Ciri-ciri
kecerdasan spiritual menurut Danah Zohar dan Ian Marshal adalah sebagai berikut
:
One.
“Kemampuan bersikap fleksibel (adaptip secara spontan dan aktif)
Two.
Level kesadaran diri (self Awareness) yang tinggi
Three.
Kapasitas diri untuk menghadapi dan memanfaatka penderitaan (suffering)Four.
Kualitas hidup yang terinspirasi dengan visi dan nilai-nilaiFive.
Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu (unnecessary harm)Six.
Memiliki cara pandang yang holistik dengan memiliki kecenderungan untuk melihat keterkaitan diantara segala sesuatu yang berbeda
Seven.
Memiliki kecenderungan nyata untuk bertanya “mengapa/ why” atau “bagaimana tidak/ what if” dan kecenderungan untuk mencari jawaban yang fundamental atau mendasar.Eight.
Menjadi “field independent” atau bidang mandiri yaitu memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi”.[1]
Sedangkan menurut Toto Tasmara, memberikan ciri-ciri kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan ruhaniah/ kejiwaan atau ruh sebagai wilayah batin yang selalu berubah-ubah.[2] Adapun ciri-ciri keceerdasan spiritual tersebut adalah :
ARTIKEL TERKAIT
- Pengertian Kecerdasan Spiritual
- Prinsip Kecerdasan Spiritual
- Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual
- Faktor yang Mendorong dan Menghambat Bimbingan Beragama dalam Keluarga
- Pengertian Bimbingan Beragama dalam Keluarga
- Karakteristik Bimbingan Beragama dalam Keluarga
- Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Anak
- Fungsi dan Tujuan Bimbingan Beragama dalam Keluarga
a. Memiliki visi
Mereka
yang cerdas secara spiritual atau ruhaniah sangat menyadari bahwa hidup yang
dijalaninya bukanlah “kebetulan” tetapi sebuah kesengajaan yang harus dilaksanakan
dengan penuh rasa tanggung jawab. Visi atau tujuan setiap muslim yang cerdas
secara spiritual akan menjadikan pertemuan dengan Allah sebagai puncak dari
pernyataan visi pribadinya, yang kemudian dijabarkan dalam bentuk perbuatan
baik yang terukur dan terarah. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Kahfi
ayat 110 sebagai berikut :
فمن كان يرجوا
لقاء ربه فليعمل عملا صالحا ولا يشرك بعبادة ربه احدا (السورة الكهفى : 110)
Artinya : “Barang
siapa yang mengharapkan pertemuan (liqa) dengan Tuhannya, hendaklah ia
melakukan amal shaleh dan janganlah beribadah dengan mempersekutukan seorangpun
dalam beribadat kepada Tuhannya” (Q.S. Al-Kahfi:110).[3]
b. Merasakan kehadiran Allah
Mereka
yang cerdas secara ruhani merasakan kehadirat Allah dimanapun mereka berada,
mereka menyakini bahwa dirinya senantiasa berada dalam pengawasan Allah SWT.
Ada kamera Illahiyah yang terus menyoroti Qolbunya dan merasakan serta
menyadari bahwa seluruh detak hatinya diketahui dan dicetak Allah tanpa satupun
yang tercecer. Allah berfirman dalam S.Q. Al Qaaf ayat 16.
ولقد خلقنا
الانسان ونعلم ماتوسوس به نفسه, ونحن اقرب اليه من حبل الوريد (السورة ق : 16)
Artinya : ‘Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia
dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya. Kami lebih dekat kepadanya
dari pada urat lehernya”.(Q.S. Qof: 16)[4]
c. Berdzikir dan berdo’a
Berdzikir
dan berdo’a merupakan sarana sekaligus motivasi diri untuk menampakkan wajah
seseorang yang bertanggung jawab. Dzikir mengingatkan perjalanan untuk pulang
dan berjumpa dengan yang dikasihinya. Berdo’a berarti memanggil diri sendiri.
Jiwa dan kesadaran diseru dan dihentakkan agar sadar bahwa “aku sedang
beraudiensi dengan Tuhan-ku”.
Mereka
yang cerdas secara ruhani menyadari bahwa do’a mempunyai makna yang sangat
dalam bagi dirinya. Dengan berdo’a berarti ada rasa optimisme yang mendalam
dihati dan masih memiliki semangat untuk melihat ke depan.
d. Memiliki kualitas sabar
Sabar
berarti memiliki ketabahan dan daya sangat kuat untuk menerima beban, ujian dan
tantangan tanpa sedikitpun mengubah harapan untuk menuai hasil yang ditanamnya,
sehingga orang yang bertakqa tidak mengenal atau memiliki kosa kata “cengeng”
karena makna dari kata sabar itu sendiri bermuatan kekuatan bukan kelemahan.
e. Cenderung pada kebaikan
Orang
yang bertaqwa adalah tipe manusia yang cenderung pada kebaikan dan kebenaran.
f. Memiliki empati
Empati
adalah kemampuan seorang untuk memahami orang lain., sehingga mereka mampu
beradaptasi dengan merasakan kondisi batiniah dari orang lain.
g. Berjiwa besar
Jiwa
besar adalah keberanian untuk memaafkan dan sekaligus melupakan kesalahan yang
pernah dilakukan oleh orang lain. Orang yang cerdas secara ruhaniah adalah
mereka yang mampu memaafkan betapapun besarnya kesalahan yang pernah diperbuat
orang lain pada dirinya.
h. Bahagia melayani
Budaya
melayani dan menolong merupakan bagian dari citra diri seorang muslim. Mereka
sadar bahwa kehadiran dirinya tidaklah terlepas dari tanggung jawab terjadap
lingkungannya. Salah satu bentuk kualitas pelayanan adalah tidak pernah
tersirat sedikitpun dalam pikiran seorang muslim untuk mengingkari janji.
Karena itu mereka yang cerdas secara ruhani akan tampak dari sikapnya yang
sangat perhatian terhadap janji dan amanah. Bagi mereka pelayanan merupakan
investasi prilaku dirinya, bertambah banyak mereka mengulurkan tangan dan
melayani maka bertambah investasinya.[5]
[1]Danah Zohar dan
Ian Marshal, Op. Cit., hal. 14.
[2]Jalaluddin
Rakhmat, et.al, Menyinari Relung-relung Ruhaniah: Mengembangkan EQ dan SQ
Cara Sufi, Al Hikmah kerjasama dengan IMAN, Bandung, 2002, hal. 26.
[3]Al-Qur’an Surat
Al-Kahfi Ayat 110, Op. Cit., hal. 775.
[4]Al-Qur’an,
Surat Qof Ayat 16, Ibid.,hal.
1305.
[5]Toto Tasmara, Kecerdasan
Ruhaniah (Transcedental Intelegensi), Gema Insani, Jakarta, 2001, hal.
6-44.