Macam-Macam Tata Cara Pendistribusian Zakat

Sebagaimana telah dicantumkan dala Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60, yang artinya :
“Sesungguhnya sedekah zakat itu hanya untuk orang fakir, miskin, pengurus zakat, orang yang dibujuk hatinya (mu’allaf), memerdekakan hamba, orang-orang yang berhutang di jalan Allah, musafir dan orang yang berjuang di jalan Allah, yang demikian itu adalah ketentuan Allah SWT”.[1] Penjabaran rumusan kedelapan golongan tersebut dilakukan oleh manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad dalam berbagai aliran hukum Islam.

Cara-cara pendistribusian zakat antara lain sebagai berikut :

  • Apabila mereka (asnaf delapan) semua ada, maka zakat wajib dibagikan kepada mereka semua, tidak boleh ada satu golonganpun yang terlewatkan.
  • Apabila salah satu golongan tidak ada, maka bagiannya dibagikan kepada golongan yang ada.
  • Apabila bagian dari salah satu golongan melebihi dari kebutuhan warganya, maka kelebihan itu dibagikan kepada golongan yang lainnya.Zakat dibagikan kepada golongan yang ada sama rata, sekalipun hajat mereka berbeda-neda, selain bagian dari para Amil. Mereka hanya diberi upah, sebagaimana telah sebelum zakat dibagi. [2]
Dalam pembagian zakat tidak dipersyaratkan harus sama rata diantara sesama warga satu golongan, tetapi boleh yang satu melebihi yang lain. Sedang apabila zakat itu dibagikan sendiri oleh pemberinya atau wakilnya, maka pada setiap golongan wajib ada tiga orang paling sedikit yang diberi jika bilangan mereka tidak terhitung. Karena setiap golongan dalam ayat di atas disebut dengan Sighot Jama’ Tiga. Adapun bila bilangan mereka dapat dihitung, mudah diketahui dan menurut kebiasaan bisa diperiksa dengan tepat, maka semuanya wajib mendapat bagian.dan apabila ada salah seorang dari mereka yang tertinggal dalam kedua keadaan tersebut, sedang pemberi zakat itu mengetahuinya, maka dia wajib menjamin akan memberikan harta kepada orang yang paling sedikit bagiannya. [3]

Perbedaan pendapat Para fuqaha dalam pendistribusian zakat.

Tata Cara Distribusi Zakat Yang Baik dan Benar
Tata Cara Distribusi Zakat Yang Baik dan Benar
Syafi’i da para sahabtnya menyatakan bahwa jika yang membagikan zakat itu kepada negara atau wakilnya, gugur bagian amalin, dan bagian itu hendaklah diserahkan kepada tujuh golongan lainnya jika mereka itu ada semua dan jika tidak maka diberikan kepada yang ada saja. Dan tidak boleh meninggalkan salah satu golongan yang ada dan jika ditinggalkan bagiannya wajib diganti.
Artikel Penunjang: Jenis Atau Macam-Macam Zakat
Ibrahim An-Nakha’i berkata, “Jika harta banyak, dan bisa dibagikan kepada semua golongan hendaklah dibagikan, dan jika hanya sedikit, boleh dikhususkan bagi satu golongan saja. Dan Malik berkata :”Hendaklah ia berijtihad dan menyelidiki golongan yang amat membutuhkan dan mendahulukan mereka, kemudian yanh di bawah mereka dan seterusnya, yakni orang-orang yang malang yang tidak berpunya. Jika dilihatnya kemalangan itu lebih banyak dijumpai pada golongan orang-orang miskin, maka hendaklah tahun itu mereka didahulukan dan jika pada tahun berikutnya dideritakan oleh orang-orang dalam perjalanan, hendaklah dialihkan kepada mereka.[4]

Dan menurut golongan Hanafi dan Sufyan Tsauri, ia diberi kesempatan memilih untuk memberikan kepada golongan mana saja yang dikehendakinya. Dan berkata abu Hanifah :”Boleh diberikannya kepada seorang saja dari salah satu golongan.”[5]

Para fuqaha sepakat, dengan kesaksian penulis kitab Jawahir, bahwa tidak wajib membagi zakat pada seluruh golongan mustahiq. Jadi dibolehkan membaginya pada satu golongan tertentu atau pada kelompok orang dari satu golongan bahkan pada satu dari suatu golongan. Hal tersebut ditunjukkanoleh ucapan Imam Shadiq, “Rasulullah membagi sedekah penduduk desa pada penduduk desa, dan zakat penduduk kota pada penduduk kota. Beliau tidak membaginya berdasarkan kebutuhan mereka.”[6]

KH. Ali Yafie menyatakan bahwa golongan fakir (mereka yang berada dalam garis kemiskinan) adalah golongan yang menempati urutan pertama dalam daftar penerimaan zakat.[7]

Sebagian besar penulis muslim ternyata lebih menekankan pada upaya pengayaan orang-orang fakir dan miskin dengan memberikan alat-alat produksi kepada mereka dan menyediakan modal, berbagai keterampilan, latiahan dan pekerjaan, agar dapat meningkatkan penghasilan, bersamaan dengan diberikannya berbagai barang konsumsi jangka pendek, fasilitas angkutan, tempat tinggal dan lain sebagainya.
Referensi
  1. Al-Qur’an dan Terjamahannya, Surat At-Taubah Ayat 60.
  2. Ansory Umar Sitanggal, Fiqh Syafi’I, Sistematis II, Cet. 2, CV. Asyifa’, Semarang, 1987, hlm. 30
  3. Ibid, hlm. 68-69.
  4. Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah, Ma’arif, Bandung, Jilid 3, Cet.2, 1997,Hlm.103
  5. Ibid, hlm.103-104
  6. Muh. Jawad Mughniyah,Fiqih Ja’fari, Lentera, Bandung, Jilid 2,Hlm.93.
  7. KH. Ali Yafie,Menggagas Fiqih Sosial, Mizan, Bandung, 1994, Hlm.232.