Sebelum melangkah lebih jauh tentang hal ini, terlebih dahulu diungkap akan arti ilmu pengetahuan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Ilmu dalam bahasa Inggris disebut dengan science, dan pengetahuan berasal dari knowledge.
Namun pada dasarnya ilmu dan pengetahuan mengandung muatan yang sama yaitu kepandaian, baik tentang segala sesuatu yang berjenis kebatinan ataupun yang berkenaan dengan keadaan alam, melalui suatu proses melihat, mengalami ataupun diajar.[17]
Kalau kita tinjau dari bahasa Arab, ilmu; adalah bentuk madly, sedangkan masdarnya adalah ‘ilman yang artinya pengetahuan. Jadi, antara ilmu dan pengetahun tidak ada perbedaan yang prinsipil.
Dalam rekomendasi konferensi I tentang pendidikan Islam, diklasifikasikan ilmu sebagaimana berikut:
1. Ilmu Abadi (Perennial Knowledge) yang berdasar pada wahyu Ilahi yang tertera pada Al Qur’an Hadits.
2. Ilmu Dicari (Acquired Knowledge), termasuk sains kealaman dan terapan, yang berkembang secara kuantitatif dan penggandaan, variasi terbatas dan pinjaman antara budaya selama tidak bertentangan dengan syari’ah sebagai sumber nilai.[18]
Dalam hal ini yang akan dibicarakan adalah ilmu jenis kedua yang dapat berkembang sedangkan ilmu jenis pertama sudah tetap dan mutlak, tinggal memahaminya saja.
Dalam jenis ilmu yang kedua (ilmu dicari) yang dianggap penting adalah daya kreatifitas yang terdapat dalam akal, yang memang merupakan salah satu potensi akal untuk menjaga kelangsungan hidup peradaban manusia. Malah Tonybee menganggap kelanjutan suatu peradaban adalah wujudnya minoritas kreatifitas yang terdapat pada umat manusia, berakhir pada kehancuran kehidupan manusia itu sendiri.[19]
Kreatifitas sendiri, dalam bahasa barat creativity yang berarti kesanggupan mencipta atau daya cipta.[20]
Dimana kemampuan yang terdapat pada diri manusia membawa pada perbaikan kehidupan manusia itu sendiri, sebab kemakmuran suatu masyarakat bergantung pada kesanggupan masyarakat tersebut menggarap kekayaan yang terpendam pada setiap individu.[21]
Sebuah bukti terhadap pemakaian akal dalam ilmu pengetahuan, perlu kiranya dipaparkan sekilas perkembangan Islam dengan pemanfaatan akal tersebut.
Setelah Raulullah wafat, pucuk pimpinan Islam dipegang oleh Khulafaurrasyidin berturut-turut: Abu Bakar as Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Thalib. Pada masa sahabat ini, belum begitu nampak perkembangan ilmu pengetahuan pada umat Islam. Karena fokus perhatian masih dicurahkan pada perkembangan perluasan wilayah penyebaran ajaran agama.
