Masjid Sebagai Lembaga Pendidikan

Telah kita kenal bahwa rumah Dar al-Arqam bin al-Arqam merupakan tempat pertama berkumpulnya kaum muslimin beserta Rasulullah SAW, untuk belajar hukum-hukum dari dasar-dasar agama Islam. Sebenarnya rumah itu merupakan lembaga pendidikan pertama atau madrasah yang pertama sekali dalam Islam. Guru yang mengajar di lembaga tersebut tidak lain adalah Rosulullah, di mana beliau sebagai penunjuk jalan kebenaran. Kemudian setelah itu, sebagai lembaga pendidikan Islam, Masjid dapat dikatakan sebagai madrasah yang berukuran besar yang pada permulaan sejarah Islam dan masa-masa selanjutnya adalah tempat menghimpun kekuatan Islam baik dari segi fisik maupun mentalnya.[1]
Meskipun belakangan para pakar tentang Dunia Arab berpendapat bahwa sekolah dasar yang disebut kuttub mulai dikenal pada masa awal Islam untuk pendidikan anak-anak tentang al-qur’an dan isinya, Shalaby berpandangan bahwa kuttub lebih terfokus pada pengajaran tulis baca dan seringkali dilaksanakan oleh orang-orang kristen. Secara natural, pengajaran tentang ajaran-ajaran Islam pada dasarnya berlangsung dalam forum-forum informal atau pada kegiatan-kegiatan dakwah yang berlangsung di lembaga-lembaga Islam baru, yaitu mesjid. Penyebaran Al-Qur’an berlangsung secara lisan, seperti halnya dengan penyebaran puisi sebelum masa Islam. Sampai salinan-salinan Al-Qur’an disebarkan secara luas, Al-Qur’an  belum menjadi bagian inti dari kurikulum pendidikan dasar.[2]
Pada abad-abad awal Islam, masjid muncul sebagai pusat pendidikan lanjutan dan pendidikan tinggi remaja dan orang dewasa dalam ilmu-ilmu agama. Muhammad sendiri mendirikan masjid pertama di sebuah desa di perjalanan menuju Medinah, ketika hijrah dari Mekkah. Dalam merancang masjid dia menggunakan pengetahuannya tentang biara kristen yang berfungsi ganda, sebagai tempat ibadah dan pusat pendidikan. Karenanya ia mendirikan sebuah bangunan yang akan berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat disuatu kota atau lingkungan sebagai gedung pertemuan, rumah ibadah, dan lembaga pendidikan. Sementara  dalam pikiran kita orang Barat terbayang masjid-masjid megah Istambul, Damaskus, dan kota-kota besar Timur Tengah, bentuk paling umum dari masjid adalah bangunan yang lebih sederhana yang hanya menampung jumlah jama’ah terbatas. Selama abad ke-10 saja, Bagdad konon mempunyai 30.000 masjid. Masing-masing berfungsi sebagai pusat kegiatan bagi masyarakat sekitarnya, mungkin hanya mempekerjakan seorang imam dan seorang guru, bahkan terkadang tidak terbuka sepanjang hari.[3]
Menurut sejarah Islam, masjid yang pertama-tama dibangun oleh Nabi adalah Masjid At-Taqwa di Quba yang berjarak kurang lebih 2 mil dari kota Madinah ketika Nabi berhijrah dari Mekah. Hal ini disebutkan di dalam kitab suci Al-Qur’an :
لمسجد اسّس على التّقوى من اوّل يوم احقّ ان تقوم فيه فيه رجال يجبّون ان يتطهروا والله يحبّ المطّهّرين. (التوبه : 108)

Artinya :    “…Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih”. (QS. At-Taubah : 108).[4]

Oleh karena itu, masjid dalam sejarah Islam adalah sebenarnya merupakan madrasah pertama setelah rumah Dar al-Arqam bin al-Arqam. Di dalam masjid itulah terkumpul berbagai macam persoalan pokok kaum muslimin sejak mulai masalah politik, agama, kebudayaan sampai kemasyarakatan. Oleh karena itu kaum muslimin berkumpul di dalam masjid hendaknya senantiasa memusyawarahkan dan bertukar pendapat tentang segala masalah atau urusan yang berkaitan dengan kehidupan sosial keagamaan dan sosial kemasyarakatan.[5]

Artikel Terkait


Pengertian Masjid 

Fungsi Dan Peras Masjid 

Kegiatan Di Dalam Masjid Sebagai Pusat Pendidikan Islam 

Masjid Sebagai Lembaga Pendidikan

----------------------------------
[1]Ali al-Jumbulati & Abdul Futuh at-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hal. 22. 

[2]Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam, PT Logos Publishing House, Jakarta, 1994, hal. 18-19

[3]Ibid. hal. 23.

[4]Al-Qur’an, Surat At-Taubah Ayat 108, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,  Departemen Agama, 1989, hal. 299.


[5]Ali al-Jumbulati & Abdul Futuh at-Tuwaanisi, Op. Cit, hal. 24.