A. Latar Belakang Masalah
Ketika persaingan dalam aneka perspektif sosial, ekonomi, teknologi dan kemanusiaan semakin bereskalasi secara masif, persyaratan yang diperlukan orang untuk melaksanakan aneka pekerjaan semakin meningkat. Pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang diperoleh di bangku sekolah seringkali tidak memadai lagi karena tuntutan persyaratan kerja bereskalasi ekstra tinggi, sementara menu sajian di sekolah teramat lambat pemutakhirannya. Lingkup pengetahuan dan ketrampilan yang dapat diberikan oleh gurupun terbatas oleh kalender kerja, di samping kemampuan guru sendiri yang tidak tanpa batas.[1]
Seseorang yang dinyatakan kompeten di bidang tertentu adalah seseorang yang menguasai kecakapan kerja atau keahlian selaras dengan tuntutan bidang kerja yang bersangkutan dan dengan demikian ia mempunyai wewenang dalam pelayanan sosial di masyarakatnya. Kecakapan kerja tersebut diejawantahkan dalam perbuatan yang bermakna, bernilai sosial, dan memenuhi standar (kriteria) tertentu yang diakui atau disahkan oleh kelompok profesinya dan atau warga masyarakat yang dilayaninya. Kadar kompetensi seseorang tidak hanya menunjuk kuantitas kerja tetapi sekaligus menunjuk kualitas kerja. Secara nyata orang yang kompeten tersebut mampu bekerja di bidangnya secara efektif-efisien. [2]
Kompetensi merupakan salah satu kualifikasi guru yang sangat terpenting. Bila kompetensi itu tidak ada pada seseorang, ia tidak kompeten melaksanakan tugas guru dari lembaga pendidikan formal. Setiap guru harus dapat memenuhi kompetensi yang diharapkan oleh masyarakat dan anak didik. Dengan kompetensi itu guru dapat mengembangkan kariernya sebagai guru yang baik, ia dapat mengatasi berbagai kesulitan dalam mengajar. Di samping itu ia akan mengerti dan sadar akan tugas dan kewajibannya sebagai pendidik yang baik yang didambakan oleh masyarakat yang menitipkan untuk dididik.[3]
Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu misi sentralnya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang benar-benar utuh tidak hanya secara jasmaniah tetapi juga batiniah. Peningkatan kualitas sumber daya manusia itu dilaksanakan dalam keselarasan dengan tujuan missi profetis Nabi, yakni untuk mendidik manusia memimpin mereka ke jalan Allah dan mengajar mereka untuk menegakkan masyarakat yang adil, sehat, harmonis,sejahtera secara material maupun spiritual. Nabi Muhammad SAW diutus untuk mengembangkan kualitas kehidupan manusia : menyucikan moral mereka dan membekali mereka dengan bekal-bekal yang diperlukan untuk menghadapi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak.[4]
Bertolak dari hal tersebut di atas pembicaraan Islam dan pendidikan tetap menarik, terutama dalam kaitannya dengan upaya pembangunan sumber daya manusia muslim. Upaya pembangunan sumber daya manusia tersebut dapat diukur dari ilmu itu sendiri. Ilmu seyogyanya dikembangkan secara dinamis dengan maksud untuk menjadi maju. Perkembangan dinamis yang dilakukan oleh ilmu Islam dapat dikatakan dan dipandang sebagai proses keseimbangan antara substansi dan relasi. Dengan substansi (isi dari ilmu itu sendiri) dan relasi, maka pengajar dan peserta didik akan menerima pengasuh dari luar, yang memberi kemungkinan bagi potensi-potensi yang dimilikinya untuk berkembang. Perkembangan ilmu dianggap sebagai suatu syarat mutlak tercapainya tujuan teknologi. Hal inilah yang dianggap sebagai maju mundurnya proses pendidikan.[5] Karena orang Islam memandang bahwa semua ilmu itu penting, dan khusus terhadap ilmu agama dianggapnya sebagai ilmu yang suci.[6] Tuhan mengatakan di dalam Al-Qur'an :
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ امَنُوْامِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ اُوْتُواْلعِلْمَ دَرَجتٍ
Artinya : “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Q.S. Al Mujaadilah: 11).[7]
Ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam memang tidak dapat dipisahkan, karena perkembangan masyarakat Islam, serta tuntutannya dalam membangun seutuhnya (jasmani-rohani) sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas ilmu pengetahuan yang dicerna melalui proses pendidikan. Proses pendidikan tidak hanya menggali dan mengembangkan sains, tetapi juga, dan lebih penting lagi dapat menemukan konsep baru tentang sains yang utuh, sehingga dapat membangun masyarakat Islam sesuai dengan keinginan yang diharapkan.
