Yang dimaksud dengan akibat hukum (rechtsyevaly) adalah akibat suatu tindakan hukum. Tindakan hukum adalah tindakan yang dilakukan guna memperoleh suatu akibat yang dikehendaki yang diatur oleh hukum. Lebih jelas lagi bahwa akibat hukum adalah segala akibat yang dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum atau akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum.21
Adapun akibat hukum khuluk adalah; (1) perkawinan putus dengan talak khul’i (2) Berkurangnya jumlah talaq dan tidak dapat dirujuk (3) Istri menjalani iddah talaq biasa (4) Bekas suami bebas dari kewajiban untuk membayar nafkah iddah terhadap bekas istri. Perkawinan putus dengan talaq khul’i artinya dictum talak khul’i adalah produk dari perceraian yang dilakukan dengan jalan khuluq. Sedangkan perkawinan yang dilakukan dengan jalan khuluq akan mengurangi jumlah talaq karena khuluq merupakan talaq ba’in sugra (Ps. 119 KHI) dan khuluk juga tidak dapat di rujuk (Ps. 161 KHI). Istri menjalani iddah talaq biasa sebagaimana Pasal 155 KHI yang berbunyi waktu iddah bagi janda yang putus perkawinannya karena khuluq, fasakh, dan lian, berlaku iddah talaq, karena khuluk adalah talaq (Ps. 148). Bekas suami bebas dari kewajiban untuk membanyar nafkah iddah terhadap bekas istri (Ps. 149 KHI).22
Amar putusan Majlis Hakim dalam penetapan tersebut diatas yang perlu penulis garis bawahi adalah ”jatuh talaq satu ba’in sugra” artinya dalam talaq ba’in sugra tersebut telah terjadi pengurangan jumlah talaq. Karena talaq tersebut adalah talaq pertama, maka suami hanya memiliki hak talaq untuk yang kedua kalinya dan seterusnya.
Ashab Asyafi’i berdasar pada riwayat dari Umar r.a.bahwa beliau bertanya mengenai laki-laki yang telah menalaq istrinya dengan dua talaq dan masa iddahnya telah habis, lalu perempuan tersebut kawin dengan laki-laki lain lain dan telah diceraikan, lalu kawin lagi oleh laki-laki (suaminya) yang pertama. Dalam kasus ini Umar menjawab: “perempuan tersebut bagi suaminya yang pertama hitungan talaqnya adalah dengan meneruskan hitungan yang lama” Demikian ini diriwayatkan dari Ali, Zaid, Mu’az, dan Abdullah bin Amr bin ‘Ash.
Alasan lain adalah karena talaq satu dan dua itu tidak mengakibatkan haramnya istri yang tertalaq untuk kawin dengan suami lain, jadi kawin yang kedua dengan suami yang lama serta terjadinya perkumpulan (persetubuhan) setelah nikah yang kedua tidak bisa menghapus hitungan talaq yang telah terjadi sebelumnya.
Artinya : jika suami menalaq istrinya tiga talaq maka perempuan tersebut tidak halal menikahi lagi oleh suami yang telah menalaqnya itu kecuali setelah ada lima syarat; (1) Perempuan tersebut telah habis masa iddahnya dengan suami tersebut (2) Perempuan tersebut telah kawin dengan laki-laki lain (3) laki-laki lain yang mengawini telah menyetubuhi perempuan tersebut (4) Laki-laki lain yang mengawini telah menalaq perempuan itu dengan talaq ba’in (5) perempuan itu telah habis masa iddahnya dengan suami yang kedua.
Talaq ba’in adalah talaq yang dijatuhkan suami pada istrinya dimana suami istrinya berhak kembali pada istrinya melalui akad dan mahar baru. Talaq ba’in terdiri dari talaq ba’in kubra (besar) dan talaq ba’in sugra (kecil). Talaq ba’in kubra adalah talaq yang ketiga kalinya sehingga suami baru dapat kembali pada istrinya dengan akad nikah setelah istri tersebut kawin dengan laki-laki lain dan bercerai kembali secara wajar ( Q.S. 2:230). Talaq ba’in sugra adalah talaq yang dijatuhkan suami pada istrinya yang belum pernah disetubuhi, talaq dengan tebusan, (dengan jalan khuluk), dan talaq raj’i yang telah habis masa iddahnya sementara suami tidak rujuk dalam masa tersebut, kecuali dengan akad dan mahar baru. Namun tidak disyaratkan si istri kawin dahulu dengan laki-laki lain sebagaimana dalam talaq ba’in kubra. Talaq ba’in sugra sekalipun antara suami dan istri terikat kembali dalam perkawinan melalui akad dan mahar baru, namun bilangan talaq yang dimiliki suami tetap berkurang, sehingga jika talaq tersebut adalah talaq pertama, maka suami hanya memiliki hak untuk talaq yang kedua kali dan seterusnya. Artinya talaq yang dilakukan sebelumnya diperhitungkan sebagai pengurangan terhadap tiga kali talaq yang dimilikinya. Demikian menurut kebanyakan ulama.24
21Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, CV. Pustaka Setia, Bandung, 1999, hlm. 71.
22H.A. Mukti Arto, Op.cit., hlm. 130.
23Imam Taqiyuddin Abu Bakar, Op. cit., hlm. 526.
24Ensiklopedi Islam, Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jilid 5, Jakarta, 1997, hlm. 57.
