Adapun syarat dan rukun jual beli yang harus terpenuhi dalam hal jual beli, adalah sebagai berikut :
1. Sighat ‘aqad
2. ‘Aqid
3. Ma’qud ‘alaih
Dalam suatu perbuatan jual beli, ketiga rukun ini hendaklah dipenuhi. Sebab apabila salah satu tidak terpenuhi, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan jual beli yang sah.
Pengertian ‘aqad menurut bahasa adalah ikatan yang ada diantara ujung sesuatu barang. Sedangkan menurut istilah ahli fiqh diakatan ijab qabul menurut cara yang disyari’atkannya sehingga tampak akibatnya. Prof. Hasby Ash-Shiddiqy menjelaskan pengertian aqad sebagai berikut :
- Aqad menurut bahasa :
Artinya : “Al-rabt (mengikat) yaitu mengumpulkan dua tepi tali dan mengikat salah satunya dengan yang lain, sehingga bersambung, lalu keduanya menjadi sebagai sepotong benda”.
- Aqad menurut istilah :
Artinya : “Perkataan antara ijab dan qabul secara yang dibenarkan oleh syara’ yang menetapkan kedua belah pihak”.
Sebagai misal, penjual menjajakan barangnya dengan berkata, “aku jual barang ini kepadamu dengan harga sekian rupiah”. Kemudian disambut oleh pembeli, “ya aku setuju untuk membeli barang itu”. Maka perkataan penjual tadi disebut ijab, sedangkan jawaban pembeli dinamakan qabul.
Dalam aqad jual beli, dapat juga dengan kata yang menunjukkan pemilikan dan pemberi paham yang dimaksudkan. Dengan kata lain bahwa ijab qabul terjadi tidak mesti dengan kata-kata oyang jelas, namun yang dinamakan akad atau ijab qabul itu bisa juga maksud dan makna-makna yang dilontarkan antara penjual dan pembeli. Seperti yang dikatakan syumi A. Rahman dalam buku Kaidah-kaidah Fiqh yaitu :
Sighat ijab qabul yang merupakan rukun jual beli harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
b. Ada kesepakatan ijab qabul pada barang yang saling ada kerelaan di antara mereka berupa barang yang dijual dan harga barang. Jika keduanya tidak sepakat dalam jual beli atau aqad, maka dinyatakan tidak sah dan sebaliknya apabila keduanya menyatakan sepakat maka jual beli sah.
c. Ungkapan harus menunjukkan masa lalu (madi) seperti perkataan penjual “aku telah terima” atau masa sekarang (mudari) jika yang diinginkan pada masa itu juga. Jika yang diinginkan pada masa yang kan fdatang dan misalnya, maka hal itu merupakan janji sebagai aqad yang sah. Oleh karena itu tidak menjadi sah menurut atau secara hukum.
Perkataan atau ungkapan ijab dan qabul sesuai denga adat kebiasaan, tidaklah harus sama karena tiap daerah kemungkinan berbeda-beda ungkapannya, asalkan menunjukkan ikatan jual beli yang baik. Dalam kaidah usuliyah telah disebutkan sebagai berikut :
2. ‘Aqid
Aqid adalah orang yang melakukan akad, dalam jual beli tidak mungkin terjadi tanpa adanya orang (pihak) yang melakukan. Dan orang yang melakukan akad haruslah orang yang :
a. Berakal, agar tidak terkicuh, orang yang gila atau bodoh tidak sah jual belinya.
Yang dimaksud dengan berakal, yaitu dapat membedakan atau memilih mana yang terbaik baginya, maka apabila salah satunya tidak berakal maka tidak sah jual belinya.
b. Dengan kehendaknya sendiri (bukan dipaksa)
Yang dimaksud dengan kehendak sendiri, yaitu bahwa dalam melakukan perbuatan jual beli tersebut salah satu pihak tidak melakukan tekanan atau paksaan.
Artinya : “Dari Daud Ibnu Salih al-Madany, dari Ayahnya ia berkata : “Saya mendengar Abi Sa’id al-Khudry berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya jual beli itu berdasarkan dari adanya saling kerelaan”. (H.R. Ibn Majah)
c. Keduanya tidak mubazir
Yang dimaksud keduanya tidak mubazir, yaitu para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian jual beli tersebut bukanlah manusia yang boros (mubazir).
Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an :
Artinya : “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempur na akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik”. (Q.S. al-Nisa’ : 5)
d. Baligh.
Baligh atau dewasa dalam hukum Islam adalah apabila telah berumur 15 tahun, atau telah bermimpi (bagi laki-laki) dan haid (bagi anak perempuan).
3. Ma’qud ‘alaih
Untuk menjadi sahnya jual beli harus ada ma’qud ‘alaih yaitu barang yang menjadi obyek jual beli atau yang menjadi sebab terjadinya perjanjian jual beli.
Benda yang dijadikan sebagai obyek jual beli ini haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Bersih barangnya.
Yang dimaksud di sini adalah bahwa barang yang diperjuabelikan bukanlah benda yang dikualifikasikan sebagai benda najis, atau digolongkan sebagai benda yang diharamkan. Hal ini didasarkan atas hadis Rasulullah SAW yaitu :
Artinya : “Dari Jabir Ibn Abdillah, bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda pada tahun kemenangan Makkah : “Sesungguhnya Allah telah melarang (mengharamkan) jual beli arak, bangkai, babi dan patung”, lalu seseorang bertanya : bagaimana dengan lemak bangkainya, karena dipergunakan untuk mengecat kayu dan minyaknya untuk lampu penerangan ?. Kemudian Rasulullah menjawab : “Mudah-mudahan Allah melaknat orang-orang Yahudi, karena sesungguhnya Allah telah mengharaman lemak bangkai pada mereka, tetapi menjadikannya, menjualnya serta memakannya (hasilnya)”.
Dapat dimanfaatkan, yaitu barang yang diperjualbelikan harus ada manfaatnya, sehingga tidak boleh memperjualbelikan barang-barang yang tidak bermanfaat, seperti lalat, tikus, nyamuk dan lain sebagainya.
c. Milik orang yang melakukan akad
Milik orang yang melakukan akad, maksudnya bahwa orang yang melakukan perjanjian jual beli atas sesuatu barang adalah pemilik sah barang tersebut dan atau telah mendapat izin dari pemilik sah barang tersebut.
Dengan demikian jual beli barang yang dilakukan oleh orang yang bukan pemilik atau berhak berdasarkan kuasa si pemilik dipandang sebagai perjanjian yang batal.
d. Mampu menyerahkan
Mampu menyerahkan, maksudnya keadaan barang haruslah dapat diserahterimakan, akan tidak sah jual beli barang yang tidak dapat diserahterimakan. Karena apabila barang tersebut tidak dapat diserahterimakan, kemungkinan akan terjadi penipuan atau akan menimbulkan kekecewaan pada salah satu pihak
e. Mengetahui
Mengetahui, maksudnya adalah barang yang diperjualbelikan dapat diketahui oleh penjual dan pembeli dengan jelas, baik zatnya, bentuknya, maupun sfat-sifatnya, sehingga tidak terjadi kekecewaan diantara kedua belah pihak. Begitu juga harganya harus diketahui sehingga dapat dihindarkan terjadinya pertentangan
f. Barang yang diakadkan ada ditangan
Barang yang diakadkan ada ditangan, maksudnya adalah perjanjian jual beli atas sesuatu barang yang belum ditangan (tidak berada dalam kekuasaan penjual) adalah dilarang, sebab bisa jadi barang sudah rusak atau tidak dapat diserahkan sebagaimana telah diperjanjikan.
1. Sighat ‘aqad
2. ‘Aqid
3. Ma’qud ‘alaih
Dalam suatu perbuatan jual beli, ketiga rukun ini hendaklah dipenuhi. Sebab apabila salah satu tidak terpenuhi, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan jual beli yang sah.
1. Sighat aqad
Pengertian ‘aqad menurut bahasa adalah ikatan yang ada diantara ujung sesuatu barang. Sedangkan menurut istilah ahli fiqh diakatan ijab qabul menurut cara yang disyari’atkannya sehingga tampak akibatnya. Prof. Hasby Ash-Shiddiqy menjelaskan pengertian aqad sebagai berikut :
- Aqad menurut bahasa :
الربط وهو جمع طرفى جبلين ويشداحدهمابالأخرحتى يتصلا فيصبحا كقطعة واحدة
Artinya : “Al-rabt (mengikat) yaitu mengumpulkan dua tepi tali dan mengikat salah satunya dengan yang lain, sehingga bersambung, lalu keduanya menjadi sebagai sepotong benda”.
