Selain digunakan tempat untuk melakukan shalat lima waktu,
shalat Jum’at, shalat tarawih dan ibadah-ibadah lainnya, masjid juga digunakan
untuk kegaitan syiar Islam, pendidikan agama, pengajian dan kegiatan lainnya
yang bersifat sosial.
Fungsi masjid yang sesungguhnya dapat dirujuk pada sejarah
masjid paling awal, penggunaan masjid pada masa Nabi Muhammad SAW, al-Khulafaur
Rasyidin dan seterusnya. Pada masa itu masjid paling tidak mempunyai dua
fungsi, yaitu fungsi keagamaan dan fungsi sosial.
Fungsi masjid bukan hanya tempat sholat, tetapi juga lembaga
untuk mempererat hubungan dan ikatan jama’ah Islam yang baru tumbuh. Nabi
Muhammad SAW mempergunakan masjid sebagai tempat menjelaskan wahyu yang
diterimanya, memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan para sahabat tentang
berbagai masalah, memberi fatwa, mengajarkan agama Islam, membudayakan
musyawarah, menyelesaikan perkara-perkara dan perselisihan-perselisihan, tempat
mengatur dan membuat strategi militer, dan tempat menerima perutusan-perutusan
dari Semenanjung Arabia.[1]
Dewasa ini, fungsi masjid mulai menyempit, tidak sebagaimana
pada zaman Rasulullah SAW. Hal itu terjadi karena lembaga-lembaga sosial
keagamaan semakin memadat, sehingga masjid terkesan sebagai tempat ibadah
shalat saja. Pada mulanya, masjid merupakan sentral kebudayaan masyarakat
Islam, pusat organisasi kemasyarakatan, pusat pendidikan dan pusat pemukiman (community
center), serta sebagai tempat ibadah dan i’tikaf.
Fungsi masjid dapat lebih efektif bila didalamnya disediakan
fasilitas-fasilitas terjadinya proses belajar mengajar. Fasilitas yang
dimaksudkan adalah:
a. Perpustakaan,
yang menyediakan berbagai buku bacaan dengan berbagai disiplin keilmuan.
b. Ruang
diskusi, yang digunakan untuk berdiskusi sebelum atau sesudah shalat jama’ah.
Program inilah yang dikenal dengan istilah I’tikat ilmiyah. Langkah-langkah
praktis yang ditempuh dalam operasionalisasi adalah memberikan perencanaan
terlebih dahulu dengan menampilkan beberapa pokok persoalan yang akan dibahas.
Setelah berkumpul para audien (makmum) diskusi dapat dimulai pada ruang yang
telah tersedia. Kira-kira sepuluh sampai
lima belas menit sebelum shalat jama’ah, diskusi dihentikan, dan kemudian
beralih pada i’tikaf profetik (dzikir). Sebaliknya, jika diskusi ini dilakukan
usai shalat berjama’ah, i’tikaf ilmiyah. Agar tidak terlalu menjemukan diskusi
ini dilakukan dua atau tiga minggu sekali.[2]
c. Ruang
kuliah, baik digunakan untuk “training” (tadrib) remaja masjid atau juga untuk
“madrasah diniyah”, juga oleh Omar Amin Hoesin di istilahkan dengan “sekolah
masjid”.[3]
Kurikulum yang disampaikan khusus mengenai materi-materi keagamaan untuk
membantu pendidikan formal, yang proporsi materi keagamaannya lebih minim
dibandingkan dengan proporsi materi umum.[4]
Namun demikian, bentuk dan sifat fungsi masjid tersebut
sangat beragam dan bervariasi serta mengalami perkembangan dari waktu ke waktu
Secara garis besar fungsi masjid dapat dibedakan sebagai berikut :
a.
Sebagai tempat ibadah
Secara umum ibadah berarti bakti manusia kepada Allah SWT,
karena didikan dan dibangkitkan oleh akidah dan tauhid. Ibadah merupakan tugas
hidup manusia, sebagaimana Firman Allah
yang berbunyi :
وما خلقت الجنّ والا
نس
الاّ ليعبد ون.
Artinya : “Dan aku
tidak menciptakan jin dan manusia melaikan supaya mereka menyembahku”.(QS.