Adapun akibat hukum khuluk adalah; (1) perkawinan putus dengan talak khul’i (2) Berkurangnya jumlah talaq dan tidak dapat dirujuk (3) Istri menjalani iddah talaq biasa (4) Bekas suami bebas dari kewajiban untuk membayar nafkah iddah terhadap bekas istri. Perkawinan putus dengan talaq khul’i artinya dictum talak khul’i adalah produk dari perceraian yang dilakukan dengan jalan khuluq. Sedangkan perkawinan yang dilakukan dengan jalan khuluq akan mengurangi jumlah talaq karena khuluq merupakan talaq ba’in sugra (Ps. 119 KHI) dan khuluk juga tidak dapat di rujuk (Ps. 161 KHI). Istri menjalani iddah talaq biasa sebagaimana Pasal 155 KHI yang berbunyi waktu iddah bagi janda yang putus perkawinannya karena khuluq, fasakh, dan lian, berlaku iddah talaq, karena khuluk adalah talaq (Ps. 148). Bekas suami bebas dari kewajiban untuk membanyar nafkah iddah terhadap bekas istri (Ps. 149 KHI).22
Perkara No.336/Pdt.G/1998/PA.Kudus adalah perkara perceraian yang diajukan oleh penggugat dengan jalan khuluq akan tetapi Majlis Hakim menyelesaikan dengan cerai gugat biasa yang kemudian diakhiri dengan ucapan ikrar talaq oleh pihak suami kepada istri (penggugat). Namun dalam amar putusannya pada aitem kedua Majelis Hakim memutuskan dengan menetapkan perkawinan antara penggugat Sumiati binti Sumulyo dengan tergugat Rif’an bin Ali Ahmadi putus karena perceraian dengan jatuh talaq satu ba’in sugra dari tergugat kepada penggugat.
Amar putusan Majlis Hakim dalam penetapan tersebut diatas yang perlu penulis garis bawahi adalah ”jatuh talaq satu ba’in sugra” artinya dalam talaq ba’in sugra tersebut telah terjadi pengurangan jumlah talaq. Karena talaq tersebut adalah talaq pertama, maka suami hanya memiliki hak talaq untuk yang kedua kalinya dan seterusnya.
Ashab Asyafi’i berdasar pada riwayat dari Umar r.a.bahwa beliau bertanya mengenai laki-laki yang telah menalaq istrinya dengan dua talaq dan masa iddahnya telah habis, lalu perempuan tersebut kawin dengan laki-laki lain lain dan telah diceraikan, lalu kawin lagi oleh laki-laki (suaminya) yang pertama. Dalam kasus ini Umar menjawab: “perempuan tersebut bagi suaminya yang pertama hitungan talaqnya adalah dengan meneruskan hitungan yang lama” Demikian ini diriwayatkan dari Ali, Zaid, Mu’az, dan Abdullah bin Amr bin ‘Ash.
Alasan lain adalah karena talaq satu dan dua itu tidak mengakibatkan haramnya istri yang tertalaq untuk kawin dengan suami lain, jadi kawin yang kedua dengan suami yang lama serta terjadinya perkumpulan (persetubuhan) setelah nikah yang kedua tidak bisa menghapus hitungan talaq yang telah terjadi sebelumnya.
Syekh Abu Syuja’ berkata:
فإن طلقها ثلاثا فلا تحل له الا بعد وجود خمسة اشياء إنقضاء عدتها منه وتزوجها بغيره ودخوله بها وبينونتها وانقضاء عدتها منه. 23
Artinya : jika suami menalaq istrinya tiga talaq maka perempuan tersebut tidak halal menikahi lagi oleh suami yang telah menalaqnya itu kecuali setelah ada lima syarat; (1) Perempuan tersebut telah habis masa iddahnya dengan suami tersebut (2) Perempuan tersebut telah kawin dengan laki-laki lain (3) laki-laki lain yang mengawini telah menyetubuhi perempuan tersebut (4) Laki-laki lain yang mengawini telah menalaq perempuan itu dengan talaq ba’in (5) perempuan itu telah habis masa iddahnya dengan suami yang kedua.
Talaq ba’in adalah talaq yang dijatuhkan suami pada istrinya dimana suami istrinya berhak kembali pada istrinya melalui akad dan mahar baru. Talaq ba’in terdiri dari talaq ba’in kubra (besar) dan talaq ba’in sugra (kecil). Talaq ba’in kubra adalah talaq yang ketiga kalinya sehingga suami baru dapat kembali pada istrinya dengan akad nikah setelah istri tersebut kawin dengan laki-laki lain dan bercerai kembali secara wajar ( Q.S. 2:230). Talaq ba’in sugra adalah talaq yang dijatuhkan suami pada istrinya yang belum pernah disetubuhi, talaq dengan tebusan, (dengan jalan khuluk), dan talaq raj’i yang telah habis masa iddahnya sementara suami tidak rujuk dalam masa tersebut, kecuali dengan akad dan mahar baru. Namun tidak disyaratkan si istri kawin dahulu dengan laki-laki lain sebagaimana dalam talaq ba’in kubra. Talaq ba’in sugra sekalipun antara suami dan istri terikat kembali dalam perkawinan melalui akad dan mahar baru, namun bilangan talaq yang dimiliki suami tetap berkurang, sehingga jika talaq tersebut adalah talaq pertama, maka suami hanya memiliki hak untuk talaq yang kedua kali dan seterusnya. Artinya talaq yang dilakukan sebelumnya diperhitungkan sebagai pengurangan terhadap tiga kali talaq yang dimilikinya. Demikian menurut kebanyakan ulama.24
________________
21Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, CV. Pustaka Setia, Bandung, 1999, hlm. 71.
22H.A. Mukti Arto, Op.cit., hlm. 130.
23Imam Taqiyuddin Abu Bakar, Op. cit., hlm. 526.
24Ensiklopedi Islam, Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jilid 5, Jakarta, 1997, hlm. 57.