- Aqad menurut istilah :
ارتبا ط الايجا ب بقبول على وجه مشروع يثبت التراض.
Artinya : “Perkataan antara ijab dan qabul secara yang dibenarkan oleh syara’ yang menetapkan kedua belah pihak”.
Sebagai misal, penjual menjajakan barangnya dengan berkata, “aku jual barang ini kepadamu dengan harga sekian rupiah”. Kemudian disambut oleh pembeli, “ya aku setuju untuk membeli barang itu”. Maka perkataan penjual tadi disebut ijab, sedangkan jawaban pembeli dinamakan qabul.
Dalam aqad jual beli, dapat juga dengan kata yang menunjukkan pemilikan dan pemberi paham yang dimaksudkan. Dengan kata lain bahwa ijab qabul terjadi tidak mesti dengan kata-kata oyang jelas, namun yang dinamakan akad atau ijab qabul itu bisa juga maksud dan makna-makna yang dilontarkan antara penjual dan pembeli. Seperti yang dikatakan syumi A. Rahman dalam buku Kaidah-kaidah Fiqh yaitu :
العبرة فىالعقود للمقاصد والمعانى للا لفاظ والمبا نى.
Artinya : “yang dianggap dalam aqad adalah maksud-maksud dan makna-makna, bukan lafald dan bentuk-bentuk perkataan”.Sighat ijab qabul yang merupakan rukun jual beli harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Satu sama lain harus berhubungan di satu te mpat tanpa adanya pemisah yang merusak.
b. Ada kesepakatan ijab qabul pada barang yang saling ada kerelaan di antara mereka berupa barang yang dijual dan harga barang. Jika keduanya tidak sepakat dalam jual beli atau aqad, maka dinyatakan tidak sah dan sebaliknya apabila keduanya menyatakan sepakat maka jual beli sah.
c. Ungkapan harus menunjukkan masa lalu (madi) seperti perkataan penjual “aku telah terima” atau masa sekarang (mudari) jika yang diinginkan pada masa itu juga. Jika yang diinginkan pada masa yang kan fdatang dan misalnya, maka hal itu merupakan janji sebagai aqad yang sah. Oleh karena itu tidak menjadi sah menurut atau secara hukum.
Perkataan atau ungkapan ijab dan qabul sesuai denga adat kebiasaan, tidaklah harus sama karena tiap daerah kemungkinan berbeda-beda ungkapannya, asalkan menunjukkan ikatan jual beli yang baik. Dalam kaidah usuliyah telah disebutkan sebagai berikut :
الكتب كا لخطا ب.
Artinya : “Tulisan itu sama seperti pembicaraan”.2. ‘Aqid
Aqid adalah orang yang melakukan akad, dalam jual beli tidak mungkin terjadi tanpa adanya orang (pihak) yang melakukan. Dan orang yang melakukan akad haruslah orang yang :
a. Berakal, agar tidak terkicuh, orang yang gila atau bodoh tidak sah jual belinya.
Yang dimaksud dengan berakal, yaitu dapat membedakan atau memilih mana yang terbaik baginya, maka apabila salah satunya tidak berakal maka tidak sah jual belinya.
b. Dengan kehendaknya sendiri (bukan dipaksa)
Yang dimaksud dengan kehendak sendiri, yaitu bahwa dalam melakukan perbuatan jual beli tersebut salah satu pihak tidak melakukan tekanan atau paksaan.
Hal ini berdasarkan hadis nabi SAW :
عن دا ود بن صالح المدانى عن ابيه قال سمعت اباسعيد الخذرى يقول قال رسول الله صلىالله عليه وسلم : انماالبيع عن تراض ( رواه ابن مجه)
Artinya : “Dari Daud Ibnu Salih al-Madany, dari Ayahnya ia berkata : “Saya mendengar Abi Sa’id al-Khudry berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya jual beli itu berdasarkan dari adanya saling kerelaan”. (H.R. Ibn Majah)
c. Keduanya tidak mubazir
Yang dimaksud keduanya tidak mubazir, yaitu para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian jual beli tersebut bukanlah manusia yang boros (mubazir).
Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an :
ولاتؤتواالسّفهاءا موالكم اّلتي جعل الله لكم قياما وارزقوهم فيها واكسوهم وقولوا لهم قولا معروفا.
d. Baligh.
Baligh atau dewasa dalam hukum Islam adalah apabila telah berumur 15 tahun, atau telah bermimpi (bagi laki-laki) dan haid (bagi anak perempuan).
3. Ma’qud ‘alaih
Untuk menjadi sahnya jual beli harus ada ma’qud ‘alaih yaitu barang yang menjadi obyek jual beli atau yang menjadi sebab terjadinya perjanjian jual beli.
Benda yang dijadikan sebagai obyek jual beli ini haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Bersih barangnya.
Yang dimaksud di sini adalah bahwa barang yang diperjuabelikan bukanlah benda yang dikualifikasikan sebagai benda najis, atau digolongkan sebagai benda yang diharamkan. Hal ini didasarkan atas hadis Rasulullah SAW yaitu :
عن جبرابن ابدلله سمع رسول الله صلىالله عليه وسلم يقول عام الفتح وهو بمكة ان الله ورسوله حرم بيع الخمر والميتة والخنزير وا لاصنام فقيل يا رسول الله ارأيت شحوم الميتة فا نه يطلى بها السفن ويد هن بها الحدود ويستصبح بها الناس فقال لا هو حرام قال رسول الله صلىالله عليه وسلم عند ذ لك قا تل الله اليهود ان الله عروجل لما حرم عليه شحو مها أجملوه ثم با عوه فا كلوا ثما نه.
Artinya : “Dari Jabir Ibn Abdillah, bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda pada tahun kemenangan Makkah : “Sesungguhnya Allah telah melarang (mengharamkan) jual beli arak, bangkai, babi dan patung”, lalu seseorang bertanya : bagaimana dengan lemak bangkainya, karena dipergunakan untuk mengecat kayu dan minyaknya untuk lampu penerangan ?. Kemudian Rasulullah menjawab : “Mudah-mudahan Allah melaknat orang-orang Yahudi, karena sesungguhnya Allah telah mengharaman lemak bangkai pada mereka, tetapi menjadikannya, menjualnya serta memakannya (hasilnya)”.
b. Dapat dimanfaatkan
Dapat dimanfaatkan, yaitu barang yang diperjualbelikan harus ada manfaatnya, sehingga tidak boleh memperjualbelikan barang-barang yang tidak bermanfaat, seperti lalat, tikus, nyamuk dan lain sebagainya.
c. Milik orang yang melakukan akad
Milik orang yang melakukan akad, maksudnya bahwa orang yang melakukan perjanjian jual beli atas sesuatu barang adalah pemilik sah barang tersebut dan atau telah mendapat izin dari pemilik sah barang tersebut.
Dengan demikian jual beli barang yang dilakukan oleh orang yang bukan pemilik atau berhak berdasarkan kuasa si pemilik dipandang sebagai perjanjian yang batal.
d. Mampu menyerahkan
Mampu menyerahkan, maksudnya keadaan barang haruslah dapat diserahterimakan, akan tidak sah jual beli barang yang tidak dapat diserahterimakan. Karena apabila barang tersebut tidak dapat diserahterimakan, kemungkinan akan terjadi penipuan atau akan menimbulkan kekecewaan pada salah satu pihak
e. Mengetahui
Mengetahui, maksudnya adalah barang yang diperjualbelikan dapat diketahui oleh penjual dan pembeli dengan jelas, baik zatnya, bentuknya, maupun sfat-sifatnya, sehingga tidak terjadi kekecewaan diantara kedua belah pihak. Begitu juga harganya harus diketahui sehingga dapat dihindarkan terjadinya pertentangan
f. Barang yang diakadkan ada ditangan
Barang yang diakadkan ada ditangan, maksudnya adalah perjanjian jual beli atas sesuatu barang yang belum ditangan (tidak berada dalam kekuasaan penjual) adalah dilarang, sebab bisa jadi barang sudah rusak atau tidak dapat diserahkan sebagaimana telah diperjanjikan.