusat pendidikan, kelembagaan tempat berlangsungnya pendidikan. Malahan kerluarga sebagai pusat pendidikan yang alamiah dibandingkan dengan pusat pendidikan yang lainnya dan diperkirakan pendidikan di keluarga berlangsung dengan penuh wajar.[9]

Bagi keluarga bapak dan ibu terbebani kewajiban alamiah dalam mendidik anak-anaknya sesuai dengan kedudukannya sebagai penerima amanat dari Tuhan. Dan secara kodrati orang tua terdorong untuk membimbing anak-anaknya agar menjadi manusia dewasa, berkehidupan yang layak, bahagia di  dunia dan di akhirat.

Tugas mendidik anak pada hakikatnya tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain, kecuali itu kalaupun anaknya dimasukkan kelembaga sekolah misalnya, tugas dan tanggung jawab mendidik yang berada di tangan orang tua tetap melekat padanya.[10] Pendidikan di luar keluarga adalah sebagai bantuan dan peringanan beban saja.

Keluarga bukan saja bertugas mendidik anak-anak tetapi sekaligus sebagai wadah sosialisasi anak, di mana anak diharapkan mampu memerankan dirinya, menguasai diri mencontoh pola dan tingkah laku dari orang tua serta dari orang-orang yang berada dekat dengan lingkungan keluarga.

Mengenai tanggung jawab pendidikan yang perlu disadari dan dibina oleh kedua orang tua terhadap anak menurut Fuad Ihsan antara lain, sebagai berikut :
  • Memelihara dan membesarkannya. Tanggung jawab ini  merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan, Karena anak memerluksn makan, minum dan perawatan, agar ia dapat hidup secara berlanjutan.
  • Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.
  • Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang berguna bagi hidupnya, sehingga apabila ia telah dewasa ia mampu berdiri sendiri dan membantu orang lain serta melaksanakan kekhalifahannya.
  • Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberikan pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah sebagai tujuan akhir hidup muslim. Tanggung jawab ini dikategorikan sebagai tanggung jawab kepada Allah.[11]

Sedangkan tanggung jawab orang tua pada anak-anaknya secara umum menurut Tim Depag RI adalah sebagai berikut :
a.   Mendoakan anak-anaknya dengan doa yang baik, dan jangan sekali-kali mengutuk anaknya dengan kutukan yang tidak manusiawi
b.   Memelihara anak dari api neraka
c.   Menyerukan shalat pada anaknya
d.   Mencintai dan menyayangi anak-anaknya
f.    Bersikap hati-hati kepada anak-anaknya
g.   Memberi nafkah yang halal
h.   Mendidik anak agar berbakti pada ibu bapak dengan cara mendoakannya yang baik
i.        Memberi air susu sampai dua tahun[12]

Dengan demikian orang tua dituntut menjadi pendidik yang memberikan pengetahuan pada anak-anaknya, serta memberikan sikap dan ketrampilan yang memadai, memimpin keluarga, dan mengatur kehidupannya, memberikan contoh yang baik dan bertanggung jawab dalam kehidupan keluarga baik yang bersifat fisik maupun psikis.
Foot-note

[1]Muhammad Zein, Methodologi Pengajaran Agama, AK. Group, Yogyakarta, 1995, hal. 221.   [2]Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hal. 17. 3]Al-Qur’an, Surat At-Tahrim Ayat 6, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,  Departemen Agama, 1989, hal. 951. [4]Al-Imam Jalaluddin  Abdurrahman Bin Abi Bakar As-Syuyuthi, Al-Jami’us Shagir II, Darul Kitab Al-Arabi Al-Thaba’ah Wan Nasry, Cairo, 1967, hal. 94.[5]Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hal. 180.  [6]Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal.61.    7]Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati, Op Cit. hal. 25.   8]Kamrani Buseri. MA, Pendidikan Keluarga dalam Islam, Bina Usaha, Yogyakarta, 1990, hal. 36.  [9]Imam Barnadib, Pemikiran Tentang Pendidikan Baru, Andi Offset, Yogyakarta, 1983, hal. 130.   10] Kamrin Buseri, Op. Cit, hal. 4.11]Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hal. 64.   12]Tim Depag RI, Islam untuk Disiplin Ilmu Antropologi, P3AI-PTU, Jakarta, 1988, hal. 55-56.