Kemajuan pengetahuan nampak setelah berakhirnya abad pertama hijriah, saat itulah wilayah Islam menjadi mapan dan kuat di Timur dan Barat. Maka akhir abad ketiga hijriah dianggap sebagai batas waktu untuk kesempurnaan dan kemampuan pertumbuhan alam pikiran Islam.[22]
Munculnya tehnologi Islam dimulai dari masa Bani Umayyah. Dimana Mu’awiyah sebagai penguasa pertama adalah seorang yang ahli pidato, administrator sekaligus seorang politikus yang handal.[23]
Perkembangan ilmu pengetahuan Islam tetap berlanjut hingga masa Islam pasca Mongol, rentang waktu mulai masa Mu’awiyah hingga pasca Mongol ini (661 – 1211 M) banyak berkembang ilmu pengetahuan yang dicapai oleh umat Islam.[24]
Sejalan dengan perkembangan umat Islam itulah hingga banyak muncul rekayasa ilmu pengetahuan yang diujudkan dalam bentuk teknologi. Ini dapat terjadi karena Islam sejak konsepsinya telah menghadapi dan menjawab tantangan-tantangan intelektual dan spiritual. Dengan demikian tanpa dituntut oleh Al Qur’an sebagai wahyu Illahi.[25]
Sebagimana firman Allah surat Fushshilat ayat 53 :
Artinya : “Kami akan memperlihatkan pada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami disegenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur’an itu benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu”.[26]
Dari ayat di atas, jelaslah bahwa ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini merupakan manifestasi oleh pikir akal, yang kemudian dikembangkan dengan ujud berbagai macam temuan. Termasuk temuan-temuan ilmuwan dunia seperti; listrik oleh Thomas Alfa Edison, hukum grafitasi Issac Newton, atom Issac Newton dan Immanuel Kant seorang ahli filsafat serta lain-lainnya.
Di samping juga ilmuwan muslim yang mempunyai reputasi dunia, seperti ; Imam Ghazali, Muhammad Abduh, para ahli kedokteran Ibnu Sina dan Jabir ibnu Hayyan serta yang lainnya.
[17] WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, Tahun 1991, Hal. 993. [18] Prof. Dr. Hasan Langgulung, Op. Cit., Hal. 354. [19] Ibid, Hal. 355. [20] Hasan Langgulung, Op. Cit., Hal. 356. [21] Ibid, Hal.4. [22]Dr. Muhammad Al Bahiy, Alam Pikiran Islam dan Perkembangan, Bulan Bintang, Tahun 1987, Hal. 20. [23] Syed Mahmud Natsir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Terj. Adang Affandi, Remaja Rosda Karya, Bandung, Tahun 1991, Hal. 203. [24] Ibid, Hal. 322. [25] Fazlur Rahman, Islam, Pustaka, 1984, hal. 311. [26] Depag, Op. Cit., hal. 700.
Namun pada dasarnya ilmu dan pengetahuan mengandung muatan yang sama yaitu kepandaian, baik tentang segala sesuatu yang berjenis kebatinan ataupun yang berkenaan dengan keadaan alam, melalui suatu proses melihat, mengalami ataupun diajar.[17]
Kalau kita tinjau dari bahasa Arab, ilmu; adalah bentuk madly, sedangkan masdarnya adalah ‘ilman yang artinya pengetahuan. Jadi, antara ilmu dan pengetahun tidak ada perbedaan yang prinsipil.
Dalam rekomendasi konferensi I tentang pendidikan Islam, diklasifikasikan ilmu sebagaimana berikut:
1. Ilmu Abadi (Perennial Knowledge) yang berdasar pada wahyu Ilahi yang tertera pada Al Qur’an Hadits.
2. Ilmu Dicari (Acquired Knowledge), termasuk sains kealaman dan terapan, yang berkembang secara kuantitatif dan penggandaan, variasi terbatas dan pinjaman antara budaya selama tidak bertentangan dengan syari’ah sebagai sumber nilai.[18]
Dalam hal ini yang akan dibicarakan adalah ilmu jenis kedua yang dapat berkembang sedangkan ilmu jenis pertama sudah tetap dan mutlak, tinggal memahaminya saja.
Dalam jenis ilmu yang kedua (ilmu dicari) yang dianggap penting adalah daya kreatifitas yang terdapat dalam akal, yang memang merupakan salah satu potensi akal untuk menjaga kelangsungan hidup peradaban manusia. Malah Tonybee menganggap kelanjutan suatu peradaban adalah wujudnya minoritas kreatifitas yang terdapat pada umat manusia, berakhir pada kehancuran kehidupan manusia itu sendiri.[19]
Kreatifitas sendiri, dalam bahasa barat creativity yang berarti kesanggupan mencipta atau daya cipta.[20]
Dimana kemampuan yang terdapat pada diri manusia membawa pada perbaikan kehidupan manusia itu sendiri, sebab kemakmuran suatu masyarakat bergantung pada kesanggupan masyarakat tersebut menggarap kekayaan yang terpendam pada setiap individu.[21]
Sebuah bukti terhadap pemakaian akal dalam ilmu pengetahuan, perlu kiranya dipaparkan sekilas perkembangan Islam dengan pemanfaatan akal tersebut.