Untuk itulah maka penulis mengangkat judul tentang kompetensi ilmu Islam yang dimiliki oleh guru terhadap efektifitas pembelajaran ilmu Fiqih. Dengan maksud mengetahui sejauh manakah pengaruh kompetensi keilmuan Islam terhadap efektivitas pembelajaran ilmu Fiqih di MTs. Miftahut Tholibin Mejobo Kudus.
B. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas di dalam memahami maksud dari judul yang penulis ambil, maka diuraikan beberapa istilah berikut ini :
1. Pengaruh
Pengaruh adalah daya yang ada atau yang timbul dari suatu (orang, benda dan sebagainya) yang membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang.[8]
2. Kompetensi
Kompetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan. Menurut Barluw (1985) “Teacher competency is the ability of a teacher to responsibly perform has or her duties appropriately”. Artinya adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak.[9]
3. Keilmuan Islam
Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan).[10]
Sedangkan keilmuan adalah barang apa yang berkenaan dengan pengetahuan.[11]
Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW berpedoman pada kitab suci al-Qur’an, yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT.[12]
Keilmuan Islam adalah suatu bidang pengetahuan yang disusun secara bersistem yang dilaksanakan secara obyektif dan dapat dimanfaatkan untuk memperoleh keselamatan melalui hasil penemuan (pemikiran) para ahli yang berpedoman ajaran agama Islam.
4. Guru
Guru menurut (UUSPN) tahun 1989 bab VII Pasal 27 ayat 3) ialah tenaga pendidik yang pekerjaan utamanya mengajar. kegaitan mengajar (guru) berorientasi pada kecakapan ranah cipta, rasa dan karsa.[13]
5. Efektifitas
Efektifitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketetapan waktu dan adanya partisipasi aktif dari anggota.[14]
6. Pembelajaran
Padanan istilah “belajar dan pembelajaran” yang dapat dijumpai dalam kepustakaan asing adalah learning dan instruction. Istilah learning seperti dikemukakan oleh Fontano (1987: 147) mengandung pengertian proses perubahan yang relatif tetap dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Di lain pihak istilah instruction merujuk pada proses yang di dalam banyak hal dapat direncanakan sebelumnya. Karena sifat dari proses tersebut, maka proses belajar yang terjadi adalah proses perubahan perilaku dalam konteks pengalaman yang memang sebagian besar telah dirancang. Oleh sebab itu, istilah introduction sering diartikan sebagai proses pembelajaran yakni proses membuat orang melakukan proses belajar sesuai dengan rancangan.[15] Atau bisa diartikan suatu kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.[16]
7. Ilmu Fiqih
Ilmu Fiqih adalah bagian dari ilmu syari'at, karena ilmu syari'at ialah ilmu hukum yang ditetapkan Allah dengan perantaraan Rasul-Nya. Ilmu Fiqih berarti ilmu di mana di dalamnya terdapat ilmu-ilmu Allah yang berkaitan dengan perbuan mukallaf, yang digali dari dalil-dalil syara’ yang terperinci.[17]
Jadi yang dimaksud judul tersebut ialah daya yang ada dan yang timbul dari suatu kemampuan keilmuan Islam guru terhadap efektifitas (baik dan buruknya) suatu pembelajaran ilmu Fiqih yang telah dilakukan oleh guru dan peserta didik dalam proses belajar dan mengajar di MTs Miftahut Tholibin Mejobo Kudus.
C. Perumusan Masalah
Sesuai dengan judul dan untuk membatasi permasalahan yang ada, penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Adakah kompetensi keilmuan Islam guru di MTs. Miftahut Tholibin Mejobo Kudus dan bagaimana uraiannya ?
2. Seberapa besarkah efektifitas pembelajaran ilmu Fiqih antara guru yang berkompeten dengan yang tidak berkompeten ?
3. Bagaimanakah pengaruh kompetensi keilmuan Islam guru terhadap efektifitas pembelajaran ilmu Fiqih di MTs. Miftahut Tholibin Mejobo Kudus?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui adakah kompetensi keilmuan Islam guru serta uraiannya.
2. Untuk mengetahui seberapa besar efektifitas pembelajaran ilmu Fiqih antara guru yang berkompeten dengan yang tidak berkompeten.