Adz-Dzariyaat : 56)[5]
Menyembah Allah SWT berarti memusatkan penyembahan kepada-Nya
semata-mata, tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah. Berangkat dari
itu fungsi masjid sebagai pusat peribadatan shalat dan ibadah shalat erat
hubungannya dengan kebutuhan spiritual manusia, maka sudah sewajarnya bahwa
salah satu fungsi masjid pada zaman modern sekarang ialah memupuk dan memenuhi
kebutuhan spiritual umat.[6]
Dalam sehari semalam umat Islam diwajibkan sholat lima waktu
(Isya’, Shubuh, Dhuhur, Ashar dan Maghrib). Di samping itu juga umat Islam
diperintahkan untuk mengerjakan shalat Jum’at yang merupakan kewajiban bagi muslim,
pria yang sudah dewasa. Cara mengerjakan shalat lima waktu itu boleh dikerjakan
sendiri-sendiri, tetapi lebih utama apabila dikerjakan secara berjama’ah di
masjid, yaitu dilaksanakan bersama-sama yang dipimpin oleh seorang imam.
Keutamaan sholat berjama’ah ini diungkapkan oleh hadits Nabi SAW, yang berbunyi
:
عن عبد الله بن
عمر رضى الله عنهما ان رسول الله صلعم قال : صلاة الجماعة افضل من صلاة الفرض بسبع
وعسرين درجة. (متفق عليه)[7]
Artinya
: “Dari Abdullah bin Umar r.a,
sesungguhnya Rosulullah telah bersabda, shalat jama’ah itu lebih utama dari
shalat sendiri-sendiri.
Dari dari hadits tersebut di atas dapat dilihat betapa tinggi
nilai dari shalat berjama’ah dibanding dengan shalat sendiri-sendiri, karena
dengan shalat berjama’ah umat Islam dapat berkumpul untuk mempererat tali
persaudaraan dan silaturrahmi.
Salah satu tujuan utama dari agama Islam ialah membina
manusia yang berakhlak baik dan berbudi pekerti luhur. Pembinaan akhlak mulia
dan budi pekerti luhur ini erat hubungannya dengan ibadah dalam Islam, terutama
ibadah shalat.
Dengan demikian masjid sebagai pusat kegiatan shalat yang
erat hubungannya dengan pembinaan akhlak yang mulia mempunyai peranan yang
besar. Dengan kata lain, fungsi penting dari masjid pada zaman pembangunan
nasional sekarang ialah pembinaan budi pekerti luhur bagi masyarakat
sekitarnya. Salah satu jalan barangkali ialah dengan memperbanyak pembicaraan
soal-soal pembinaan spiritual, umpamanya bimbingan kerohanian, ceramah, diskusi
dan sebagainya, yang berkaitan dengan persoalan keagamaan. Ini perlu mendapat
perhatian dan pemikiran serta penelitian lebih lanjut.[8]
b.
Sebagai tempat pendidikan serta kebudayaan
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh
si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.
Pendidikan di sini adalah pendidikan Islam yang merupakan
pewarisan dan perkembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman ajaran
Islam sebagai yang termaktub dalam Al-Qur’an dan terjabar dalam sunnah Rasul,
yang dimaksudkan adalah dalam rangka terbentuknya kepribadian utama menurut
ukuran-ukuran Islam. Dengan demikian ciri yang membedakan antara pendidikan
Islam dengan yang lain adalah pada penggunaan ajaran Islam sebagai pedoman
dalam proses pewarisan dan pengembangan budaya umat manusia tersebut.
Sama halnya dengan peradaban Islam, maka demikian pula halnya
pendidikan Islam, ia merupakan satu kebulatan dari saling pengaruh mempengaruhi
diantara kebudayaan dari bermacam-macam bangsa. Kebudayaan-kebudayaan tersebut
telah bersatu dan berassimilasi secara berangsur-angsur dibawah naungan
kerajaan Islam, dan dibawah pengaruh agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad
(Islam) dan berkembang melalui bahasa arab.
Sedangkan kebudayaan merupakan berbagai pola, bertingkah laku
mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan
oleh simbol-simbol yang menyusun pencapainnya secara tersendiri dari
kelompok-kelompok manusia, termasuk didalamnya perwujudan benda-benda materi.
Pusat esensi kebudayaan terdiri dari atas tradisi cita-cita atau paham, dan
terutama keterkaitan terhadap nilai-nilai.
Kebudayaan disini adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan
dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang
semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Jadi unsur-unsur kebudayaan itu meliputi semua kebudayaan di
dunia, baik yang kecil, bersahaja dan terisolasi, maupun yang besar, komplek,
dan dengan jaringan hubungan yang luas.
