Makna Ibadah Zakat Dalam Kehidupan Sosial

Dengan didistribusikannya zakat kepada mereka yang berhak menerimanya. Maka jelas bahwa zakat bukan hanya sebagai ibadah vertikal kepada Allah swt, akan tetapi zakat juga memiliki dampak sosial yang cukup tinggi. Yaitu bermuara pada kesejahteraan dan kemaslahatan umat.

Pada sasaran ini ada yang bersifat identitas sosial, seperti menolong orsng ysng mempunysi kebutuhan, menolong orang-orang yang lemah seperti fakir, miskin, orang berhutang dan ibnu sabil. Menolong mereka meskipun sifatnya pribadi, akan tetapi mempunyai dampak sosial, karena masing-masing saling berkaitan erat, sebab secara pasti antara pribadi dan masyarakat akan saling berpengaruh, bahkan masyarakat itu tidak lain merupakan kumpulan pribadi-pribadi. 
Dengan didistribusikannya zakat kepada para asnaf yang berhak, maka akan timbul gairah berusaha memperbaiki hidup bagi yang miskin, sehingg keadaan kehidupan perekonomian dan taraf hidup mereka lebih meningkat dibandingkan dari sebelumnya. Akhirnay dengan dorongan zakat, jurang perbedaan ekonomi antara yang kaya dan yang miskin makin berkurang dan pergaulan mereka dalam masyarakat bertambah baik, karena diantara mereka tumbuh rasa persaudaraan dan saling membantu. Segala sesuatu yang memperkuat pribadi, mengembangkan cita-citanya dan kemampuan materi serta spiritualnya, dengan tidak diragukan lagi akan memperkuat dan mempertinggi masyarakatnya.
Nilai zakat dalam aspek sosial
Nilai zakat dalam aspek sosial
Maka bukanlah sesuatu yang aneh, dengan menyibukkan para penganggur, menolong orang-orang yang lemah dan membutuhkan, seperti fakir, miskin dan orang yang berhutang akan mempunyai sasaran kemasyarakatan, karena di dalamnya terdapat unsure sosial, yang pada waktu berasamaan mempunyai sasaran individual, jika dilihat dari orang yang menerima zakat.

Zakat adalah salah satu bagian dari aturan jaminan sosial dalam islam, dimana jaminan sosial ini tidak dikenal di Barat, kecuali dalam ruang lingkup yang sempit, yaitu jaminan pekerjaan, dengan menolong kelompok orang yang lemah dan fakir. Islam memperkenalkan aturan ini dalam ruang lingkup yang lebih dalam dan lebih luas, yang mencakup segi kehidupan material dan spiritual, serta jaminan akhlak, pendidikan, politik, pertahana, pidana, ekonomi, kemanusiaan, kebudayaan dan yang terakhir adalah jaminan sosial.[1]

Sesungguhnya zakat dipandang sebagai aturan jaminan sosial yang tidak berpegang pada sedekah sunat individual, akan tetapi berpegang pada pertolongan penguasa secara teratur dn tersusun. Pertolongan, dimana tujuan akhirnya adalah memenuhi kebutuhan orang yang membutuhkan, baik makanan, pakaian, perumahan maupun kebutuhan lainnya, segi pribadi orang itu mampu bagi keluarganya, dengan tanpa berlebih – lebihan maupun tanpa menyempitkan.

Sesungguhnya zakat  telah menutup segala bentuk kebutuhan yang timbul dari kelemahan psribadi atau cacat mayarakat atau sebab lain yang datang dan tidak bisa dihindari oleh manusia.

Zakat adalah satu lembaga sosial dalam masyarakat Islam. Tujuan zakat ialah meratakan jurang antar si kaya dan si miskin (to have and have not), dimana yang punya berkewajiban memberikan bantuan kepada yang tidak punya. Sebaliknya yang tidak punya berhak menerima harta (bantuan) dari yang punya. [2]
 Artikel Penunjang: Aspek Zakat Dalam Bidang Ibadah
Ajaran Islam menjadikan ibadah yang mempunyai aspek sosial sebagai landasan membangun satu system yang mewujudkan kesejahteraan dunia dan akhirat. Dengan mengintegrasikannya dalam ibadah berarti memberikan peranan penting pada keyakinan keimanan yang mengendalikan seorang mukmin dalam hidupnya.[3]

Referensi
1 Mustafa Siba’I, Istira’akiatul Islam, Lentera, Jakarta, 1997.
2 Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam, Kalam Mulia, Cet. I, hlm 750.
3 Ali yafie, Menggagas Fiqh Sosial, Mizan, Bandung, 1994, hlm. 233.