3. Untuk mengetahui adakah pengaruh antara kompetensi keilmuan Islam terhadap efektifitas pembelajaran ilmu Fiqih.
Efektifitass Kualitas Pembelajaran Ilmu Fiqih
Kompetensi Keilmuan Islam Guru dalam Proses Pembelajaran
Pengertian Kompetensi Guru
Pengertian Kompetensi Keilmuan Islam
Pengaruh Kompetensi Keilmuan Islam Guru Terhadap Efektifitas Pembelajaran Ilmu Fiqih
Efektifitass Kualitas Pembelajaran Ilmu Fiqih
Kompetensi Keilmuan Islam Guru dalam Proses Pembelajaran
Pengertian Kompetensi Guru
Pengertian Kompetensi Keilmuan Islam
Pengaruh Kompetensi Keilmuan Islam Guru Terhadap Efektifitas Pembelajaran Ilmu Fiqih
E. Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar atau salah.[18] Jadi hipotesis adalah kesimpulan sementara tentang hubungan atau pengaruh dua variabel atau lebih yang mungkin benar atau salah. Oleh karena itu, perlu diuji kebenarannya.
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : “Ada pengaruh yang positif antara kompetensi keilmuan Islam terhadap efektifitas pembelajaran ilmu Fiqih”.
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini menggunakan beberapa metode antara lain :
1. Metode Populasi dan Sampel
a. Populasi merupakan keseluruhan dari subyek penelitian [19]
Dengan demikian dapat diketahui yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MTs. Miftahut Tholibin Mejobo Kudus yang berjumlah 672 orang siswa.
b. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti [20]
Dalam penelitian ini, penulis mengambil sampel 70 orang dengan menggunakan teknik random sampling. “Random sampling adalah pengambilan sampel secara random atau tanpa bulu”.[21]
Dengan pertimbangan bahwa itu homogen (siswa) dengan distribusi perbedaan yang mengikuti kurva normal, maka pengambilan sampel secara acak akan menghasilkan kumpulan contoh yang homogen pula.
- Variabel Penelitian
Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.[22] Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable).
a. Variabel bebas (independent variable), kompetensi keilmuan Islam.
Dengan indikator sebagai berikut :
1. Merencanakan pengajaran
2. Melaksanakan proses belajar mengajar
3. Mengevaluasi hasil belajar
4. Kompetensi afektif guru
5. Kompetensi psikomotor guru
6. Kompetensi aspek religi guru
b. Variabel terpengaruh (dependent variable), efektifitas pembelajaran ilmu Fiqih.
Kedudukan efektifitas pembelajaran ilmu Fiqih dalam penelitian ini adalah dengan indikator nilai raport dengan ketentuan sebagai berikut :
100 : Istimewa 50 : Hampir cukup
90 : Baik sekali 40 : Kurang
80 : Baik 30 : Kurang sekali
70 : Lebih dari cukup 20 : Buruk
60 : Cukup 10 : Buruk sekali
- Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Agar diperoleh data yang benar-benar valid, maka penulis melakukan penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan di kancah atau lapangan. Adapun teknik pengumpulan datanya, penulis menggunakan cara atau metode sebagai berikut :
a. Metode Angket
Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data tentang kompetensi keilmuan Islam serta bagaimana cara seorang guru mengefektifkan suatu pembelajaran bagi anak didik.
b. Metode Wawancara
Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer).[23]
c. Metode Observasi
Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang keadaan guru dalam menerangkan dan mengolah bahan pelajaran dan mencari solusi (cara) peningkatan kualitas pembelajaran. [24]
d. Metode Dokumentasi
Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh informasi melalui 3 sumber yaitu tulisan (paper), tempat (place) dan kertas atau orang (people).[25]
- Metode Analisis Data
Data yang telah terkumpul dari responden merupakan jenis data kualitatif dan kuantitatif, maka data yang masih kualitatif dikuantitatifkan.
Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis ini adalah meliputi analisis pendahuluan, analisis uji hipotesis dan lanjutan. Hal ini dimaksudkan agar lebih mudah mencapai makna yang lebih tepat dalam menginterpretasikan dan menjelaskan implikasinya dan hasil analisis tersebut.
Dalam analisis pendahuluan, disusun distribusi frekuensi untuk mentabulasikan data yang telah dikumpulkan yaitu dengan menyusun distribusi frekuensi dari kedua variabel terhadap jawaban angket yang telah diisi oleh responden dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk jawaban A diberi skor 4
b. Untuk jawaban B diberi skor 3
c. Untuk jawaban C diberi skor 2
d. Untuk jawaban D diberi skor 1
Hal ini dilakukan untuk mengubah nilai yang masih bersifat kualitatif menjadi nilai yang bersifat kuantitatif.
Untuk menguji hipotesis, digunakan analisis uji hipotesis dengan perhitungan lebih lanjut melalui rumus korelasi product moment :
Keterangan :
Sx'y' : Jumlah hasil perkalian silang antara frekuensi sel (f) dengan x' dan y'
Cx' : Nilai korelasi pada variabel x
Cy' : Nilai korelasi pada variabel y
SDx' : Deviasi standar skor x
SDy' : Deviasi standar skor y
N : Number of cases
Dari rumus ini akan diketahui antara angka yang digunakan untuk menganalisa dan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh kompetensi keilmuan Islam guru terhadap efektifitas pembelajaran ilmu Fiqih di MTs Miftahut Tholibin Mejobo Kudus.