Dengan kebudayaan yang baik masyarakat nantinya akan menjadi
masyarakat yang baik pula, karena suatu kebudayaan sangat mempengaruhi
kehidupan manusia di muka bumi ini. Disamping masjid sebagai tempat ibadah,
masjid juga merupakan tempat pusat kebudayaan Islam.
Di samping masjid sebagai tempat ibadah, masjid juga
merupakan tempat pusat kebudayaan Islam. Dimana pola-pola tingkah laku manusia
diatur dan diciptakan yang sedemikian rupa sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.
Yang dimaksud dengan kebudayaan Islam adalah kebudayaan yang
diwarnai dan dijiwai oleh ajaran Islam (Al-Qur’an dan Sunnah), sehingga
tampillah corak-corak kebudayaan Islam. Hal ini juga merupakan suatu cara untuk
menyatakan bagi Islam yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari
segolongan manusia yang membentuk
lingkungan sosial, dalam suatu ruang dan waktu.
Penyebaran dan pertumbuhan kebudayaan Islam di Indonesia
terutama terletak dipundak para ulama’. Paling tidak ada dua cara yang
dilakukannya:
1). Membentuk
kader-kader ulama’ yang akan bertugas sebagai muballig ke daerah yang lebih
luas. Cara ini dilakukan dalam lembaga pendidikan Islam yang dikenal dengan
pesantren di Jawa, Dayak di Aceh, dan
Surau di Minangkabau.
2). Melalui
karya-karya yang tersebar dan di baca di berbagai tempat yang jauh.
Dengan demikian kebudayaan Islam adalah segala bentuk tingkah
laku muslim yang didasarkan pada pokok ajaran Islam yakni Al-Qur’an dan As-
sunnah.
c.
Tempat penyelenggaran umat
Dalam sejarahnya, fungsi masjid sebagai tempat atau pusat
kegiatan dalam penyelenggaraan umat, mulai tampak setelah timbulnya
kerajaan-kerajaan Islam dan dibangunnya masjid-masjid jami’ oleh penguasa
diberbagai wilayah dengan tujuan tersebut. Pada zaman Sultan Agung Mataram
umpamanya, fungsi tersebut lebih tampak secara teratur dengan diangkatnya
pejabat-pejabat khusus yang bertugas untuk penyelenggaraan kepentingan umat.
Penghulu adalah kepala urusan penyelenggaraan agam Islam
dalam seluruh daerah kabupaten, baik dalam aspek ibadah, mu’amalat ataupun
dalam urusan munakahat. Dalam bidang jinayat (pidana) penghulu adalah bertindak
sebagai hakim (qadhi). Tugas-tugas penyelenggaraan urusan kehidupan umat
tersebut, semuanya diselenggarakan di masjid jami’.[9]
1.
Kegiatan Pendidikan Islam di Masjid
Pada dasarnya masjid akan berdiri tegak manakala masjid
tersebut mempunyai banyak jama’ah, yang senantiasa melaksanakan ibadah di
masjid tersebut. Masjid tanpa jama’ah menandakan bahwa masjid tersebut kurang
begitu berfungsi sebagai pusat kegiatan jama’ah.
Salah satu kegiatan masjid yang paling penting adalah
pembinaan masyarakat (jama’ah). Melalui kegiatan ini, jama’ah masjid diaktifkan
dan ditingkatkan kualitas iman, ilmu dan ibadah seseorang, sehingga menjadi
muslim dan muslimah yang taat akan beribadah. Pembinaan-pembinaan itu tentunya
berlangsung tahap demi tahap, agar penanaman akidah terhadap mereka akan lebih
terasa perlahan-lahan.
Artikel Terkait
Pengertian
Masjid
Fungsi Dan Peras Masjid
Kegiatan Di Dalam Masjid Sebagai Pusat
Pendidikan Islam
Masjid Sebagai Lembaga Pendidikan
[2]Hasbullah, Op. Cit, hal. 137.
[3]Omar Amir Hoesin, Kultur Islam, Bulan Bintang,
Jakarta, 1981, hal. 59.
[4]Hasbullah, Loc. Cit.
[5]Al-Qur’an, Surat Adz-Dzariyaat Ayat 56, Yayasan
Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 1989, hal. 862.
[6]Harun Nasution, Islam Rasional, Mizan, Bandung, 1996,
hal. 250.
[7]Ibnu Hajar Asy Qolani, Bulughul Marom, Terjemah
Moh. Fuddin Aladip, Toha Putra, Semarang, 1983, hal. 147.
[8]Harun Nasional, Islam Rasional, Mizan, Bandung
1996, hal. 251