Setelah Raulullah wafat, pucuk pimpinan Islam dipegang oleh Khulafaurrasyidin berturut-turut: Abu Bakar as Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Thalib. Pada masa sahabat ini, belum begitu nampak perkembangan ilmu pengetahuan pada umat Islam. Karena fokus perhatian masih dicurahkan pada perkembangan perluasan wilayah penyebaran ajaran agama.
Kemajuan pengetahuan nampak setelah berakhirnya abad pertama hijriah, saat itulah wilayah Islam menjadi mapan dan kuat di Timur dan Barat. Maka akhir abad ketiga hijriah dianggap sebagai batas waktu untuk kesempurnaan dan kemampuan pertumbuhan alam pikiran Islam.[22]
Munculnya tehnologi Islam dimulai dari masa Bani Umayyah. Dimana Mu’awiyah sebagai penguasa pertama adalah seorang yang ahli pidato, administrator sekaligus seorang politikus yang handal.[23]
Perkembangan ilmu pengetahuan Islam tetap berlanjut hingga masa Islam pasca Mongol, rentang waktu mulai masa Mu’awiyah hingga pasca Mongol ini (661 – 1211 M) banyak berkembang ilmu pengetahuan yang dicapai oleh umat Islam.[24]
Sejalan dengan perkembangan umat Islam itulah hingga banyak muncul rekayasa ilmu pengetahuan yang diujudkan dalam bentuk teknologi. Ini dapat terjadi karena Islam sejak konsepsinya telah menghadapi dan menjawab tantangan-tantangan intelektual dan spiritual. Dengan demikian tanpa dituntut oleh Al Qur’an sebagai wahyu Illahi.[25]
Sebagimana firman Allah surat Fushshilat ayat 53 :
سنريهم أيتنا فىالأفاق وفى انفسهم حتى يتبيّن لهم أنّه الحقّ ط اولم يكف بربّك انّه على كلّ شيئ شهيد
Artinya : “Kami akan memperlihatkan pada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami disegenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur’an itu benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu”.[26]
Dari ayat di atas, jelaslah bahwa ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini merupakan manifestasi oleh pikir akal, yang kemudian dikembangkan dengan ujud berbagai macam temuan. Termasuk temuan-temuan ilmuwan dunia seperti; listrik oleh Thomas Alfa Edison, hukum grafitasi Issac Newton, atom Issac Newton dan Immanuel Kant seorang ahli filsafat serta lain-lainnya.
Di samping juga ilmuwan muslim yang mempunyai reputasi dunia, seperti ; Imam Ghazali, Muhammad Abduh, para ahli kedokteran Ibnu Sina dan Jabir ibnu Hayyan serta yang lainnya.
[17] WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, Tahun 1991, Hal. 993. [18] Prof. Dr. Hasan Langgulung, Op. Cit., Hal. 354. [19] Ibid, Hal. 355. [20] Hasan Langgulung, Op. Cit., Hal. 356. [21] Ibid, Hal.4. [22]Dr. Muhammad Al Bahiy, Alam Pikiran Islam dan Perkembangan, Bulan Bintang, Tahun 1987, Hal. 20. [23] Syed Mahmud Natsir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Terj. Adang Affandi, Remaja Rosda Karya, Bandung, Tahun 1991, Hal. 203. [24] Ibid, Hal. 322. [25] Fazlur Rahman, Islam, Pustaka, 1984, hal. 311. [26] Depag, Op. Cit., hal. 700.