Tujuan Melakukan Pernikahan
Mengenai hal ini Allah berfirman dalam Surat Ar-Ruum ayat 21, yang berbunyi :وَمِنْ ايتِه انْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًالِّتَسْكُنُوْا اِلَيْهَاوَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةًوَّرَحْمَهً قلى اِنَ فِىذلِكَ لاَ يتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ. (الروم : 21)
Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri- istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadaNya dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir…” (QS. Ar Ruum : 21).[1]
Dan kemudian dijelaskan pula dalam Surat An-Nur ayat 23 yang berbunyi :
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِيْنَ لاَيَجِدُ وْنَ نِكَا حًا حَتَّى يُغْنِهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِه (النور : 33)
Artinya : “Dan orang yang tidak mampu nikah hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya”. (QS. An-Nur : 33).[2]
Berdasarkan pengertian yang tertuang dalam ayat Al-Qur'an di atas kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pernikahan adalah untuk memperoleh rasa tentram, kasih sayang (Mawaddah warahmah) dan untuk menjaga kehormatan diri.
Di samping itu Aunur Rohim Faqih dalam Bimbingan dan Konseling Islam menyebutkan bahwa tujuan pernikahan adalah :
- Dapat tersalurkannya nafsu 53ksu4ldengan sebagaimana mestinya dan juga sehat (jasmani dan rohani) baik alamiah maupun agamis.
- Tersalurkannya perasaan kasih dan sayang yang sehat antar jenis kelamin yang berbeda.
- Tersalurkannya naluri keibuan seorang wanita dan naluri kebapakan seorang pria, yakni dengan cara memperoleh keturunan.
- kebutuhan akan rasa aman, memberi dan memperoleh perlindungan dan kedamaian, terwadahi dan tersalurkan secara sehat.
- Pembentukan generasi mendatang yang sehat, baik kuantitas maupun kualitas. [3]
Macam-macam pernikahan
Perkawinan atau pernikahan di dalam agama Islam ada berbagai macam, antara lain :a. Perkawinan Campuran
Perkawinan campuran menurut UU No 1 Tahun 1974 adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan, dan salah satu berkewarganegaraan Indonesia.[4]
b. Perkawinan Muhallil
Perkawinan muhallil adalah perkawinan seorang lelaki, sesudah wanita itu diceraikan oleh suami pertama. Lalu muhallil itu kawin dengan wanita tersebut. Kemudian ia dicerai. Dan sesudah iddah berlalu, maka wanita itu menjadi halal untk dinikahi suami pertama. Dari itulah ia dinamakan muhallil yakni menghalalkan pernikahan itu.[5]
c. Kawin mut’ah
Kawin mut’ah asli maknanya adalah bersenang-senang. Sedangkan pengertiannya adalah perkawinan yang diniatkan dan diakadkan untuk sementara waktu saja, dan dalam waktu tertentu saja, apakah seminggu, 2 minggu atau sebulan.[6]
d. Nikah Sirri
Sirri berarti sembunyi-sembunyi atau diam-diam atau tidak terbuka. Jadi nikah sirri diartikan sebagai nikah yang sudah sesuai dengan ketentuan agama, tetapi tidak dicatat dalam pencatatan administrasi pemerintah (KUA. Dll).[7]
Daftar Pustaka
[1]Al-Qur’an, Surat Ar-Ruum Ayat 21, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Pentafsir Al-Qur'an, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Depag. RI, 1987, hlm. 644. [2]Al-Qur’an, Surat An-Nur Ayat 33, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Pentafsir Al-Qur'an, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Depag. RI, 1987, hlm. 549. [3]Aunur Rohim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, LPPAI, Yogyakarta, 2001, hlm 71-72. [4]Ropaun Rambe dan A. Mukri Agafi, Implementasi Hukum Islam, Perca, Jakarta, 2001, hlm 65. [5]Ismail Yakub, Terjemah Al-Umm Kitab Induk Al-Imam Assyafi’i, CV. Faizan, Jakarta, 1983, hlm. 354. [6]Zakiah Daradjat, Op.cit, hlm 98. [7]Miftah Faridl, 150 Masalah Nikah dan Keluarga, Gema Insani, Jakarta, 1999, hlm. 54.