Untuk menganalisa data dalam penelitian penulis menggunakan teknik statistik dengan cara memberikan penilaian berdasarkan data dan informasi.
Setelah diperoleh hasil dari koefisien korelasi antara variabel x dan y atau diperoleh nilai r, maka langkah berikutnya adalah menghubungkan antara nilai r (hasil koefisien korelasi) dengan nilai yang ada pada tabel (untuk daftar signifikansi 5 % dan 1 %). Adapun nilai r yang dihasilkan dari koefisien korelasi diperoleh sama atau lebih besar dari nilai r tabel, maka hasil yang diperoleh adalah signifikan yang berarti hipotesis yang akan dihasilkan dari koefisien korelasi lebih kecil dari nilai r yang ada pada tabel, maka hasil yang diajukan ditolak kebenarannya.
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Skripsi ini penulis susun menjadi lima bab dengan beberapa sub bab yang akan penulis uraikan secara singkat sebagai berikut :
BAB I : Bab ini meliputi latar belakang masalah, penegasan judul, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis, metode penulisan dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II : Dalam bab ini akan dibahas masalah landasan teori mengenai pengaruh kompetensi keilmuan Islam guru terhadap efektifitas pembelajaran ilmu Fiqih di MTs. Miftahut Tholibun Mejobo Kudus.
Bab III : Bab ini membahas tentang laporan hasil penelitian diawali dengan uraian tentang data umum yang meliputi : sejarah berdiri dan berkembangnya, letak geografis, lokasi penelitian, struktur organisasi, keadaan guru, keadaan siswa, keadaan sarana dan prasarana dan situasi dari proses belajar mengajar. Data khususnya: kompetensi keilmuan Islam di MTs. Miftahut Tholibin Mejobo Kudus terhadap efektifitas pembelajaran ilmu Fiqih (dari hasil nilai raport siswa).
Bab IV : Bab ini berisi analisis data. Ini dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh kompetensi keilmuan Islam guru terhadap efektifitas pembelajaran ilmu Fiqih di MTs. Miftahut Tholibin Mejobo Kudus.
Bab V : Bab ini berisi kesimpulan, saran dan penutup, dimaksudkan untuk mengembangkan tingkat kompetensi keilmuan Islam dalam peningkatan kualitas pembelajaran ilmu Fiqih di MTs. Miftahut Tholibin Mejobo Kudus.
[1]Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan (dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pendidikan), Pustaka Setia, Bandung, 2002, hal. 19.
[2]A. Samono, Profesionalisme Keguruan, Kanisius, Yogyakarta, 1994, hal. 44.
[3]Zakiyah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hal. 92.
[4]Azyumardi Azro, Pendidikan Islam (Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru), Logos, Ciputat, 1999, hal. 55.
[5]Imam Barnadib Sutari Imam Barnadib, Beberapa Aspek Substansial Ilmu Pendidikan, Andi Offset, Yogyakarta, 1996, hal. 7.
[6]Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1987, hal. 106.
[7]R.H.A. Soenarjo, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir Al-Qur'an, Depag RI, 1971, hal. 910.
[8]Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1987, hal. 73.
[9]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1992, hal. 230.
[10]Poerwodarminto, Op. Cit, hal. 371.
[11]Ibid, hal. 372.
[12]Ibid, hal. 388.
[13]Muhibbin Syah, Op. Cit, hal. 224.
[14]E. Mulyoso, Manajemen Berbasis Sekolah, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 83.
[15]Udin S. Winotaputra dan Tito Rosito, Belajar dan Pembelajaran, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka, 1994, hal. 2.
[16]Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hal. 297.
[17]H. Rachmat Djatmiko, H. Muslim Ibrahim, dkk, Perkembangan Ilmu Fiqih di Dunia Islam, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986, hal. 39.
[18]Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 1987, hal. 63.
[19]Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Telaah Positivistik Rasionalistik dan Phenomenologik, Rake Sarasin, Yogyakarta, 1992, hal. 38.
[20]Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hal. 104.
[21]Sutrisno Hadi, Op. Cit, hal. 75.
[22]Sutrisno Hadi, Op. Cit, hal. 91.
[23]Sutrisno Hadi, Op. Cit, hal. 126.
[24]Ibid, hal. 128.
[25]Ibid, hal. 131.
[26]Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, PT Raja Grafindo, Cetakan IV, Jakarta, 1996, hal. 207.